Hari ini aku datang pagi-pagi sekali ke kediaman Tuan Max, meski sebenarnya aku sedang tak enak badan karena kepalaku yang terasa pusing serta pinggang yang terasa kaku. Tapi aku harus tetap datang karena hari ini aku harus mengemasi barang-barang yang akan dibawa pria itu selama pergi ke Jerman.
Ya, Tuan Max tak berubah pikiran dan akan tetap menjalani operasinya. Jadwal keberangkatannya adalah nanti siang, tapi yang membuatku sebal adalah kehadiran seorang wanita yang sudah lama ini tak kulihat batang hidungnya. Siapa lagi kalau bukan Serena.
Wanita berambut blonde itu menatapku
Aku kembali menginjakkan kaki di kamar pribadi Tuan Max. Pria itu kini terlihat lebih segar karena baru selsesai mandi."Dari mana?" Tanya Tuan Max datar yang duduk bersandar di atas sofa.Aku mengusap leher perlahan. "Apotek, Tuan," jawabku jujur.Dia terdiam sebentar, lalu menghela napas sebelum berujar, "Kemarilah," perintahnya datar.Kulangkahkan kaki mendeka
Aku duduk termenung di dalam kamar sempit yang sudah kutempati sejak aku kecil ini. Pikiranku melayang memikirkan jalan apa yang akan kulalui setelah ini. Semua hancur, hanya karena rasa cinta yang menghanyutkanku hingga kini terombang ambing tak tentu arah.Sudah sebulan berlalu sejak kepergian pria itu, aku masih menjalani rutinitas seperti biasa. Aku masih ke kampus untuk mengurus masalah skripsiku yang sudah hampir rampung, aku juga masih tetap datang ke rumah Tuan Max sesuai perintahnya, meski kini hanya kekosongan yang kurasa.Hingga kini, belum ada kabar dari pria itu. Enta
Aku berdehem pelan sebelum menjawab dengan sopan. "Maaf, Nona, tapi bisakah saya meminta bantuan pelayan laki-laki?""Kenapa seperti itu? Setahuku sejak dulu pelayan yang Max pekerjakan semuanya serba bisa, baik laki-laki dan perempuan," ucapnya santai.Sebenarnya aku sudah merasa kesal dengan wanita anggun tapi tak punya perasaan ini. Bisa-bisanya dia meminta seorang perempuan melakukan pekerjaan itu padahal dirinya sendiri aku yakin melepas satu lembar gorden saja tidak mampu.
Aku duduk termenung di pinggir kolam renang seraya memikirkan langkah apa yang harus kutempuh setelah ini. Niatku berbicara dengan Tuan Max terkubur sudah karena aku yakin akan banyak drama gila yang akan Lydia lakukan untuk megacaukan semuanya. Lagipula, aku belum tahu respon apa yang akan pria tua bodoh itu berikan nantinya.Ya, dia benar-benar bodoh dan tolol. Kenapa semudah itu dia percaya bahwa Lydia adalah Silvana? Kemana semua kemampuan mengendus aroma tubuhku yang katanya sangat ahli dilakukannya? Lalu, apa dia setolol itu hingga tak menyadari suara kami jauh berbeda. Atau jangan-jangan sebenarnya Tuan Max bukan tak tahu, hanya saja tak mau tahu.Oh, astaga, Sil
Fungsi hati adalah menghancurkan racun di dalam darah, menghasilkan protein, hingga membantu proses pencernaan. Tapi sayang, hati tak mampu menghancurkan racun dalam kenangan, menghasilkan lembaran baru, hingga membantu diri mampu menerima dan merelakan.Ya, tak semudah itu. Hati punya cara sendiri untuk kuat bertahan, mengatasi luka dan membiarkan waktu ikut bekerja.Aku sedang menunggu hal itu, menunggu waktu membuatku terbiasa dengan luka yang kini makin menganga.Keme
"Aku sebenarnya nggak mau berurusan dengan dia lagi, Sil. Tapi aku ngerasa nggak tenang biarin kamu masuk perangkap orang itu. Menurutku ... dia berbahaya."Aku berdehem pelan sebelum membenarkan tali tasku. "Aku tahu, dan kamu nggak perlu khawatir. Aku bisa jaga diri. Thanks udah ingetin aku," ucapku seraya tersenyum tipis.Leo tersenyum dan mengangguk. "Oke, sudah sampai. Aku mau mampir ke warung ibu kamu, tapi sayangnya ada janji dengan teman," ucapnya ringan.
Aku mengerjapkan mata seraya memijat kepalaku yang terasa pusing. Kuamati sekitar dan kusadari aku sedang berada dalam kamar pribadi Tuan Max.Samar kuingat kejadian terakhir kali yang membuatku ingin mengumpat bodoh. Ya, aku pingsan karena ciuman Tuan Max yang sialan panas itu.Aku menoleh ke samping dan mendapati pria itu duduk dengan tatapan tajam serta wajah datar. Entah kenapa tubuhku seolah bergetar dan nyaliku seketika menciut."Apa yang kau makan selama ini hingga berat badanmu turun drastis?" tanyanya tajam.
Mata gelap itu masih memandangku dengan tajam, aura yang dikeluarkan Tuan Max begitu membuatku bergidik tak karuan. Pria itu menarik wajahku hingga merapat padanya. Hembusan napas hangatnya mengakibatkan jantungku berdebar semakin kencang."Aku ingin sekali menidurimu saat ini. Tapi, ada yang lebih penting yang harus kita lakukan," ucapnya datar dengar suara serak.Aku menelan saliva kesusahan, reaksinya membuatku tak mengerti. Jika ia lebih dulu tahu daripada aku, mengapa ia tak memberitahu dan memilih bungkam. Jika begitu, apakah artinya hubungan kami akan seperti ini saja?