Bab 5
"Video sedang joget bersama biduan dangdut, mana bisa ini dijadikan bukti bahwa suami kita selingkuh," cetusku pada Yuri. Ia pun terkejut mendengar penuturanku."Loh, hanya video sedang joget? Aduh bagaimana sih Raka, bukankah aku suruh cari bukti yang dapat menguatkan kita. Nanti kucoba suruh Raka telusuri lagi," ujar Yuri juga turut kesal dengan apa yang kami dapatkan.Yuri meletakkan ponselnya kembali, ia tidak bicara apa-apa pada mata-mata yang telah ia sewa untuk mengintai suami kami yang tengah asik liburan."Emm, kamu tidak berusaha hubungi mata-mata kamu lagi?" tanyaku agak sungkan. Kemudian, Yuri tersenyum sambil melihat ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya."Masih sore, aku yakin sekali mereka masih menikmati suasana dingin bersama teman dan biduan itu, belum melakukan apa-apa di sana, kita tunggu agak malam, ya Mbak," tutup Yuri sembari bersandar di sofa.Aku pun mengangguk, kemudian mengajak Yuri pindah ke ruang televisi. Ia wanita yang supel, asik diajak bicara, padahal kami jarang berjumpa, bisa dibilang tidak pernah. Namun, sikapnya kepadaku seraya sudah mengenal lama.Di depan televisi, kami memutar channel yang seru untuk ditonton. Tontonan yang kami lihat adalah acara memasak agar lebih menantang, bukan menonton sinetron yang bisa membuyarkan rencana kami.Aku suguhkan juga makanan untuknya, sebab sedari sore ia datang, aku belum menyuguhkan makanan, khawatir ia lapar namun sungkan bicara padaku."Makan dulu, Yuri. Biar kuat menghadapi hidup," candaku pada Yuri."Bisa saja deh, Mbak Aura. Ini masak sendiri kah?" tanya Yuri balik."Tadi mertuaku bawa masakan dari rumahnya, tapi dia sudah pulang," jawabku sambil menyiapkan nasi beserta lauk pauk untuknya."Mertua kamu perhatian itu, atau sengaja mengalihkan perhatian agar suamimu bisa pergi?" tukas Yuri. Aku tertegun sejenak, sedari tadi otak ini juga berpikiran seperti itu. Bukan berburuk sangka, tapi kenapa bisa pas ketika suamiku hendak pergi pagi tadi? Mama mertua tak pernah ke sini pagi-pagi, apalagi ia tahu bahwa anakku tidak berada di rumah."Sudahlah, kita fokus menguak semuanya, kalau mertuaku turut serta menutupi kesalahan suamiku, berati mereka harus menerima konsekuensinya nanti, setelah pisah aku takkan membiarkan anakku nanti dirawat sehari pun olehnya." Aku bicara panjang lebar pada Yuri, sebab hati ini sudah mulai muak terhadap keluarga suami sendiri.
Kami berdua makan sambil bersenda gurau, menikmati masakan buatan mertua, tapi ada sedikit nyinyiran yang kami lontarkan seandainya terbukti kuat rahasia yang mereka sembunyikan.
"Entah kenapa aku yakin sekali bahwa mereka merahasiakan sesuatu. Kemungkinan grup itu ada ketuanya, memang ya teman itu berpengaruh besar dalam hidup kita," tutur Yuri membuatku berpikir sejenak. Ya, memang semenjak Mas Dafa memiliki mobil dan berteman dengan club itu, ia pun terbawa arus pertemanan mereka. Dari gaya hidup hingga perlakuan padaku agak sedikit berbeda.Teringat ucapan salah satu rekan yang berada di grup tersebut. Ada yang meremehkan lelaki yang takut akan istrinya. Padahal, suami yang takut istri bukan karena rendah di hadapan istrinya. Namun, karena amat menyayangi dan menghargai istrinya. Persepsi yang dilontarkan salah seorang temannya sungguh amat menyudutkan lelaki agar tidak takut dengan istrinya, bahkan semena-mena memperlakukan sang istri."Iya, Yuri. Dari ucapan-ucapan dalam ketikan di grup yang tadi kubaca, bisa dinilai bahwa isi grup itu tidak membawa suami kita ke jalan yang benar, malah justru merusak," ungkapku sambil merapikan kembali makanan yang sudah hampir habis kami lahap.Jam dinding telah menunjukkan pukul 20:15 WIB. Yuri pasti bermalam di sini, lebih baik aku kunci pintu rumah terlebih dahulu.
