Malam di 2 tahun silam“Gi…” Gerry terus menyebut nama Gitsa sambil menatap Kia dengan penuh damba.“Aku bukan Mbak Gitsa, aku Kia, Pak.” Kia yang baru saja menghabiskan satu gelas wine dalam satu tegukan, mulai kehilangan kesadarannya. Tubuhnya limbung saat dia berdiri, melihat bantal empuk yang berada di atas ranjang membuatnya tergoda untuk merebahkan diri, tapi kala itu dia masih sadar jika hal itu akan membahayakan dirinya.“Gi…” panggil Gerry lagi.Meski Kia terus berusaha bertahan, tapi ternyata tubuhnya tak kuasa untuk tetap bertahan. Dia terjatuh ke atas dada bidang pria sang Bos. Tapi bukannya segera bangkit, Kia malah terasa nyaman mencium wangi tubuh Gerry.“Maafin aku ya, Gi,” ucap Gerry sambil memeluk wanita yang ia pikir adalah sang mantan kekasih.“Aku bukan Mbak Gitsa.” Kia masih berusaha menjawab meski dengan suara seraknya, dan hal itu malah memancing sesuatu yang tersembunyi di balik celana Gerry bergeliat.Gerry yang masih dipengaruhi alkohol hilang kendali dan mu
“Mbak Kim, aku harus gimana?” Kia sedang meminta solusi pada orang yang salah.“Aku juga bingung sih. Lagian kamu sih kenapa dulu langsung ngambil kesimpulan aja kalau kamu udah diperawanin, jadi runyam kan urusannya sekarang.” Dan benar kan, Kimmy malah menyalahkannya atas perbuatan yang tidak Kia perbuat.“Kan aku juga gak tau kalau dulu kita gak ngapa-ngapain, posisi kita kan sama-sama telannjang pas bangun, jadi siapa yang gak curiga kalau posisinya begitu,” jawab Kia sedikit sewot. Kenapa sekarang dia yang dulunya korban menjadi seorang tersangka? “Emang kamu gak merhatiin waktu itu ada darah di sprei atau gak?”“Enggak. Aku panik Mbak. Coba Mbak bayangin kalau waktu itu Mbak ada di posisi aku!” “Auto almarhum si Monyet kalau ngelakuin itu sama aku,” jawab Kimmy santai.'Hissst, susah banget sih ngomong sama orang ini.'“Aku harus gimana sekarang? Aku bakalan jadi janda bolong sesungguhnya kalau kayak gini,” keluh Kia pada dirinya sendiri.“Emang kenapa harus jadi janda? Gerry
“Kamu mau kemana?” tanya Gery melihat sang istri seperti akan pergi dari ruang kerjanya.“Mau ikut rapat tentang pemilihan tempat untuk family gathering nanti,” jawab Kia sambil menenteng tasnya. “Punya ide tempat yang asik untuk acara nanti gak?”Bukan menjawab Gerry malah mengedikan bahunya. “Gak penting juga buat aku. selama 2 tahun kerja aku gak pernah ikut-ikutan acara gak penting itu,” jawab Gery yang memang terlihat tak peduli. “Tapi ini penting loh buat mereka. Family gathering kan waktu yang paling ditunggu-tunggu para karyawan,” jelas Kia yang merasa kesal mendengar respon suaminya.Mendengar jawaban sang istri yang terdengar menyindir, Gery segera mengalihkan pandangannya layar laptop. “mereka enak punya keluarga yang bisa dibawa ke sana. Lah gue?”Menyadari kesalahannya buru-buru saja Kia beranjak dari tempatnya. Sorot mata sang suami yang mulai tak bersahabat, membuatnya harus waspada dari serangan enak yang pria itu lakukan. “Aku pergi dulu ya.” Sambil sedikit berlari m
Beberapa hari ini Kia terlihat murung, apalagi saat jam istirahat tiba. Bukan tanpa sebab dia seperti itu, pasalnya beberapa hari lalu ada salah seorang karyawan yang tak sengaja satu lift dengan dia dan Gerry setelah hari yang melelahkan itu terjadi, sepertinya perempuan itu mencurigai hubungan mereka, karena kebetulannya saat perempuan itu masuk, Kia tengah bersandar di bahu suaminya. Gerry segera beralasan bahwa Kia sedang kurang enak badan, tapi rambut setengah basah keduanya, pasti membuat wanita itu curiga.Seperti ketakutan Kia, setelah hari itu rumor miring mengenai dirinya pun mulai terdengar. Bahkan kini beberapa karyawan pria yang nakal mulai berani merayu dirinya dengan kata-kata yang membuat Kia ingin sekali menampar wajah mereka.“Mau makan di luar atau pesan lagi kayak kemaren?” tanya Gerry saat melihat sang istri hanya bermalas-malasan di jam istirahat.“Hari ini kita makan sendiri-sendiri aja deh, gimana?” usul Kia.“Kenapa? Kamu ada janji makan siang sama orang lain?
