Sepanjang malam aku tidak dapat memejamkan mata. Air mata terus saja deras mengalir dari ujung netraku. Aku hanya bisa menatap Mas Bayu yang memeluk bayi mungil kami, ada perasaan cemburu. Mereka adalah bapak dan anak. Sebentar lagi mereka berpisah. Dan Nayla berhak untuk itu. Berhak mendapat kasih sayang ayahnya. Apakah ini cara Mas Bayu menegurku. Menegur aku yang pernah menolaknya.Ya, aku ingat saat dia ke Belanda dan kita pulang dari Volendaam, aku sempat mendiamkannya. Meskipun dia tidur memelukku, aku tak meresponnya. Kau hanya diam saja. Apakah dia masih menyimpan kemarahannya hingga saat ini? Kemaren, usai pertengkaran pun, aku juga malas diajak tidur karena dia tak kunjung memberiku penjelasan.Apa lalu dia berfikir aku memang layak untuk ditinggalkan? Karena aku telah mengecewakannya? Tak adakah kesempatan tersisa lagi untukku? Apakah Mas Bayu sungguh tak mau mempertahankan hubungan ini? Aku memang salah. Aku memang pergi darinya. Apakah aku harus menyesalinya jika akhi
“Sudah siang, Ra. Aku khawatir ketinggalan pesawat,” ujarnya, sontak membuatku melepaskan pelukanku. Aku tergugu. Hatiku sakit. Aku dicampakkannya lagi. Dulu, dia mencampakkanku secara diam-diam dengan menikah lagi, hatiku sudah sakit tak terperi.Kini, dia mencampakkanku secara langsung. Di depan mataku. Rasa dadaku seperti ditusuk-tusuk sembilu. Aku rindu Mas Bayu yang marah-marah karena cemburu. Aku rindu Mas Bayu yang posesif. Bukan seperti ini. Bukan Mas Bayu yang merasa kalah. “Aku buatkan sarapan, Mas,” ujarku saat Mas Bayu mengeluarkan koper dari kamar. Aku membuat omelet dan sosis serta roti panggang untuk mengganjal perut. Serta tak lupa teh manis panas kesukaannya. Mas Bayu mengangguk, lalu ia duduk di kursi meja makan usai meletakkan kopernya di sudut ruangan.Aku menemaninya, karena aku juga perlu mengisi perut. Sebentar lagi Nayla akan bangun untuk disusui. Dengan cepat kuselesaikan makananku, karena sebelum Mas Bayu usai makan, aku masih harus menyiapkan Nayla da
[May, tolong datang ke apartemenku] Aku mengirimkan pesan kepada Mayang, sahabatku. Aku tahu diapun sibuk dengan kuliahnya. Dia mengambil program yang dua tahun. Sementara aku hanya program satu tahun. Sehingga belum saatnya bagi dirinya untuk tesis.[Ada apa, Say?][Aku butuh teman.]Saat Mayang datang, tangisku langsung pecah. Bahkan aku tak daoat berkata-kata. Aku tak dapat bercerita apa yang terjadi. Aku hanya bisa mengatakan bahwa Mas Bayu sudah pulang. Itu saja. Aku yakin, Mayang paham apa yang terjadi tanpa aku mengatakan. Sejak awal, aku sudah cerita banyak. Dari pernikahan kami yang tanpa cinta. Hingga aku diam-diam kabur ke Belanda. Dan dia orang yang mudah mencium gelagat kurang baik tanpa aku harus bercerita secara gamblang.“Sabar...” Mayang mengusap punggungku saat kami berpelukan. Aku masih sesenggukan dalam pelukannya. “Sekarang kamu fokus pada ujian tesismu, agar kamu segera bisa balik Jakarta,” ujar Mayang mencoba menenangkan. Aku hanya bisa mengangguk setuju den
Bayu menyusuri hall menuju ruang tunggu Bandara Schipol di Amsterdam. Lalu ia duduk di ruang tunggu tempat gate pesawat penerbangan arah Jakarta yang masih satu jam lagi. Dia memilih tempat duduk menghadap terminal pesawat dibandingkan menghadap lalu lalang para calon penumpang lain yang keluar masuk toko-toko souvenir di area ruang tunggu bandara itu. Ponsel yang di sakunya berbunyi. Nama Fahira terlihat di layar! Entah sejak kapan ada nama itu di sana. Apakah Fahira menyimpannya sendiri untuknya. Foto Fahira menggendong Nayla terlihat di panggilan itu. Sayang, Fahira belum menggantinya dengan foto terbaru mereka bertiga kemarin. Bayu tak ada keinginan untuk mengangkat panggilan itu. Dia khawatir menjadi bimbang dengan keputusannya. Dia hanya ingin sendiri. Ia butuh menyendiri sejenak untuk merenungi apa yang telah terjadi. Dia tak ingin hidup dalam tekanan keterpaksaan atas nama bakti. Dia ingin membebaskan Fahira, tapi, hati kecilnya masih berkata tidak. Dia perlu ketenangan
