Home / Romansa / BENIH PRESDIR LUMPUH / Bab 3 I’m Sorry Baby

Share

Bab 3 I’m Sorry Baby

Author: Simbaradiffa
last update Last Updated: 2024-06-22 16:36:55

"Hah! Tidak, aku tidak mau memandikanmu. Kamu bukan bayi, untuk apa aku memandikanmu? Kamu juga bukan mayat!" seru Fiona sambil langsung membekap mulutnya, memandang ke arah William yang memperlihatkan wajah tidak senang.

"Ups!"

'Astaga, Fiona, kenapa kamu menyebutnya mayat? Lihatlah tatapannya seperti ingin menerkammu,' pikir Fiona dalam hatinya.

"Kamu bicara apa tadi? Kemari!" ujar William sambil menggerakkan tangannya, menyuruh Fiona mendekat.

"Euh… tidak ada, aku tidak bicara apapun! Jika kamu ingin mandi, aku akan memanggil salah satu pembantumu," Fiona hendak berjalan untuk memanggil pembantunya, tetapi William menghentikan langkah kakinya.

"Cepat kemari!" Suara William mulai terdengar marah.

"I'm sorry, baby! Perutku tidak dapat dikondisikan untuk saat ini, aku lapar dan harus segera pergi untuk makan," ucap Fiona berbohong, demi menghindari William, karena bagaimana mungkin dia memandikan pria itu.

Fiona dibuat gelisah, dia sama sekali tidak menginginkan semua itu terjadi, akan sangat menggelikan jika dia melakukannya.

Fiona memilih untuk pergi dari kamar William, namun suara yang begitu keras membuatnya terperanjat kaget.

"Fiona!" Panggil William dengan begitu keras, saat melihat Fiona hendak pergi keluar.

Fiona tidak menyangka, William akan secepat itu mengetahui namanya.

Fiona yang sudah membelakangi William, meremas tangannya dengan begitu erat sambil menghela nafasnya, lalu membalikkan badan dengan senyum yang terpaksa di bibirnya sampai terlihat gigi putihnya itu.

"Ya, ada apa? Rupanya kamu sudah tahu namaku," ucap Fiona mencoba berjalan satu langkah maju ke depan William.

“Cepat kemari, atau dalam hitungan menit perusahaan ayahmu akan mengalami kerugian!” ancam William. Fiona merengutkan wajah cemberut dengan ancaman William.

“Oh, baby, kenapa kamu sangat kejam sekali dengan ayah mertua sendiri! Kamu tidak perlu melakukannya, aku akan segera menghampirimu.” Fiona kembali menambah beberapa langkah untuk mendekati William, sampai jarak Fiona hanya tersisa beberapa langkah lagi dengan William yang ada di hadapannya.

William berdecak kesal, dengan gerakan cepat pria itu telah berhasil menarik Fiona ke dalam pangkuannya, walaupun dia menggunakan kursi roda. Tangan William yang panjang, cukup mudah menarik Fiona yang hanya terhalang beberapa langkah darinya.

“Hei… Apa yang kamu lakukan?” Fiona mencoba berontak, apalagi posisi mereka begitu dekat.

“Melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh para pengantin baru,” bisik William membuat tubuh Fiona menegang seketika.

“Tidak-tidak! Aku-, aku belum siap melakukannya sekarang! Bagaimana jika lain kali saja,” Fiona mendadak gelagapan karena perkataan William.

“Bukannya sejak tadi kamu menggodaku? Aku pikir kamu memang telah menginginkannya, jadi aku akan melakukannya padamu sebelum aku mandi. Sedikit olahraga sebelum mandi akan lebih baik untuk menambah kesehatan kakiku,” perkataan William membuat mata Fiona membulat.

Fiona berpikir sangat keras untuk mencoba menolak permintaan William secara halus. Dia tetap bersikap tenang, tanpa memperlihatkan bahwa dirinya sedang ketakutan.

‘Pria itu lumpuh, Fiona, jadi tenanglah, dia tidak akan mungkin melakukannya padamu,’ Fiona berbicara pada dirinya sendiri.

“Aku menggodamu bukan berarti aku menginginkannya. Lagi pula, saat ini aku sedang datang bulan, memangnya aku tidak boleh menggoda suamiku sendiri? Kalau memang tidak boleh, aku akan mencari pria lain. Lagi pula, pernikahan ini bukan keinginanku, aku masih kecil dan tidak seharusnya berbicara seperti itu padaku. Sekarang lepaskan tanganmu.” kata-kata yang diucapkan Fiona sungguh berani. Dia tidak peduli dengan perubahan mimik wajah William.

