Sudah satu bulan Amira menjadi permaisuri di Kerajaan Gunung Kalastra. Ia sangat dimanja dan diperhatikan oleh Gusti Prabu Abhiseka. Satu bulan di dalam dunia gaib milik para siluman. Ternyata sudah satu tahun di dunia manusia biasa.Amira dinyatakan hilang oleh kedua orang tuanya. Polisi sudah dikerahkan untuk mencari di mana keberadaan putri tunggal mereka. Yang merupakan pewaris kebun teh yang amat luas. Sampai ke kaki Gunung Kalastra pun dicari. Namun, ketika para polisi mencari ke sana. Pandangan mereka berdua disesatkan oleh Taksaka. Ia sangat patuh pada perintah tuannya. Amira akan terpenjara di sana selamanya.Kedua orang tua Amira tidak menyerah. Ia pun meminta bantuan orang pintar agar putri mereka kembali. Berbagai macam sesajen telah dihaturkan di kaki Gunung Kalastra, bahan para dukun itu memberanikan diri untuk uji tanding dengan para penghuni asli gunung tersebut. Hasilnya? Yang nekat akan mati di tangan Taksaka.“Pa, gimana, donk, nasib Amira? Anak kita cuman satu, Pa
“Papa, Mama, Amira mau pulang,” ujar Amira.Gadis tak perawan itu menangis sambil berjalan menurun dari Gunung Kalastra. Ada banyak mata gaib yang melihat sang permaisuri menangis. Namun, tanpa titah sang prabu tentu mereka tak akan ada yang berani menyentuh Amira. Sedangkan Abhiseka sendiri sedang sekarat.Tak Amira pedulikan bagaimana keadaan kekasih yang baru ia temui selama satu tahun. Akan mati atau hidup ia sudah tak peduli lagi. Terus saja gadis itu turun hingga ia terjatuh dan jubah putih permaisurinya tersangkut di sebatang pohon.“Ih, nyusahin aja!” gerutu Amira.Jubah itu ia buka hingga terlihat sudah bagian pundak dan punggung yang putih dan mulus. Ia berjalan terus sampai kelelahan dan akhirnya bertemu dengan beberapa orang lelaki yang memang ditugaskan untuk mencari Amira.“Pak, tolong,” ucap Amira sambil duduk. Ia sudah lelah luar biasa, tak sanggup lagi berjalan.“Eh, bentar-bentar, ini, kan, Non Amira yang disuruh cari sama Pak Bondan, ya.” Seseorang mengenali wajah p
Amira bangun dengan kepala pusing luar biasa. Ia masih berada di kamar dan tangannya diberikan infus. Ketika melihat jam dinding, waktu sudah menunjukkan jam sebelas siang, artinya ia tak sadarkan diri cukup lama, dan Amira tak tahu apa sebabnya. Padahal fisiknya tidak ada yang terluka sama sekali.Saat ingin bangkit dari ranjang, tiba-tiba saja gadis cantik itu mencium aroma wangi cendana yang begitu kuat. Ia tahu ada yang mengikutinya. Amira tidak menyukai hal itu. Baginya kebersamaan dengan Abhiseka sudah tidak perlu diingat lagi.“Pergi kamu dari sini. Aku nggak butuh dijaga sama siapa-siapa. Kehidupan kita berbeda. Aku manusia, kalian semua binatang!” ucap Amira tegas.Lalu aroma cendana itu menghilang perlahan-lahan. Taksaka tidak sepenuhnya pergi, ia hanya mengawasi sang ratu dari kejauhan. Sudah menjadi tugasnya menjaga istri majikannya selagi Gusti Prabu Abhiseka tidak sadarkan diri.***“Amira, Nak, kamu udah sadar. Kenapa infusnya dilepas?” Nyonya Kasih baru saja ingin masu
Amira keluar dari kamar mandi dengan raut wajah cemas. Takut-takut ia menunjukkan test pack itu pada mamanya. Kasih mengambil benda tersebut dan detik itu juga kedua orang tuanya memejamkan mata. Sebuah aib telah terjadi dalam keluarga mereka. Walau tentu saja tidak di kerajaan Gunung Kalastra. Ada alasan mengapa Taksaka harus terus-terusan menjaga sang ratu. Keturunan Abhiseka yang baru akan segera lahir. “Amira, cerita, Nak, siapa yang melakukan ini sama kamu? Kamu ingat siapa orangnya. Kita bisa tuntut dia ke penjara atas tuduhan pemerkosaan.” Kasih duduk di ranjang yang sama dengan putrinya. Bagaimanapun juga aib itu harus hilang, kalau tidak nama baik mereka sekeluarga akan tercoreng.“Amira nggak ingat apa-apa, Ma? Sumpah, Amira nggak bohong. Amira merasa kalau Amira masih suci.” Gadis itu tak henti-hentinya berpaling dari kenyataan. Semudah itu mencampakkan kenangan malam pertama yang begitu indah dan berlanjut dengan malam-malam lainnya. “Gusti Ratu, kau berdusta!” jawab Ta