Segera saja Gerry membawa pergi Kia dari dalam toilet dengan hati yang sudah sangat penuh emosi, ingin sekali dia menampar mulut para Juliders itu. Kemudian memberitahu mereka bahwa Kia adalah istrinya. Tapi setelah dipikir-pikir rasanya terlalu mudah untuk mereka mendapatkan hukuman jika hanya dengan memukul kemudian memecatnya, sambil terus mengemudikan mobilnya tanpa ekspresi, dia terus berpikir tentang hukuman yang pantas untuk keempat perempuan itu terima, tapi konsentrasinya terus terpecah oleh perempuan yang masih sesegukan meski kini sudah terlelap di bangku penumpang.Rasa lapar yang menderanya seketika hilang, yang ada hanya amarah yang menggebu-gebu. Apalagi saat teringat wajah sang istri yang begitu ketakutan tadi. Namun dia masih tetap bersyukur sebab dia datang di saat yang tepat, sebelum istrinya dilukai oleh para titisan penyihir. Akhirnya dia pun memilih untuk pergi ke restoran Cina yang beberapa bulan lalu ia bangun bersama rekannya, walaupun jarak restoran miliknya
“Kalau kamu ngerasa gak bersalah, kenapa juga harus ngehindarin mereka? Dada kamu harusnya lebih membusung daripada mereka, tunjukin tampang arogan kamu di depan mereka biar gak ada yang bisa ngerendahin kamu. Dibully kok diem aja. Kalau kamu emang gak sombong, ya harusnya kamu belajar gimana jadi orang sombong dari orang yang tiap pagi bikin kamu keramas.” Suara Kimmy terus terngiang di telinga Kia, tapi meski demikian hal itu tak mudah mengembalikan kepercayaan dirinya.Sebetulnya Kia sejak kemarin sudah merengek dan merayu agar bisa cuti kerja, tapi Gerry terus saja memaksanya bekerja dengan berbagai macam alasan, mulai dari perihal pekerjaan hingga perihal ranjang. “kalau aku lagi rapat terus tiba-tiba pengen kamu gimana? Masa aku harus pulang? Apa kata para karyawan kalau liat anak bos mereka kerjanya keluar masuk kantor? Kan kalau ada kamu di sana kan enak aku panggilnya, tinggal chat ‘pengen’ aja kamu bisa langsung lari ke ruangan aku,” ucap Gery saat Kia meminta untuk bekerja
Hans buru-buru saja memberikan tangannya untuk membantu Kia bangkit dari tubuh sang Pak Bos, tapi tentu saja Gerry tak akan mengijinkannya, dia pun segera bangkit dan membantu Kia berdiri.“Biar aku aja yang bantuin bersihin pasir di kemeja kamu,” ucap Tara saat melihat gelagat Kia akan membantu Gerry membersihkan pasir di tubuh pria yang sekejap lagi akan jadi miliknya. Pikir Tara.“Gak usah, emang seharusnya dia yang tanggung jawab karena udah nindihin aku, untung dadanya cukup empuk waktu mendarat di dada aku,” cengir Gerry pada sang istri yang sedang mencibir ke arahnya.Tara tak menimpali, untuk saat ini dia lebih memilih untuk tak berlaku posesif pada sang target, tapi tidak untuk nanti, setelah dia berhasil membuat Gerry ambruk di atas tubuhnya, wanita itu sudah berniat akan membuat pria itu tak bisa lagi melawan ucapannya. Dan malam ini Tara sudah berencana untuk menyusup ke dalam kamar Gerry dengan hanya mengenakan gaun tidur seksi yang sengaja ia bawa. Letak kamar mereka yan
Walaupun sisi romantis Gerry tak pernah muncul ke permukaan lagi sejak kejadian malam itu, namun kini kedua pasangan baru itu, mulai bisa menikmati masa-masa indah pengantin baru mereka. Namun Gerry tetaplah Gerry yang cuek dan keras kepala, tapi kini Kia tak lagi tersinggung dengan sifat suaminya itu, sebab sejak malam itu, dia tahu jika suaminya punya rasa yang sama seperti yang ia rasakan. “Tambahin garemnya segimana?” tanya Kia yang sedang belajar masak dengan sang suami.“Secukupnya.”“Ya, secukupnya itu segimana? Satu sendok, dua sendok, atau se gimana? Yang jelas!”Gerry yang kala itu sedang memasakan menu lain, langsung mengalihkan perhatiannya pada perempuan yang sedang belajar menjadi istri soleha yang pandai memanjakan lidah suami, karena tugas utamanya menjadi istri yang pandai memanjakan suami di ranjang, sudah pandai ia lakukan.“Ya kamu kira-kira dong! Liat perbandingan masakan sama garemnya!”“Aku kan gak tau, kalau aja ada rumus ya