Fiona segera berdiri dari atas pangkuannya.

William terdiam mendengar perkataan Fiona dan melepaskan tubuhnya begitu saja.

Fiona menoleh ke belakang sebelum beranjak pergi, “Kamu harus ingat baik-baik! Pernikahan ini bukan keinginanku, aku harap kamu mengerti, dan mulai besok aku ingin pergi ke sekolah. Kamu harus mengurus semua keperluanku, dan satu hal lagi, kamu tidak boleh banyak melarangku untuk apapun. Aku tidak suka banyak dilarang oleh siapapun, termasuk kamu, suamiku. Jika kamu tidak suka, maka ceraikan aku saja! Lagipula aku bukan wanita yang kamu inginkan,” ucap Fiona segera pergi.

****

Fiona baru saja turun dari lantai atas dengan pakaian lengkap, memakai seragam SMA.

William benar-benar menuruti apa yang Fiona katakan kemarin. Dia telah mengurus perpindahan sekolah Fiona ke sekolah barunya.

Fiona melihat sekeliling ruang makan, tak ada sosok William di sana.

“Pagi, Nyonya,” sapa beberapa pembantu dengan kepala menunduk. Fiona hanya diam tanpa menjawab sapaan pembantu tersebut, dan melewatinya begitu saja. Hingga mereka berbisik diam-diam di belakang Fiona.

“Kalian, hobby sekali membicarakan orang lain!” Perkataan Fiona membuat para pembantu itu segera meminta maaf padanya.

****

Di sekolah, saat Fiona baru keluar dari mobilnya, beberapa pasang mata terus tertuju pada Fiona yang membawa mobil keluaran terbaru.

Sebelumnya, William telah menyiapkan mobil beserta sopir pribadi untuk Fiona, namun Fiona memilih membawa mobil itu sendirian.

Gadis itu berjalan dengan percaya diri di koridor sekolah. Ada banyak pasang mata yang menatap kecantikannya. Fiona memakai pakaian cukup pas di badannya. Belum lagi rok sekolah yang terlihat sangat pendek dipakai, padahal sebelumnya William telah memerintahkan asistennya untuk membelikan baju yang sedikit kebesaran untuk istrinya itu. Namun, Fiona menyuruh pembantu untuk membelikan yang baru.

Brugh!

Seseorang yang sedang berlari dikejar salah satu temannya tidak sengaja menyenggol pundak Fiona, hingga gadis itu terduduk di lantai.

“Maaf! Tidak sengaja,” ucapnya.

Fiona menatap uluran tangan dari suara yang telah meminta maaf padanya. Namun, Fiona memilih berdiri sendiri dan pergi begitu saja melewatinya.

Setelah insiden tidak sengaja di koridor, Fiona merapikan pakaiannya dan melangkah dengan percaya diri menuju kelas barunya. Saat dia memasuki ruang kelas, semua mata tertuju padanya.

Dengan percaya diri dan penuh keberanian, Fiona berdiri di depan kelas.

“Silakan perkenalkan dirimu pada teman-teman baru,” kata Pak Guru, meminta Fiona untuk memperkenalkan dirinya sebagai murid baru di depan kelas.

“Namaku Fiona Isabella Fawzi, panggil saja Fiona,” ucapnya dengan suara yang terdengar angkuh.

Beberapa siswa merespon sambutannya dengan anggukan, sementara yang lain terlihat penasaran dan berbisik-bisik dengan sinis memperhatikan penampilan Fiona yang memakai perlengkapan sekolah yang bermerek mahal, dari mulai jam tangan, tas, hingga sepatu yang dipakainya bukanlah barang biasa, melainkan barang limited edition.

Fiona, silakan duduk di sebelah Adelia!” Pak Guru menunjuk ke bangku kosong di samping seorang gadis yang terlihat senang dengan kehadiran Fiona.

Saat Fiona duduk di bangku kosong tersebut, beberapa teman barunya mulai mendekat dan memperkenalkan diri satu per satu.

“Namaku Adelia Kristiana Putri, panggil saja Adel,” kata Adelia.

“Sudah tahu!” jawab Fiona, lalu membalas uluran tangan dari salah satu orang yang duduk di bangku depan.

“Aku Maya Sadega, panggil aku May atau Maya juga boleh!” ucap Maya sambil kembali berbicara, “Dan ini Azka, panggil saja Zaskia, haha…”

Azka menoyor kepala Maya yang sedang menertawakannya.

“Aw… Sakit, tahu!” kata Maya sambil mencoba membalas perbuatan Azka.

