Share

Bab. 4 Setelah 14 tahun

"Syadil...cepat kau cuci bajuku ini! Malam nanti aku akan memakainya ke pesta ulang tahun temanku!" Sebuah kain melayang dan jatuh tepat diwajah seorang gadis yang tengah sibuk meracik minuman ke dalam gelas.

"Syadil...bawakan minumanku ke sini! Cepatlah, aku sedang sangat terburu buru sekarang!" Belum genap lagi langkah kaki gadis itu mencapai tempat mencuci pakaian, orang itu kembali berteriak memanggilnya.

"Syadil...Syadilla...! Selain buta, apa kau juga tuli sekarang, hah? Aku bisa terlambat ke kampus karenamu!"

"Maaf! Maafkan aku, Elena! Aku tadi belum selesai membuat teh-mu saat kau menyuruhku mencuci bajumu." Syadilla tergopoh-gopoh membawa nampan berisikan secangkir teh di atasnya, sesuai pesanan Elena.

Dengan gusar Elena segera menyambar minumannya. Tenggorokannya terasa sangat kering juga seret saat menyantap nasi goreng buatan ibunya.

"Phhuuuuufff....!" Tiba-tiba saja Elena menyemburkan minuman dari mulutnya. Entah sengaja atau tidak, yang jelas air teh itu mengenai tubuh Syadilla yang kebetulan masih berdiri di depannya.

"Air apa yang kau berikan padaku, hah? Jangan bilang Kau lupa memasukkan gula ke dalam tehku. Rasa air comberan!"

"Byuuur....!" Elena serta merta menyiramkan air teh di cangkirnya ke wajah Syadilla. Membuatnya reflek tergagap ketika air yang masih setengah panas itu terpercik di wajahnya.

Namun selanjutnya, Syadilla hanya mampu menunduk sembari buru buru menyeka mukanya dengan lengan bajunya. Wajahnya yang putih seperti salju seketika memerah seperti hendak meleleh. Perih dan panas begitulah yang ia rasakan waktu itu, seperti terbakar. Dalam diam dan dengan wajah yang kian tertunduk setitik demi setitik air matanya mulai meluncur di pipi halusnya. Karena, ada yang terasa lebih panas lagi perih saat itu. Hatinya!

Syadilla berusaha kuat menekan kesedihannya atas perlakuan Elena yang selalu temperamental padanya. Bagaimanapun, ia merasa berhutang budi pada keluarga angkatnya. Itu mengapa dia hanya bisa pasrah menerima setiap perlakuan kasar mereka.

Apalah dirinya? Hanya seorang gadis buta yang lemah dan polos untuk melawan kekejaman dunia. Meski jauh di lubuk hatinya ia slalu berdoa, berharap sebuah keajaiban menghampiri dan meraihnya dari kemalangan.

"Syadilla...apa yang kau tunggu? Cepat kau selesaikan pekerjaanmu, aku beri kamu waktu satu jam untuk menyelesaikan semuanya!" Sebuah teriakan yang cukup nyaring dari bibi Sani membuyarkan lamunan Syadilla. Ia segera menyusut air matanya dan berjalan ke arah tempatnya mencuci pakaian.

Meskipun kedua mata Syadilla tak dapat melihat semuanya, tetapi gadis itu telah begitu hafal dengan seluk beluk rumah itu, termasuk barang apa saja di dalamnya. Berapa langkah ia harus menuju kamar mandi, dapur, ruang depan, juga kamarnya? Itulah sebabnya dirinya mampu menyelesaikan pekerjaan rumah dengan baik dan masih diterima oleh istri dan anak dari paman Juang.

"Ingat, kau harus menjual habis semua bunga-bunga itu nanti. Elena butuh banyak uang untuk biaya kuliahnya. Jangan harap untuk pulang dan mendapat jatah makan malam kalau kau tak membawa cukup banyak uang hari ini. Kau mengerti?" Bibi Sani terus saja membombardir Syadilla dengan rentetan ancaman ditengah kesibukannya bekerja.

