Share

Tipu Muslihat

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2023-10-03 08:53:31

Sudah satu bulan Amira menjadi permaisuri di Kerajaan Gunung Kalastra. Ia sangat dimanja dan diperhatikan oleh Gusti Prabu Abhiseka. Satu bulan di dalam dunia gaib milik para siluman. Ternyata sudah satu tahun di dunia manusia biasa.

Amira dinyatakan hilang oleh kedua orang tuanya. Polisi sudah dikerahkan untuk mencari di mana keberadaan putri tunggal mereka. Yang merupakan pewaris kebun teh yang amat luas.

Sampai ke kaki Gunung Kalastra pun dicari. Namun, ketika para polisi mencari ke sana. Pandangan mereka berdua disesatkan oleh Taksaka. Ia sangat patuh pada perintah tuannya. Amira akan terpenjara di sana selamanya.

Kedua orang tua Amira tidak menyerah. Ia pun meminta bantuan orang pintar agar putri mereka kembali. Berbagai macam sesajen telah dihaturkan di kaki Gunung Kalastra, bahan para dukun itu memberanikan diri untuk uji tanding dengan para penghuni asli gunung tersebut. Hasilnya? Yang nekat akan mati di tangan Taksaka.

“Pa, gimana, donk, nasib Amira? Anak kita cuman satu, Pa. Tolong, gimana, kek, caranya biar Amira balik.” Mama Amira semakin kurus sejak putrinya hilang.

Soal Roni dan teman-temannya, bahkan hanya tersisa bagian daging yang tidak ingin disantap para manusia harimau. Semakin bertambah uring-uringan mama Amira jadinya.

Sementara itu, sang putri kesayangan semakin bertambah cantik sejak menjadi permaisuri Gustri Prabu Abhiseka. Amira tak pernah menolak ketika Abhiseka mendatanginya. Sebab ia pun mulai kecanduan dengan sentuhan sang prabu. Panas tubuh penguasa Gunung Kalastra itu membuatnya senantiasa terbuai jauh.

Pagi itu, gunung sedikit berkabut. Amira masih tidur-tidur malas di atas ranjangnya. Ia sedang enggan bangkit dan jalan-jalan di kebun bunga milik Abhiseka yang sangat indah. Tepatnya, milik mendiang istri Gusti Prabu yang mangkat beberapa bulan lalu.

“Papa, Mama, Amira pilih tinggal di sini aja, ya. Lagian di sini enak nggak kayak di kota. Terlalu banyak tuntutan sama Amira harus jadi ini itu seperti keinginan Mama sama Papa,” ucap Amira di atas ranjangnya. Baru tadi malam ia menyudahi percintaan yang sama dengan lelaki yang sama pula.

Ucapan Amira barusan didengar oleh sesosok makhluk. Makhluk yang tinggal di dalam Gunung Kalastra. Ia bukan bagian dari rakyat Abhiseka. Ia ke sana untuk mencari peluang balas dendam. Sebab suaminya mati terbunuh di tangan sang prabu yang keji pada makhluk sebangsanya.

Wanita berpakaian serba hitam itu bernama Astina. Dia siluman kelabang yang sangat beracun. Musuh lama sang prabu dari zaman Abhiseka masih muda sampai kini berusia ribuan tahun. Kematian sang permaisuri juga ada andil dari racun kelabang yang ia miliki.

“Abhiseka. Kau terlalu cepat bahagia setelah ditinggal istri tercintamu. Padahal kau tahu, istrimu begitu hormat dan sayang padamu.” Astina tinggal di dalam gua masih di Gunung Kalastra. Tak ada yang tahu ia di sana. Ilmu kanuragan dan tenaga dalam wanita itu juga tidak main-main.

“Bolehlah aku uji sampai di mana ketahananmu terhadap racunku. Kalau istrimu mati, setidaknya kau akan setengah mati aku buat.”

Astina mengambil sebuah cupu yang terletak di atas batu. Cupu itu berisikan ratusan campuran racun dari makhluk sejenis dirinya. Ada dua cupu, salah satunya telah siluaman kelabang itu berikan pada sang permaisuri lama. Hingga ia tewas dalam tidurnya dengan tenang tanpa menimbulkan jejak apa pun. Racun yang sangat keji. Apabila meninggalkan jejak lebam dan muntah darah maka bisa dicari siapa pembunuhnya.

“Abhiseka, kau keji sekali, memisahkan seorang putri dari orang tuanya. Tidak baik seperti itu. Cukup aku saja yang kau jauhkan dari suamiku,” ucap Astina di depan cermin besar yang memantulkan bayangan asli dirinya.

“Amira, sebagai anak yang baik akan aku bantu kau kembali pada orang tuamu.” Astina berputar tiga kali di depan cermin, dan kini rupa dirinya sudah sama seperti Amira, tanpa perbedaan walau sehelai rambut pun.

