Home / Romansa / BENIH PRESDIR LUMPUH / Bab 4 Meminta Pada Suami Orang

Share

Bab 4 Meminta Pada Suami Orang

Author: Simbaradiffa
last update Last Updated: 2024-06-22 16:37:51

Fiona masih belum menyadari bahwa keenam pria itu sedang menyapanya karena dia tidak mengenal mereka.

“Astaga… Siapa yang kalian sebut 'Nyonya muda'? Aku belum menikah, tidak pantas disebut seperti itu,” tanya Maya.

“Aku juga belum,” ucap Adel.

Mata keenam pria itu tertuju pada Fiona, yang menatap balik dengan tatapan tajam. Sekarang Fiona menyadari bahwa kedatangan mereka adalah untuk menjemputnya.

“Sepertinya kalian keliru, seharusnya memanggilku 'Nona muda', paham?” Fiona ingin memastikan kedua temannya tidak salah paham, sehingga dia segera memperbaiki perkataan keenam anak buah William yang sengaja diperintahkan untuk menjemput Fiona saat jam istirahat.

“Maaf, Nona muda. Tuan-” belum selesai salah satu dari mereka berbicara, Fiona segera menghentikan perkataannya.

“Stop! Kalian tak perlu mengucapkan apapun lagi, pergilah! Aku akan menyusul kalian nanti,” Fiona menyuruh mereka untuk pergi.

“Aku harus pergi, kita akan melanjutkan cerita nanti!” tanpa menunggu jawaban dari Maya dan Adel, Fiona segera keluar dari kelas.

****

Di sebuah restoran mewah yang sepi, Fiona berjalan menuju tempat di mana William menunggunya.

"Ada apa? Mengapa aku harus datang kemari!" tanpa basa-basi, Fiona langsung memberikan William pertanyaan.

“Duduk!” William menunjuk kursi kosong di hadapannya.

Fiona dengan raut wajah kesal segera menuruti apa yang dikatakan William.

“Katakan, ada apa? Aku harus segera kembali ke sekolah!” desak Fiona pada William agar segera mengatakan apa yang dia inginkan.

“Temani aku makan siang,” ucap William.

“Astaga… kamu menyuruhku datang kemari hanya untuk menemanimu makan siang? Bahkan sampai menyuruh orang-orang bertubuh besar itu untuk menjemputku, dan membuat teman baruku takut pada mereka! Kau membuatku kesal!” seru Fiona sambil melipat kedua tangannya di depan dada dan pipi yang cemberut.

“Pilihlah makanan yang kamu inginkan,” ucap William, mengabaikan perkataan Fiona dan menyuruhnya memesan makanan.

“Aku tidak mau memilih makanan apapun! Saat di sekolah, aku dipanggil ‘Nyonya muda’, bahkan aku menjadi pusat perhatian karena ulah anak buahmu itu,” protes Fiona, mempertahankan rasa kesalnya, sambil memikirkan penjelasan apa yang harus diberikan pada teman barunya di sekolah nanti jika mereka bertanya.

“Aku akan memecat mereka, sekarang pilih makanan kesukaanmu dan pesankan untuk teman barumu juga,” ucap William, membuat mimik wajah Fiona berubah tenang seketika.

“Kau, serius Baby?” tanya Fiona memastikan, sambil mata mereka saling bertatapan.

“Ya, dan panggil aku William!”

“Ah, baiklah! Sekarang aku akan memesan makanannya,” kata Fiona sambil mengambil menu makanan yang ada di atas meja.

“Baby, eh… Maksudku William, sepertinya kamu tidak perlu memecat anak buahmu itu, mereka pasti membutuhkan pekerjaan juga. Tapi lain kali, mereka jangan memanggilku seperti itu, meskipun aku sudah menikah denganmu, tapi aku tidak ingin teman sekolahku mengetahuinya! Jika kamu merasa keberatan, kamu bisa menceraikanku,” Fiona berbicara panjang lebar sambil fokus pada menu makanan, tanpa melihat reaksi William.

“Cepat, pesan makananmu, dan segera kembali ke sekolah!” ucap William dengan nada dingin.

“Apa kamu keberatan dengan apa yang aku katakan tadi?” tanya Fiona.

“Tidak! Sampai kakakmu kembali dan menggantikan posisimu, kita tidak akan bercerai!” ucap William dengan tegas.