"Aku kunci pintu dulu, kamu nginep di sini, kan?" tanyaku pada Yuri."Iya, aku bermalam di sini, pagi ini pulang, boleh kan?" tanyanya. "Tentu dong," jawabku sembari melangkah ke depan untuk mengunci pintu.Aku berharap ada kabar lagi dari Raka yang bertugas menyelidiki suami kami. Namun, sudah hampir dua jam kami belum mendapatkan kabar darinya.Kulihat wajah Yuri yang fokus melihat ke arah ponselnya sambil mengusap dan scroll, ia terlihat cemberut dan gusar, terbaca dari sikapnya yang tiba-tiba menyandarkan kepalanya sambil menghela napas berat."Kamu kenapa, Yuri?" tanyaku sambil duduk di sebelahnya."Belum ada kabar dari Raka, ini aku chat malah centang satu, bener-bener bikin aku tidak bisa tidur kalau begini," sahutnya dengan wajah murung.Malam kian larut, suara jangkrik mulai terdengar santar dan bising. Ya, perumahan tempat kami tinggal bekas sawah-sawah, jadi jika malam seperti ini terdengar suara keramaian hewan malam."Sudah jam sembilan, Yuri, kita pindah ke kamar, yuk!" ajakku sambil berdiri. Tanganku siap meraih pergelangan tangan Yuri yang masih sibuk melihat ke arah ponselnya.Tling ....Suara pesan terdengar dari ponsel Yuri. Mata Yuri membulat seketika saat melihat nama kontak yang membalas adalah Raka."Syukurlah, Raka balas, ia kirim video lagi." Aku disodorkan ponselnya kembali.[Maaf, Mbak. Tadi baterai tiba-tiba mati, tapi sempat merekam aksi lelaki yang menggandeng wanita ke hotel. Ini rekamannya.]
Astaga, ia bilang ke hotel bersama wanita. Suamiku kah itu? Apa suaminya Yuri? Atau bahkan keduanya?BersambungBab 6Kulihat wanita usia kisaran dua puluh tahunan menggandeng erat lengan lelaki yang telah bersamaku bertahun-tahun. Sakit dan perih menyayat hati ini ketika wanita itu dengan beraninya bersandar di bahu suamiku. Tak terasa air mata yang sejak tadi tersimpan di sudut netraku pun mengalir perlahan.Aku menghela napas berat, kemudian menyeka air mata yang telah terlanjur tumpah. Ada bayangan sekelebat di mata ini, bahkan menguatkan agar tegar, yaitu sosok anak yang kini berada di rumah orang tuaku. Ya, aku ibu yang kuat, tak boleh cengeng menangisi orang yang tak berguna jadi kepala rumah tangga."Ini ada Adit juga, ia merangkul pinggul wanita seksi berusia muda, sepertinya baru lulus kuliah," ucapku sembari menyodorkan ponsel Yuri. Ia pun meraihnya dengan memasang senyuman kuat, Yuri terlihat tegar, aku harus seperti dia, tak boleh rapuh."Sudah kuduga, dia mencari daun muda, kita lihat saja,
Bab 7"Emm, kita akan menang, Yuri. Kertas itu akan menjadi akhir Dafa dan Adit. Mereka akan menyesal telah mempermainkan kita," tuturku pada Yuri. Ia pun menghela napas panjang sambil tersenyum tipis di hadapanku."Ide bagus, lelaki seperti mereka memang harus dimusnahkan, memang dasar lelaki tak ada puasnya," umpat Yuri terdengar sangat kesal.Setelah mendapatkan kabar dan bukti dari Raka. Kami agak sedikit lega, perlahan semua akan terkuak dan mereka akan malu dengan sendirinya."Aku pamit dulu, ya. Senin kita ke tempat kerja mereka, dan memberikan kejutan spesial untuknya," cetus Yuri sambil merapikan tas yang ia bawa."Iya, mereka akan berakhir esok hari, setelah semalaman bersenang-senang," candaku pada Yuri. Kami pun tertawa lepas seketika, beban dan sakit hati kami lupakan sejenak.Kemudian, tak lupa aku bertukar nomor kontak agar lebih mudah komunikasi nanti
Bab 8Aku segera membuka pintunya sambil menyiapkan alasan jika itu benar mertuaku yang datang.Kubuka pintu dengan lebar, dan setelah melihat sosok yang datang aku pun menghela napas lega."Mbak Kinan, ada apa Mbak?" tanyaku pada tetangga yang datang. Ternyata tetangga sebelah rumah yang ke sini. Kulihat ia membawa mangkuk yang ditutupi piring."Aku masak tumis jamur, cobain deh, Mbak," ucapnya sembari menyodorkan mangkuk tersebut. Aromanya sungguh menggugah selera, pasti enak rasanya. Ya, Kinan memang pandai memasak, tiap kali ia masak aku selalu kebagian mencicipi."Wah, dari aromanya saja sudah bikin lapar, makasih banyak ya," ucapku sambil mengendus-endus makanannya."Itu temannya Mbak Aura?" tanya Kinan. Sebaiknya aku harus