“Hah, Papa, Mama, tolooong!” jerit Amira dari ruang operasi.Beberapa saat kemudian Nyonya Kasih dan Tuan Bondan sampai. Mereka terkejut melihat bidan mati mengenaskan dengan mata terbuka dan ruangan jadi berantakan.“Cepet pergi dari sini. Sebelum kita jadi tersangka!” Tuan Bondan menarik Amira keluar dari kolong ranjang. Andai mereka berdua bukan orang tua dari permaisuri Abhiseka, mungkin nyawa keduanya akan melayang di tangan Taksaka.Setelah mereka bertiga pergi, jasad ibu bidan hilang begitu saja tanpa jejak. Jelas sekali itu ulah dari manusi harimau penunggu Gunung Kalastra. Tidak hanya sampai di sana, klinik aborsi tersebut terbakar tanpa sebab yang jelas. Amira memperhatikan kobaran api yang semakin mengganas dari dalam mobil. Ia tahu itu ulah siapa. Namun, sang permaisuri memilih bungkam.“Kita pulang dulu. Kita pikirin soal kandungan kamu besok saja!” Pak Bondan memerintahkan supir untuk terus melaju. Mereka tak tahu kalau Taksaka ikut berdiri di atas atap kendaraan. Ia ak
Tiga hari telah berlalu lagi. Pak Bondan membawa calon suami untuk Amira. Gadis itu turun dari lantai dua dengan model rambut baru. Amira memotong rambut sampai pendek sekali persis seperti laki-laki. Ia tak mau membuat siapa pun jatuh hati padanya lagi.“Amira, kenalin, ini calon suami kamu.” Pak Bondan memperkenalkan seorang lelaki pada putrinya. Taksaka hadir dalam pertemuan itu. Hanya saja dia masuk ke dalam patung yang ada di dalam rumah Pak Bondan.“Dia udah tahu, kan, kalau Amira lagi hamil,” ucap gadis cantik itu. Ia tak mau ada yang ditutup-tutupi.“Udah, Nak. Dia terima kamu apa adanya, dia ini pegawai terbaik Papa. Ternyata dia menyimpan rasa sama kamu dari dulu.”“Kamu sadar nggak, kamu dimanfaatin sama keluarga ini?” Amira memandang calon suaminya.“Saya sadar, tapi saya sudah telanjur cinta sama Non Amira,” jawab lelaki bernama Gilang. Ia terlihat seperti pemuda baik-baik.“Oke. Berarti kamu sudah siap jadi ayah? Tapi terserah, sih, mau ngakuin anak ini atau nggak ya say
“Saya izinkan kamu buat punya perempuan lain di luar sana. Ingat di luar, jangan sampai dibawa ke rumah.” Ucapan Amira membuat Gilang dan Taksaka sama-sama kaget. Mereka pikir Amira akan mengikat layaknya tuan pada seekor anjing. “Aneh kamu, biasanya perempuan nggak mau diduakan, kamu malah mengizinkan saya buat melakukannya.” Gilang memastikan terlebih dahulu apakah pendengarannya tadi salah atau tidak. Takutnya jadi senjata makan tuan, maklum orang kaya bisa berbuat apa saja. “Saya memang perempuan luar biasa. Terserah kamu mau punya perempuan dua, lima, sepuluh, itu bukan urusan saya. Tapi ingat, jangan sekali-sekali kamu bawa dia ke depan muka saya. Atau kesempatan itu akan saya gunakan untuk memecat dan menceraikan kamu tanpa pesangon apa pun!” tegas sang permaisuri. Ketegasannya ditularkan dari percampuran dengan Abhiseka. “Saya seperti seorang badut di rumah ini. Sudah diperintah ini itu oleh kedua orang tua kamu, diperlakukan tidak manusiawi pula sama istri sendiri.” Gilang
Dalam beberapa bulan Amira berubah dari gadis cantik dan periang, menjadi pribadi yang bengis dan tanpa kasihan. Mungkin karena pengaruh bayi manusia harimau yang ia bawa dalam perutnya. Yang tak sampai satu bulan lagi akan dilahirkan ke dunia.“Gilang, kamu yang sabar, ya, sama Amira. Kalau kamu perlu kenaikan gaji tinggal bilang sama saya.” Pak Bondan turut bersuara. “Kenaikan gaji harus melalui persetujuan Amira, Pa. Sebentar lagi juga Papa akan Amira gantikan. Papa, kan, mulai nggak sehat. Mending Papa istirahat,” ucap sang permaisuri tanpa direm lagi. “Amira!” tegur Nyonya Kasih.“Ma, udah, apa yang dibilang Amira itu bener, kok. Papa semakin nggak sehat akhir-akhir ini. Nanti, Nak, setelah kamu melahirkan silakan ambil semua kepempimpinan. Papa cuman ingin di rumah aja main sama cucu. Papa semakin tua.” Pak Bondan menghela napas panjang. Sejak putri semata wayangnya turun dari gunung dan kembali dalam keadaan hamil, kesehatan lelaki itu menurun drastis. Sejak kepulangan Amira