Fiona hanya menggeleng kecil melihat tingkah laku teman-teman barunya, tiba-tiba ponselnya bergetar sedikit mengejutkannya.

Fiona menautkan dahinya saat melihat pesan dari nomor yang tidak dikenal.

“Jam istirahat, seseorang akan menjemputmu,” pesan tersebut membuat Fiona terkejut. Namun, sebelum ia bisa merespons pesan tersebut, Adel, teman sebangkunya, menyenggol tangannya.

“Jangan main ponsel di jam pelajaran, nanti ponselmu akan diambil guru,” bisik Adel, memberitahu Fiona tentang peraturan sekolah.

****

Saat jam istirahat tiba, beberapa pria berpakaian serba hitam dan mengenakan kacamata hitam yang menutupi mata mereka tiba di sekolah, menimbulkan rasa penasaran di seluruh sekolah terhadap keenam orang yang berjalan di koridor menuju kelas baru Fiona.

Beberapa siswa dari kelas lain diam-diam mengikuti mereka dari belakang sambil berbisik-bisik.

Di dalam kelas, Fiona yang sedang mendengarkan cerita dari Maya bersama Adel, terkejut melihat kedatangan keenam pria yang berbaris rapi di sebelah bangku Fiona.

Maya dan Adel terlihat ketakutan melihat para pria tersebut, terutama karena tubuh mereka terlihat besar dan gagah.

“Selamat siang, Nyonya muda,” ucap salah satu dari keenam pria tersebut pada Fiona.

"What?!" serentak gadis-gadis itu berseru sambil saling melempar tatapan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Hahahaha Nyonya muda ga tuh di panggil sama orang²nya William,jadi ga bisa tebar pesona kan...
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
hahahaaa diskakmat langsung Fiona sama orang2nya Williams dengan panggilan nyonya muda,gmn fi msh mau sombong m temen2 km
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 112 Menciumnya Perlahan

    Perlahan Dawson mencium bibir Nessa sekilas, mencoba menenangkannya. Lalu menutup matanya sesaat. Kepalanya berat, bukan hanya karena luka dan kelelahan, tapi karena semua yang baru ia ketahui. Kenyataan yang baru diterimanya membuat pikirannya kacau.Fiona dan William masuk perlahan, berdiri di sisi ruangan tanpa mengganggu momen mereka. William hanya menatap putranya dari jauh, ekspresinya sulit di tebak. Fiona menggenggam tangan William erat, seolah hanya itu yang membuatnya tetap tenang.Dawson membuka mata, menatap mereka, lalu kembali pada Nessa yang duduk di sisi ranjangnya.“Nessa … kamu tidak perlu khawatir lagi, aku baik-baik saja sekarang,” ucapnya pelan. “Kita sudah bertemu, dan sekarang … tidak sendirian lagi.”Nessa menatap wajah Dawson, matanya lembut, meski masih tampak cemas. Dawson mengerang pelan saat mencoba bangkit dari posisi berbaring. Tubuhnya masih lemah, namun dia memaksa dirinya untuk duduk. Nessa buru-buru membantunya, menyanggah punggungnya agar tidak terla

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 111 Tidurnya Tak Nyenyak

    Beberapa hari terakhir terasa seperti neraka bagi Nessa. Sejak terakhir kali Dawson menghubunginya, tak ada satu pesan pun yang masuk. Nomor Dawson pun sudah tidak aktif. Seperti menghilang ditelan bumi. Awalnya, ia mencoba untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Tapi semakin lama, rasa cemasnya semakin menyesakkan dada. Ada firasat buruk yang terus menghantui pikirannya, membayanginya siang dan malam.Tidurnya tak pernah nyenyak. Malam-malam dilaluinya dengan resah, berulang kali menatap layar ponselnya tanpa hasil. Ia mencoba bertanya pada anak buah Dawson, namun mereka tidak memberikan jawaban yang meyakinkan, hanya memintanya tetap di rumah demi keselamatannya.Karena merasa tertekan dan butuh teman, Nessa akhirnya menghubungi Evelyn. Dia memintanya datang dan menginap di rumah. Tapi sayangnya, para penjaga tak mengizinkan Nessa untuk bermalam di luar. Sehingga Nessa mengajak Evelyn menginap di rumahnya dan gadis itu pun setuju untuk datang.Ketika malam tiba, Evelyn datang tak se