****

"Bunga... bunga... bunga segarnya Tuan, Nyonya!" Syadilla terus berteriak menawarkan dagangannya pada orang orang yang hilir mudik di trotoar jalan. Berharap beberapa orang dari mereka sedia menepi dan membeli bunga bunganya yang ia bawa dalam sebuah keranjang rotan.

Masih terngiang-ngiang ucapan bibinya tadi pagi. Bila Syadilla tak mendapat banyak uang hari ini, maka perutnya harus bersiap siap menahan lapar hingga esok. Belum lagi hukuman tambahan yang nantinya akan ia dapatkan.

Memikirkan hal ini, membuat Syadilla tertunduk lesu. Sebab kenyataannya, hingga tengah hari bunga dagangannya masih banyak menumpuk di keranjang.

"Pergi...pergi! Petugas penertiban jalan, dataaaang!" Terdengar teriakan lantang seseorang tiba-tiba.

"Ayo, cepat! Kita kemasi semua barang daganan kita, kalau tidak mereka akan menyita atau malah menghancurkan semuanya!" Suara yang lain terdengar menimpali teriakan orang pertama tadi.

Suasana kemudian menjadi begitu gaduh. Para pedagang yang berjajar di sepanjang tepi jalan itu mulai panik. Dari pedagang makanan, pakaian, hingga aksesoris di sana, semua begitu sibuk berusaha menyelamatkan dagangan mereka dan kemudian berlari menjauhi aparat.

"Pergi...! Ayo, cepat lari!" 

"Drap... drap... draaaap....!" Derap langkah orang orang yang berlari sambil berteriak teriak di sekeliling Syadilla membuatnya ikut panik sekaligus bingung. Tangannya mencengkeram erat keranjang bunganya.

"Bagaimana ini? Aku harus berlari kemana? Paman Juang tidak ada di sini, tadi dia segera berlalu setelah menurunkanku di tempat ini!" Beribu pemikiran mulai berjejal di benak Syadilla. Ia menggigit bibir bawahnya menahan ketakutan yang merayap di hatinya.

"Syadilla cepat lari! Apalagi, yang Kau tunggu?" Seseorang menarik salah satu tangan Syadilla.

"Bibi Syam?" Ternyata, Syadilla mengenali siapa yang telah menghampirinya.

"Ayo cepaaat...!" Kembali perempuan itu berteriak dan menarik Syadilla untuk ikut berlari bersamanya. 

Namun, tiba-tiba saja dari arah belakang, seseorang berlari sangat cepat dan tanpa sengaja menabrak keduanya.

"Brraaaaakkk...!" Tubuh Syadilla jatuh tersungkur. Orang tadi menabraknya dengan sangat keras. Keranjang di tangannya terpental sehingga memuntahkan seluruh isi di dalamnya. Bahkan yang lebih parah, tanpa ia tahu keranjangnya tersebut sempat menggores sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari mereka.

"Oh tidaaak! Ya Tuhan...!" teriak bibi Syam saat menyadari genggaman tangannya terlepas dari Syadilla, sehingga gadis itu terjatuh.

"Haah..!" Lalu seketika ia membekap mulutnya sendiri. Tubuhnya gemetar kala melihat tak jauh dari mereka aparat penertiban jalan semakin mendekat ke arah mereka.

Bagaimanapun, bibi Syam tak mau tertangkap lagi setelah pengalaman yang dulu. Saat itu, ia dan beberapa penjual lainnya tertangkap, hingg harus kehilangan barang dagangan mereka. Hanya mereka yang sanggup menebusnya dan membayar denda, dapat selamat. Tapi, tetap saja, sebagian barang mereka dikembalikan dalam kondisi banyak yang rusak ataupun koyak saat aksi berebut dengan para aparat itu sebelum tertangkap.

"Maafkan aku Syadilla, semoga nasibmu beruntung hari ini!" teriak bibi Syam dan  berlari meninggalkan Syadilla seorang diri.

Mendengar itu, Syadilla rasanya ingin menangis.

Walaupun dia tidak dapat melihat, dia tahu bahwa dirinya sedang dalam bahaya. Terlebih, dia mendengar suara pria berteriak ke arahnya.

"Cepat, tangkap gadis itu!"

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status