"Kenapa harus menunggu dia kembali? Kamu bisa menyuruh anak buahmu itu mencarinya, mereka pasti akan menemukannya."

"Kau, sangat berisik!" William terlihat tidak senang mendengar apa yang Fiona bicarakan. Dia terlihat marah dan menatap Fiona dengan tatapan tajam.

"Ya, baiklah! Padahal aku hanya sedikit memberi saran karena tidak semudah itu kakakku jatuh ke pelukanmu lagi, kecuali kakimu bisa kembali berjalan dengan normal," ujar Fiona sambil memasukkan makanan yang baru saja tiba ke dalam mulutnya.

William hanya memandang wajah Fiona yang sedang makan dengan rakus, selera makannya yang sebelumnya menghilang karena perkataan Fiona yang membahas tentang kakaknya kini telah kembali dengan hanya melihat Fiona makan. William pun memakan makanannya juga, menciptakan suasana yang tenang tanpa adanya pembicaraan apapun hingga beberapa saat kemudian.

“William, aku ingin- uhuk-uhuk!”

Fiona belum sempat berbicara, tiba-tiba tenggorokannya terasa sesak dan membuatnya terbatuk-batuk, kedua matanya kemerahan dan berair.

William ingin memberikan Fiona air minum, tetapi keterbatasan tubuhnya membuatnya kesulitan saat mencoba mengulurkan tangannya, sehingga William akhirnya mengurungkan niatnya.

Fiona segera mengambil sendiri minuman yang ada di sampingnya.

“Minumlah dengan pelan,” ucap William.

"Uh… Tenggorokanku terasa sakit, tetapi makanan ini sangat enak! Sudah lama sekali aku tidak menikmati makanan sedap seperti ini sejak di Italia," monolog Fiona.

“Apa yang ingin kamu katakan?” tanya William, rasa penasaran terpancar dari matanya yang tajam.

“Oh, itu… Aku hanya ingin meminta uang padamu,” ucap Fiona tanpa ragu.

“Fiona, kau sangat berani berbicara seperti itu padaku!” jawab William.

“Tentu saja aku berani! Sekarang, berikan aku uang, bagaimanapun aku adalah istrimu, aku tidak memiliki uang sepeserpun untuk membeli barang yang aku inginkan. Tidak mungkin aku harus meminta pada suami orang lain! Ayahku tidak memberiku uang saat dia mengantarku ke rumahmu.” Fiona dengan lantang meminta uang pada William tanpa rasa malu sedikitpun, seakan dia telah mengenal William cukup lama.

“Ambil ini!”

William mengeluarkan sebuah kartu black card.

Fiona dengan wajah sumringah, segera berjalan mendekati William dan mengambilnya dengan cepat.

****

Fiona telah kembali ke sekolah. Saat masuk ke dalam kelas, Maya dan Adel segera mendekatinya.

"Fiona, kamu tidak kenapa-napa kan?” tanya Adel yang terlihat penasaran dengan apa yang terjadi pada Fiona, setelah pergi dari sekolah bersama para pria berbadan besar.

“Aku baik-baik saja!” jawab Fiona.

“Fiona, kau tahu siapa mereka?" tanya Maya yang terlihat penasaran ingin mengetahui lebih banyak tentang Fiona, meskipun mereka baru saling mengenal beberapa jam yang lalu.

"Mereka hanya orang-orang suruhan Pamanku. Sebelumnya aku tinggal di Italia, dan sekarang aku tinggal bersama dengannya," ujar Fiona.

Maya hendak berbicara, tetapi Fiona kembali berucap, "Dan ini untuk kalian!" Fiona memberikan dua kantong paper bag yang berisi makanan di dalamnya.

"Ah… Terima kasih, Fiona," ucap Adel, diikuti oleh Maya yang juga berterima kasih pada Fiona.

Saat Fiona sedang asyik berbincang dengan Adel dan Maya sambil menunggu guru datang untuk mengajar, tiba-tiba seseorang menumpahkan minumannya ke arah baju Fiona tanpa sengaja.

"Sial!" Fiona mengumpat pelan lalu segera berdiri dari duduknya, mencoba membersihkan baju yang tersiram minuman berwarna coklat membuat noda kotornya masih terlihat jelas di bajunya.