Tidak akan ada yang bisa mengenali dirinya sekalipun itu Taksaka atau Cakrabuana. Astina berjalan keluar dari gua membawa sebuah cupu. Tangannya yang putih bersih memegang benda tersebut. Ia mulai mencari sang prabu yang sedang mengawasi kerajaannya di puncak Gunung Kalastra.

Mata Astina menangkap beberapa orang lelaki dari kalangan manusia biasa mencari Amira lagi di Gunung Kalastra. Siluman kelabang itu memejamkan mata. Ia mulai masuk dalam pikiran mereka.

“Kalian semua tunggu di gunung ini. Sebentar lagi Amira akan muncul,” ucap Astina dan akhirnya para pencari itu mematung di tempatnya berdiri.

Astina melihat Amira yang asli mulai berjalan kaki mencari sang prabu. Sejak tinggal di Gunung Kalastra, Amira jadi kuat mendaki tanpa rasa lelah. Astina bergerak lebih cepat. Agar sandiwara yang ia buat disaksikan oleh Amira.

“Kanda Prabu,” panggil Astina dalam wujud Amira.

Manusia harimau putih itu menoleh. Dua penjaganya kemudian disuruh menyingkir sebentar. Kalau sampai Amira mencari dirinya, artinya sang permaisuri sedang rindu dengannya.

“Kemarilah, Permaisuriku. Ada apa, apa kau ingin sesuatu?” tanya Abhiseka. Dua tangannya terbuka, lalu Amira palsu berlari dan duduk di atas pangkuan sang prabu. Dua sejoli itu sedang dimabuk asmara.

“Kanda Prabu, minumlah. Aku mengambilnya dari tetesan embun di setiap ujung dedaunan. Aku yakin ini bisa membuatku semakin kuat, bukan?” Astina menyodokan cupu pada kanda prabunya.

Amira palsu mengedipkan sebelah mata. Abhiseka hanya tertawa saja melihat perangai permaisurinya. Aslinya Amira memang ganas saat di ranjang bersamanya, karena itu Abhiseka tidak menaruh kecurigaan pada wanita berusia dua puluh tahun lewat sedikit itu.

Tanpa rasa curiga sama sekali, Abhiseka menenggak racun tersebut yang ada di dalam cupu sampai habis. Manusia harimau putih mulai merasa sedikit pusing. Ilmu kanuragan dalam tubuhnya menuntun racun kelabang untuk keluar. Namun, Amira palsu bergerak lebih cepat. Ia mencium Abhiseka sangat dalam hingga racun itu tertelan kembali. Tentu saja sang prabu tak bisa menolak ajakan dari permaisurinya.

***

Mata Taksaka mengerjap beberapa kali ketika ia melihat Amira yang asli sedang berjalan ke puncak gunung. Pengawal itu jarang berbicara dan ia pun langsung curiga ketika melihat Amira yang asli. Segera ia bergerak, tetapi panggilan dari sang permaisuri membuatnya berhenti.

“Taksa, tunggu. Tolong, donk, ini rantingnya sakit banget.” Amira meminta sang pengawal untuk mematahkan ranting pohon yang merobek kain sutra putihnya. Taksaka datang menolong.

“Tunggu di sini, ya, jangan ke atas. Aku lagi kangen sama suamiku.” Perintah sang permaisuri tak ada bedanya dengan sang prabu. Pengawal itu diam saja jadinya. Bahkan Cakrabuana membantunya sampai ke puncak gunung dengan cepat.

“Haai, Kanda pra—” Tercekat langkah kaki Amira ketika melihat suaminya tengah berciuman dengan perempuan lain. Ia pun langsung memutuskan pergi. Amira seorang pencemburu berat, tapi ia juga masih waras. Kalau pasangannya tertangkap basah dengan perempuan lain, silakan ambil.

Amira tak melihat kalau wajah wanita itu sama persis dengannya. Sang prabu sadar apa yang sedang terjadi. Ia mendorong Amira palsu. Namun, saat itu juga dadanya terasak sakit luar biasa.

Racun Astina telah menyebar luas. Tinggal tunggu bagaimana sang prabu jatuh sakit saja. Siluman kelabang itu kemudian berubah wujud menjadi ribuan kelabang kecil-kecil. Ia masuk ke dalam tanah, pohon, batu, lalu menghilang tanpa jejak.

“Gusti Ratu, engkau mau ke mana?” tanya Cakrabuana.

“Diam kalian! Lakik di mana-mana sama aja bangsatnya!” umpat sang ratu. Hingga membuat Taksa dan Cakra saling memandang satu sama lain. Taksaka yang lebih peka akhirnya mencari rajanya terlebih dahulu.

“Gusti Ratu, kau tak boleh pergi dari sini!” Cakra berusaha menahan sang permaisuri.

“Ah, aku nggak peduli. Raja kalian nggak bisa dipegang ucapannya. Aku bukan istrinya, kami nggak pernah menikah. Aku mau pulang ke rumah orang tuaku. Jangan ikuti aku. Anggap aja satu bulan ini aku jadi orang bodoh mau aja dirayu sama dia. Abhiseka, dengar kamu, ya. Jangan pernah cari aku. Kita nggak saling kenal!” Amira membuka semua perhiasan yang diberikan oleh sang prabu padanya. Ia buang begitu saja di atas tanah. Cakra ingin menyusul sang permaisuri. Namun, panggilan dari Taksaka membuatnya tertunda.