“Ma, makan dulu, ya. Bayu nanti pasti pulang bersama Fahira dan cucu mama." Wulan membujuk mamanya yang masih dengan tatapan kosong di atas ranjang. Sejak kepergian Papa Bayu, kesehatan sang mama menurun drastis. Beruntung ia masih bisa dirawat di rumah, meski dua minggu sekali kontrol ke rumah sakit. Wanita paruh baya itu tampak semakin terlihat tua dari usia yang sesungguhnya. Keseharian hanya dihabiskan diatas tempat tidur saja. Meskipun kadang Wulan berusaha mengajaknya keluar jalan-jalan dengan kursi roda, mencari udara segar, tapi mama Bayu memilih tinggal di rumah. Dia merasa sungkan dengan tetangga. Takut menjadi omongan orang karena telah gagal menjadi orang tua. Karena telah menyetujui Bayu menikah dengan mantan kekasihnya setelah dijodohkan dengan wanita lain.Wanita paruh baya itu semakin rapuh setelah kepergian suaminya. Dulu, meskipun anak-anak sudah tak lagi tinggal bersamanya, masih ada suaminya yang selalu menemani. Kini, jiwanya merasa kosong. Separuh hatinya telah
Pagi itu, Fahira mendapat jadwal ujian sidang thesis pukul 09.00 waktu Belanda.Beruntung saat itu sudah menjelang musim panas, sehingga jam 09.00 tidak terlalu pagi bagi Fahira untuk menyiapkan dirinya dan membawa Nayla ke kampus.Sejak Bayu tidak ada, tentu saja kemanapun Nayla harus bersamanya. Termasuk saat hari pentingnya saat ini, ujian tesis. Faisal sudah mengetahui jadwal itu, karena setiap ada mahasiswa yang akan ujian, namanya akan terpampang di berbagai layar pengumuman yang terdapat di fakultas.Faisal tahu kalau dirinya diblokir. Tapi, dia tak mengerti apa alasannya. Tapi, dia menduga ini semua karena Bayu.Sejak percakapannya terakhir via pesan singkat saat Fahira mengerjakan presentasi, Fahira tak bisa dihubungi. Ingin rasanya bertanya saat melihatnya di sekitar apartemennya, tapi dia khawatir, Bayu akan melihatnya dan marah pada Fahira. Entah mengapa, saat dia sedang ingin mendekat ke Fahira, Bayu selalu saja memergokinya. Mungkin memang sudah saatnya bagi Faisal men
Fahira hanya membawa satu koper saja. Barang lainnya sudah dia kirim melalui jasa ekspedisi. Hanya Mayang yang mengantarnya ke Bandara Schipol. Tak ada yang farewell seperti halnya mahasiswa lainnya. Tak ada foto bersama dengan teman lamanya sebagai kenangan terakhirnya. Hanya ada foto dirinya dan Mayang, sahabat terbaiknya.“Sampai Indonesia, langsung kirim kabar, ya.” Mayang mengusap punggung Fahira saat mereka berpelukan. Ada rasa senyap saat dia melambaikan tangan ke Mayang usai menerima boarding pass.Fahira berjalan gontai masuk ke imigrasi. Karena membawa bayi, Fahira diberikan akses masuk pada antrian khusus. Sehingga, tidak sampai sepuluh menit dia sudah menyusuri hall dalam bandara menuju ruang tunggu untuk penumpang yang akan kembali ke Jakarta dengan maskapai nasional. Tak ada kecemasan meskkipun dia membawa Nayla yang belum berumur 4 bulan itu naik pesawat. Yang ada dalam pikirannya, dia ingin pergi dari Belanda, menghapus semua kenangan di sini. Kenangan di mana dia in
“Faisal?!” guman Bayu. Mata Bayu melebar saat melihat siapa yang berdiri di depan pintu ruang tamunya. Biasanya Bayu jarang keluar kamar. Hari ini, Wulan sedang keluar dengan Bi Darni. Setelah ketukan ke sekian, Bayu terpaksa beranjak dari kamarnya menuju ruang tamu dan membuka pintu. Dipindainya lelaki muda yang berdiri di depan pintu. Ya, dia yang selama ini menjadi rivalnya dalam merebut hati Fahira. Tapi, siapa wanita muda yang bersama Faisal. Bukan. Dia bukan adik Faisal. Bayu tahu siapa adik Faisal. “Bayu?!” Faisal tak kalah kaget saat melihat Bayu yang sangat berubah. Penampilannya sangat tak terurus. Matanya cekung, pandangannya terlihat kosong, pipinya tirus dengan jambang halus. Sementara rambutnya dibiarkan panjang hingga melewati bahu. Hampir dia tak mengenalnya. Tapi, mengapa, Bayu bisa berubah seperti ini. Kemanakah Fahira? Terakhir kali dia bertemu Fahira saat Fahira ujian tesis, tanpa Bayu. Setelahnya, Fahira seperti hilang ditelan bumi. Mayang satu-satunya yang