"Punya mata gak sih! Lihat ini, bajuku kotor sekarang!" Fiona dengan raut wajah kesal membentak seorang gadis yang ada di hadapannya.

Gadis itu terlihat ketakutan pada Fiona, apalagi setelah kedatangan pria berbaju hitam yang menjemput Fiona sebelumnya. Hal ini menyebabkan banyak rumor tentangnya, bahwa Fiona bukanlah orang sembarangan dan tak boleh diganggu oleh siapapun, atau mereka akan berurusan dengan pria berbaju hitam. Rumor ini membuat banyak murid tidak ingin berurusan dengan Fiona.

"Maaf, aku tidak sengaja membuat bajumu basah, tadi aku hampir terjatuh karena-" ucap gadis itu tanpa melanjutkan kalimatnya. Dia terus saja menundukan kepalanya tanpa berani melihat ke arah Fiona dan juga Adel yang ada di samping Fiona.

"Eh, Sitong, kamu tidak perlu mencari alasan lagi! Kau pasti sengaja menumpahkan minuman itu ke bajunya kan?!" tegas Adel sambil menunjuk ke arah baju Fiona.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
bnr2 c Fiona sombongnya setinggi langit,niat sekolah p niat pamer kekayaan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 112 Menciumnya Perlahan

    Perlahan Dawson mencium bibir Nessa sekilas, mencoba menenangkannya. Lalu menutup matanya sesaat. Kepalanya berat, bukan hanya karena luka dan kelelahan, tapi karena semua yang baru ia ketahui. Kenyataan yang baru diterimanya membuat pikirannya kacau.Fiona dan William masuk perlahan, berdiri di sisi ruangan tanpa mengganggu momen mereka. William hanya menatap putranya dari jauh, ekspresinya sulit di tebak. Fiona menggenggam tangan William erat, seolah hanya itu yang membuatnya tetap tenang.Dawson membuka mata, menatap mereka, lalu kembali pada Nessa yang duduk di sisi ranjangnya.“Nessa … kamu tidak perlu khawatir lagi, aku baik-baik saja sekarang,” ucapnya pelan. “Kita sudah bertemu, dan sekarang … tidak sendirian lagi.”Nessa menatap wajah Dawson, matanya lembut, meski masih tampak cemas. Dawson mengerang pelan saat mencoba bangkit dari posisi berbaring. Tubuhnya masih lemah, namun dia memaksa dirinya untuk duduk. Nessa buru-buru membantunya, menyanggah punggungnya agar tidak terla

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 111 Tidurnya Tak Nyenyak

    Beberapa hari terakhir terasa seperti neraka bagi Nessa. Sejak terakhir kali Dawson menghubunginya, tak ada satu pesan pun yang masuk. Nomor Dawson pun sudah tidak aktif. Seperti menghilang ditelan bumi. Awalnya, ia mencoba untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Tapi semakin lama, rasa cemasnya semakin menyesakkan dada. Ada firasat buruk yang terus menghantui pikirannya, membayanginya siang dan malam.Tidurnya tak pernah nyenyak. Malam-malam dilaluinya dengan resah, berulang kali menatap layar ponselnya tanpa hasil. Ia mencoba bertanya pada anak buah Dawson, namun mereka tidak memberikan jawaban yang meyakinkan, hanya memintanya tetap di rumah demi keselamatannya.Karena merasa tertekan dan butuh teman, Nessa akhirnya menghubungi Evelyn. Dia memintanya datang dan menginap di rumah. Tapi sayangnya, para penjaga tak mengizinkan Nessa untuk bermalam di luar. Sehingga Nessa mengajak Evelyn menginap di rumahnya dan gadis itu pun setuju untuk datang.Ketika malam tiba, Evelyn datang tak se

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 110 Moncong Pistol

    Dawson turun perlahan, melompati atap ke belakang gedung, lalu menyelinap masuk lewat pintu layanan yang hanya di jaga satu orang. Dengan menangkap dari arah belakang dan gerakan memutar lehernya, Dawson berhasil masuk tanpa menimbulkan suara. Ia sudah memetakan jalur ini berhari-hari sebelumnya. Saat pria-pria berjaga sibuk memindahkan peti-peti logam, Dawson meluncur dalam bayangan, seperti hantu yang tak terlihat.Ruang utama hanya berjarak satu koridor lagi. Saat ia sampai di sana, ia melihat Reuben duduk santai di kursi kulit, dikelilingi tiga pria berbadan besar dan satu wanita bersenjata.Tanpa banyak basa-basi, Dawson menarik pelatuk. Tiga peluru senyap menghentikan nyawa pengawal itu dalam sekejap. Teriakan wanita bersenjata tak sempat keluar karena pisau lempar Dawson lebih cepat dari suaranya.Reuben bangkit, berusaha mengeluarkan pistol, namun Dawson menembaknya lebih dulu—tepat di dada.Tubuh Reuben terhuyung lalu tumbang ke belakang, darah mengalir membasahi marmer mewah

