Share

Bab 6

Bab 6

Kulihat wanita usia kisaran dua puluh tahunan menggandeng erat lengan lelaki yang telah bersamaku bertahun-tahun. Sakit dan perih menyayat hati ini ketika wanita itu dengan beraninya bersandar di bahu suamiku. Tak terasa air mata yang sejak tadi tersimpan di sudut netraku pun mengalir perlahan.

Aku menghela napas berat, kemudian menyeka air mata yang telah terlanjur tumpah. Ada bayangan sekelebat di mata ini, bahkan menguatkan agar tegar, yaitu sosok anak yang kini berada di rumah orang tuaku. Ya, aku ibu yang kuat, tak boleh cengeng menangisi orang yang tak berguna jadi kepala rumah tangga.

"Ini ada Adit juga, ia merangkul pinggul wanita seksi berusia muda, sepertinya baru lulus kuliah," ucapku sembari menyodorkan ponsel Yuri. Ia pun meraihnya dengan memasang senyuman kuat, Yuri terlihat tegar, aku harus seperti dia, tak boleh rapuh.

"Sudah kuduga, dia mencari daun muda, kita lihat saja, semua akan hancur dan wanita itu pun pasti meninggalkan lelaki hidung belang," ancam Yuri penuh dendam. Namun, sikapnya tetap santai.

"Lalu apa rencana kamu setelah ini? Hatiku sakit, menyaksikan suami sendiri masuk ke dalam kamar hotel berdua dengan wanita lain. Setidaknya jika tak ingat dengan istri, ingatlah pada anaknya," gumamku masih menyimpan perih.

"Kita tidur dulu, pikirkan rencana ini matang-matang, kamu harus kuat, Aura. Lelaki itu harus diberikan pelajaran, jangan sampai mereka menginjak-injak kita, kaum wanita," tegas Yuri.

Aku menghela napas panjang, lalu tersenyum tipis di hadapannya. 'Ya, aku kuat, pasti kuat,' gumamku dalam hati.

Aku coba pejamkan mata ini. Namun, rasa pun tak bisa dibohongi, selalu terbayang wajah wanita itu bersama suamiku bercanda manja seraya pasangan sedang dimabuk asmara.

Aku tidur membelakangi posisi Yuri berbaring. "Yuri, kamu sudah tidur?" tanyaku pelan. Ada isak tangis kudengar samar-samar. Mungkinkah Yuri yang mengaku kuat itu rapuh dalam baringannya?

"Belum, Mbak," jawabnya

"Kamu nangis, Yuri?" tanyaku sambil balik badan ke arahnya.

Suasana hening sejenak, kulihat jari jemarinya berada di pipi dengan cepat. Ya, aku yakin Yuri sedang mengusap air matanya.

Aku pun penasaran dan menarik punggungnya yang masih membelakangiku. Benar dugaanku, mata Yuri masih berkaca-kaca.

Aku angkat sedikit tubuhnya, lalu memeluk Yuri erat.

"Sabar ya, kita saling menguatkan. Mulut boleh berkata kuat, tapi aku tahu kamu juga bisa rapuh, menangislah, tapi kita tak boleh berlarut-larut," ucapku gantian menguatkan Yuri.

Bohong rasanya jika seorang wanita tak menangis diperlakukan seperti ini oleh suaminya. Wanita kuat sekalipun, air mata pasti ada yang menetes. Namun, air mata wanita kuat itu bukan air mata cengeng, ia hanya kecewa pada orang yang diharapkan setia.

"Iya, Mbak. Aku hanya kesal pada suami, sudah dibantu cari uang malah enak-enakan," isak Yuri sambil mengusap air matanya. "Ya sudah, kita tidur, besok kita suruh Raka ke administrasi hotel," ajak Yuri.

"Berati besok digerebek Raka dan warga sekitar?" tanyaku dengan polosnya.

"Lihat saja besok, Mbak," tutup Yuri.