Bab 9"Apa sih teriak-teriak?" tanya Mas Dafa, ia pun bertanya dengan nada sedikit meninggi. Tiba-tiba aku teringat ucapan Yuri, besok adalah hari kehancuran para suami yang berkhianat. Sepertinya tak perlu lah tanyakan celana dalam yang kutemukan dengan memakai otot. Buang-buang tenaga saja."Mas Dafa yang katanya tampan, aku mau tanya ini milik siapa? Kenapa ada di tas kamu?" tanyaku dengan mengangkat kedua alis. Tanganku memegang celana dalam hanya dengan ujung jari. Tak lupa aku tutup lobang hidung ini dengan tangan sebelah kanan."A-anu, Sayang. A-aku pun nggak tahu itu milik siapa, hemm jangan-jangan anak-anak yang lain nih iseng biar kita ribut," elak Mas Dafa dengan terbata-bata.Sudah kuduga, ia takkan mengakui meskipun bukti ada di depan mata. Padahal ada bukti yang lebih akurat lagi sudah dipegang oleh Yuri
Bab 10POV DafaSudah hampir setahun setengah aku menjalani pernikahan siri dengan Ayumi Titta Devi. Seorang gadis desa yang dikenalkan oleh Pak Gilang, atasan di pabrik.Awalnya kami mendirikan club mobil untuk touring sekadar refreshing. Namun, Pak Gilang menyodorkan seorang wanita cantik, muda, dan baby face tentunya.Tidak hanya aku yang disodorkan, semua yang ikut club disodorkan olehnya. Namun, ada beberapa yang menolak dengan alasan belum bisa berlaku adil dengan istri pertamanya.Malam sebelum berangkat touring, ponselku berisik hingga malam. Aku sempat tertidur karena kelelahan, tapi tiba-tiba saja mata ini terbuka kembali. Lalu kulihat layar ponsel penuh dengan notifikasi grup. Kutengok ke arah Aura yang sudah terbaring, terlintas kekhawatiran bila Aura membaca sedikit pesan yang ada di jendela ponselku. Meskipun aku kunci
Bab 11POV Dafa"Kamu itu mempertanyakan sesuatu yang benar-benar di luar wewenang kamu, ini uangku, terserah dong mau untuk apa, kan yang bayar juga aku nantinya, kalau kamu tidak percaya dengan ucapanku, ya sudah, jangan perpanjang masalah kecil jadi besar," tegasku pada Aura. Ya, aku harus menegaskan ini padanya. Ia tak punya hak untuk mengatur uang yang aku peroleh dari keringat sendiri, yang terpenting nafkah untuknya tetap aku berikan."Ya, aku tidak berhak, mentang-mentang hanya ibu rumah tangga, kalau begitu caranya, aku akan cari kerja juga, biar kamu tak seenaknya melakukan ini terhadapku," pungkasnya terkesan merajuk. Ia balik badan, lalu tarik selimut untuk segera tidur."Loh, aku belum makan, kenapa sudah tidur?" tanyaku sambil menarik selimutnya kembali."Bodo amat, kamu cari makan sendiri saja," timpalnya berl
Bab 12POV AuraLelaki memang sering kali berkelit dalam kebohongan yang ia buat. Sudah bohong lalu menutupi kebohongan lainnya dengan kebohongan lagi dan lagi. Itu semua sudah menjadi hal yang lumrah sering ditemui di sekitar.Baiklah, masalah emas yang ia gesek melalui kredit card sudah aku tutup, anggap selesai dan tak pernah ada masalah soal ini, itu yang Mas Dafa harapkan.Aku segera tarik selimut, begitu pun Mas Dafa, ia ikut tidur dalam keadaan perut kosong, sebab aku tak mau diajaknya cari makan.***Pagi ini aku sarapan dengan sudah berpakaian rapi. Kemudian, Mas Dafa pamit dengan terburu-buru, seperti biasa ia pergi dengan menggunakan motor kesayangannya.
Bab 13POV Aura"Mungkin salah orang, Mas, saya nggak pernah keluar rumah jika tidak bareng suami," sanggahku terhadapnya.Lelaki itu diam sejenak, sepertinya mengingat kembali wajahku. Namun, tiba-tiba Mas Dafa mengeluh kesakitan kaki dan tangannya. "Aw! Sakit, Dek. Seluruh badan aku sakit, apalagi kaki dan tangan," keluh Mas Dafa."Mas, memang kerjaan Mas Dafa selama ini berat ya? Kok sampai begini?" tanyaku pada lelaki tadi, ini kesempatanku untuk mengalihkan pembicaraan juga."Dafa pindah bagian, Mbak. Sekarang di bagian limbah, mungkin karena baru pegang kerjaan ini jadi belum terbiasa," jelas lelaki itu.Aku pura-pura tidak mengetahui, dan pura-pura simpatik pada Mas Dafa."Mas, kamu dipindah kerjanya? Kenapa bisa dipindah? Yang sabar ya, Mas," ungkapku sambil memijat kakinya."Kalau begitu, kami pamit dulu ya, Mbak," ucap rekan yang satunya.Setelah mereka pe