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 110 Moncong Pistol

    Dawson turun perlahan, melompati atap ke belakang gedung, lalu menyelinap masuk lewat pintu layanan yang hanya di jaga satu orang. Dengan menangkap dari arah belakang dan gerakan memutar lehernya, Dawson berhasil masuk tanpa menimbulkan suara. Ia sudah memetakan jalur ini berhari-hari sebelumnya. Saat pria-pria berjaga sibuk memindahkan peti-peti logam, Dawson meluncur dalam bayangan, seperti hantu yang tak terlihat.Ruang utama hanya berjarak satu koridor lagi. Saat ia sampai di sana, ia melihat Reuben duduk santai di kursi kulit, dikelilingi tiga pria berbadan besar dan satu wanita bersenjata.Tanpa banyak basa-basi, Dawson menarik pelatuk. Tiga peluru senyap menghentikan nyawa pengawal itu dalam sekejap. Teriakan wanita bersenjata tak sempat keluar karena pisau lempar Dawson lebih cepat dari suaranya.Reuben bangkit, berusaha mengeluarkan pistol, namun Dawson menembaknya lebih dulu—tepat di dada.Tubuh Reuben terhuyung lalu tumbang ke belakang, darah mengalir membasahi marmer mewah

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 109 Membantunya

    Ketika pintu lift terbuka, koridor dengan karpet mewah dan pencahayaan hangat menyambut mereka. William menggenggam tangan Fiona sebelum membuka pintu besar menuju ruang kantornya.Begitu pintu tertutup di belakang mereka, Fiona langsung duduk di sofa dekat jendela besar yang menyuguhkan pemandangan kota. William melepas jasnya dan menggantungkannya di sandaran kursi.“William, haruskah aku mendekati Nessa?” “Bukankah, kamu sudah mendekatinya,” ucap William sambil membuka dokumen yang ada di atas meja kerjanya. “Maksudku, lebih dekat lagi. Aku ingin tahu tempat tinggal Dawson. Jika mereka sudah menikah, pastinya akan tinggal serumah,” lanjut berkata. “Aku sudah terlalu lama menunggu jawaban tentang anak kita berada, William.” William meraih tablet dari mejanya dan mulai mengetik sesuatu. “Aku akan minta laporan latar belakang tentang Nessa dari HRD. Pasti ada sesuatu yang tercatat.”Fiona menatap ke luar jendela. Angin menghembuskan tirai tipis. “Aku hanya berharap ini bukan harapa

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 108 Bergerak Halus

    Dawson duduk di sebuah meja kayu besar di dalam bangunan tua dan tersembunyi. Tak lama, empat pria masuk—David, Max, Erick, dan Ethan. "Dawson, mengapa kau mengumpulkan kami disini?" kata David sambil bersandar di dinding, menyilangkan tangan.Dawson berdiri. "Aku butuh bantuan kalian. Ini penting."Max menyipitkan mata. "Masalahnya apa?” "Aku ingin hidup dengan damai dan mengakhiri pekerjaanku selama ini. Namun, Kondrey tidak akan membiarkanku pergi begitu saja. Aku tahu itu. Tapi yang paling aku khawatirkan bukan diriku … tapi Nessa. Dia sengaja memberikan tugas yang cukup jauh, dia bisa saja mencoba melukai satu-satunya kelemahanku."Erick dan Ethan saling pandang, lalu mendekat."Kau ingin kami jaga dia?" tanya Erick."Ya. Pastikan dia aman. Aku akan menambah beberapa penjaga tetap di rumah, tapi aku butuh mata dan telinga yang lebih tajam—orang yang aku percaya sepenuhnya."Dawson menatap mereka satu per satu. "Aku titipkan hidup Nessa pada kalian."David menarik napas. “Kami b

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 107 Jangan Melibatkan Istriku

    Dua hari berlalu sejak insiden di galeri. Nessa akhirnya diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Meski kondisinya sudah membaik, Dawson tetap tidak tenang. Ia datang menjemput Nessa pagi-pagi sekali, mengenakan kemeja gelap dan mantel panjang, wajahnya tak lepas dari ekspresi serius sejak memasuki bangsal.Di dalam mobil, Nessa duduk diam, kepalanya bersandar di jendela sambil memandangi jalanan. Dawson sesekali melirik, memastikan gadis itu baik-baik saja.“Kalau kamu masih ingin istirahat di rumah sakit, aku tidak keberatan,” ujar Dawson pelan, memecah keheningan.Nessa menggeleng kecil. “Aku lebih tenang di rumah. Apalagi di rumahnya ada suamiku.” Dawson menoleh dan tersenyum sambil mengacak-acak rambutnya. “Aku akan selalu ada.”Nessa hanya tersenyum tipis, ia tahu suaminya tidak akan selalu ada, mengingat pekerjaannya yang mengharuskannya jarang pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, beberapa pria berseragam hitam dengan tubuh gagah dan besar langsung membukakan gerbang. Meng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status