Kemudian, kami merebahkan tubuh kembali untuk segera tidur.

***

Benar kata orang, setelah menangis jadi mudah untuk tidur lelap, begitu pula dengan semalam, kami tidur terlelap setelah beberapa menit mengeluarkan air mata.

Aku mengajak Yuri untuk melaksanakan ibadah salat subuh. Sekitar pukul 05:00 WIB kami melaksanakannya berjamaah. Berharap Tuhan memberikan kesadaran pada suami kami berdua. 

Terlintas bayangan mereka berdua yang berjalan lenggak-lenggok menuju kamar hotel. Bayangkan saja, kami berdua semalaman tidur tanpa pelukan suami, sedangkan mereka asik berduaan dengan wanita idaman lain.

Yuri sedang menghubungi Raka. Melakukan aksi selanjutnya. 

"Tunggu Raka menghubungiku, ia sudah kuperintahkan menanyakan identitas kedua pasangan itu. Raka juga mempersiapkan penggerebekan mereka." Yuri menjelaskannya sambil bersiap sarapan.

Setelah beberapa menit, Raka pun menghubungi Yuri kembali. Kebetulan Raka sengaja menyewa kamar di hotel yang sama.

Aku yang masih mengunyah makanan pun segera meneguk segelas air putih, dan ikut mendengarkan Raka melalui sambungan telepon.

"Halo, Raka. Bagaimana aksi kamu sudah berhasil?" tanya Yuri. Aku pun siap mendengarkannya, sebab Yuri telah mengaktifkan speaker.

"Maaf, Mbak. Kita tidak bisa menggerebek mereka," ucap Raka membuatku terkejut.

"Loh memang kenapa?" tanya Yuri menyelidik.

Aku pun mengubah posisi duduk menjadi lebih serius. Tanganku menyanggah berada di bawah dagu seraya menyanggahnya.

"Begini, Mbak. Mereka berdua pasangan suami istri," jawab Raka membuat aku dan Yuri saling beradu pandang. Suami istri katanya? Sejak kapan? Apa ada buku nikah sebagai buktinya?

"Buktinya apa?" tanya Yuri lagi.

"Kedua wanita itu orang sini asli, dan mereka bawa bukti bahwa telah menikah dengan suami Mbak Yuri, dan yang satunya dengan lelaki bernama Dafa," jawab Raka membuatku mendesah kesal. Astaga, jadi Mas Dafa punya istri muda? Aku tidak tahu mengenai hal ini. 

Wajahku kini tertutup oleh kedua tangan. Rasa kecewa berat pada ayah dari anakku semakin besar. Saat ini aku benar-benar kecewa berat padanya.

"Ada bukti, nggak?" tanya Yuri semakin keras. Kulihat matanya merah padam setelah mendengar penuturan dari Raka.

"Ada, Mbak. Sebuah perjanjian pernikahan siri mereka," jawab Raka lagi.

Hancur, kami berdua tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang. Namun, tiba-tiba ide terlintas di kepala, lalu sontak ikut bicara dengan Raka.

"Raka, tolong foto bukti itu, kalau perlu minta kertasnya, kemudian foto copy," suruhku. Yuri memandangku dengan mata menyipit sambil menanyakan untuk apa melalui kode dari dagu yang ia angkat.

"Baik, Mbak. Laksanakan," jawab Raka. Kemudian, telepon pun terputus.

Yuri pasti penasaran, untuk apa kertas itu. Aku teringat Mas Dafa pernah cerita, bahwa temannya ada yang selingkuh lalu istri keduanya ke perusahaan dengan membawa bukti pernikahan siri mereka. Setelah kedatangan istri kedua itu ke perusahaan, temannya langsung dipecat secara tidak hormat, karena kebohongan yang telah temannya perbuat. Istri saja dibohongi, bagaimana dengan perusahaan? Meskipun itu bukan ranahnya. Namun, jika sudah mengganggu perusahaan, pasti tidak ada toleransi lagi.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status