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 109 Membantunya

    Ketika pintu lift terbuka, koridor dengan karpet mewah dan pencahayaan hangat menyambut mereka. William menggenggam tangan Fiona sebelum membuka pintu besar menuju ruang kantornya.Begitu pintu tertutup di belakang mereka, Fiona langsung duduk di sofa dekat jendela besar yang menyuguhkan pemandangan kota. William melepas jasnya dan menggantungkannya di sandaran kursi.“William, haruskah aku mendekati Nessa?” “Bukankah, kamu sudah mendekatinya,” ucap William sambil membuka dokumen yang ada di atas meja kerjanya. “Maksudku, lebih dekat lagi. Aku ingin tahu tempat tinggal Dawson. Jika mereka sudah menikah, pastinya akan tinggal serumah,” lanjut berkata. “Aku sudah terlalu lama menunggu jawaban tentang anak kita berada, William.” William meraih tablet dari mejanya dan mulai mengetik sesuatu. “Aku akan minta laporan latar belakang tentang Nessa dari HRD. Pasti ada sesuatu yang tercatat.”Fiona menatap ke luar jendela. Angin menghembuskan tirai tipis. “Aku hanya berharap ini bukan harapa

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 108 Bergerak Halus

    Dawson duduk di sebuah meja kayu besar di dalam bangunan tua dan tersembunyi. Tak lama, empat pria masuk—David, Max, Erick, dan Ethan. "Dawson, mengapa kau mengumpulkan kami disini?" kata David sambil bersandar di dinding, menyilangkan tangan.Dawson berdiri. "Aku butuh bantuan kalian. Ini penting."Max menyipitkan mata. "Masalahnya apa?” "Aku ingin hidup dengan damai dan mengakhiri pekerjaanku selama ini. Namun, Kondrey tidak akan membiarkanku pergi begitu saja. Aku tahu itu. Tapi yang paling aku khawatirkan bukan diriku … tapi Nessa. Dia sengaja memberikan tugas yang cukup jauh, dia bisa saja mencoba melukai satu-satunya kelemahanku."Erick dan Ethan saling pandang, lalu mendekat."Kau ingin kami jaga dia?" tanya Erick."Ya. Pastikan dia aman. Aku akan menambah beberapa penjaga tetap di rumah, tapi aku butuh mata dan telinga yang lebih tajam—orang yang aku percaya sepenuhnya."Dawson menatap mereka satu per satu. "Aku titipkan hidup Nessa pada kalian."David menarik napas. “Kami b

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 107 Jangan Melibatkan Istriku

    Dua hari berlalu sejak insiden di galeri. Nessa akhirnya diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Meski kondisinya sudah membaik, Dawson tetap tidak tenang. Ia datang menjemput Nessa pagi-pagi sekali, mengenakan kemeja gelap dan mantel panjang, wajahnya tak lepas dari ekspresi serius sejak memasuki bangsal.Di dalam mobil, Nessa duduk diam, kepalanya bersandar di jendela sambil memandangi jalanan. Dawson sesekali melirik, memastikan gadis itu baik-baik saja.“Kalau kamu masih ingin istirahat di rumah sakit, aku tidak keberatan,” ujar Dawson pelan, memecah keheningan.Nessa menggeleng kecil. “Aku lebih tenang di rumah. Apalagi di rumahnya ada suamiku.” Dawson menoleh dan tersenyum sambil mengacak-acak rambutnya. “Aku akan selalu ada.”Nessa hanya tersenyum tipis, ia tahu suaminya tidak akan selalu ada, mengingat pekerjaannya yang mengharuskannya jarang pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, beberapa pria berseragam hitam dengan tubuh gagah dan besar langsung membukakan gerbang. Meng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status