“Gusti Prabu tubuhnya kaku, napasnya satu-satu, cepat kita bawa dia ke istana.” Taksaka akhirnya bicara juga.

Racun kelabang itu sudah tertanam terlalu dalam. Abhiseka tak sadarkan diri dan Amira sedang berlari sambil menangis. Ia menyebut kedua orang tuanya. Amira ingin pulang, dan tak mau lagi kembali ke Gunung Kalastra, apapun yang terjadi. Janji sang permaisuri seumur hidup yang ia ucapkan tanpa pikir panjang.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BODYGUARD KESAYANGAN    94

    Abhiseka membuka mata secara tiba-tiba ketika ia merasakan tubuhnya terasa sakit. Lelaki itu sedang menyendiri di puncak Gunung Kalastra. Tanpa kehadiran satu pun pengawalnya termasuk Cakra Buana. “Ada apa ini?” Ia memegang jantungnya yang berdetak kuat. Lelaki itu berdiri perlahan dan hendak turun ke istana. Perlahan-lahan ia melangkah bahkan serasa nyaris tumbang karena raganya tak kokoh lagi. Abhiseka semakin kesakitan. Pada saat ia hampir sampai di depan istana, rasanya lelaki bermata biru itu tak sanggup lagi melangkah. Abhiseka duduk di dekat pohon dan memandang semua pencapaiannya selama menjadi raja di Gunung Kalastra. Anak, cucu, dan cicit yang sudah tewas dan sekarang tergantikan oleh tiga putra yang kini sudah tinggi ukuran tubuhnya. “Apakah ini saatnya?” gumam Abhi sambil menahan rasa dingin yang tiba-tiba merambat dari dari telapak kakinya. Dari kejauhan Amira berjalan ke arahnya, tetapi langkah wanita itu tertahan ketika salah satu putranya mengajaknya bermain. Abhi

  • BODYGUARD KESAYANGAN    93

    Saka mencakar-cakar tabir gaib yang dibuat oleh Sanaha beberapa kali. Namun, benda itu bahkan tak berkurang sedikit pun kadar ketebalannya. Harimau kuning itu mengubah wujudnya menjadi manusia. Ia menarik pedang di pinggang kemudian berkali-kali menacapakannya. Tak menyerah terus diulang Saka tetapi tidak juga ada perubahan. “Tuan, bagaimana ini, nanti Tuan Putri kesakitan di atas sana,” ucap Mei yang tak bisa membantu apa-apa. “Aku juga bingung. Aku belum menguasai dengan baik wilayah ini, aku takut semua akan berakhir tak baik.” Menetes peluh di dahi Saka saking ia telah lelah mencoba. “Kita kembali ke Gunung Kalastra, meminta pertolongan pada Gusti Prabu Abhiseka,” bujuk Mei. “Jangan. Ini bukan urusannya lagi, ini menjadi urusanku. Mei kau tunggu di sini, aku akan kembali ke istana dan mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menghantam tabir gaib ini.” Saka menghilang begitu saja. Mei tidak bisa melakukan apa pun. Begitu juga dengan peri capung yang menatap dari kejauhan sa

  • BODYGUARD KESAYANGAN    92

    Abhiseka membuka matanya. Ia tidak tidur, hanya sedang mengawasi tiga anak lelakinya bermain bersama Amira. Sang prabu mengulang dari awal lagi membangun keluarga besar ketika semuanya meninggal. “Apa yang kau harapkan dengan mengirim Cahaya ke sana, putraku?” Ratu Swastamita muncul. Abhiseka menoleh. Sang ratu duduk di sisinya. “Aku berharap Cahaya dan Saka bisa membangun semua peradaban kita dari awal lagi, Ibu.” Hanya Abhiseka saja yang bisa melihat Ratu Swastamita yang bentuknya tembus pandang. “Bahkan ibu saja tidak bisa melawan ular hijau itu. Apalagi Cahaya yang setengah manusia biasa.” “Ada Saka yang melindunginya.” “Bagaimana kalau Saka juga tewas, lalu putrimu tak bisa bertahan?” Pertanyaan sang ratu membuat Abhiseka terdiam sejenak. “Kalaupun Cahaya tewas, aku masih memiliki tiga putra yang akan meneruskan takhta.” Abhiseka menjawab sambil menahan nyeri di hatinya. Sang ratu kemudian menghilang. Tak pernah ada yang menyangka Abhiseka tega berbuat demikian pada putri

  • BODYGUARD KESAYANGAN    91

    Ratu harimau tewas di tangan Sanaha. Jantung binatang itu masih berdetak ketika diambil paksa oleh sebuah tangan berkuku panjang. Ibunda sang pangeran berubah wujud menjadi harimau lalu berpendar menjadi abu. Tak ada lagi yang tersisa dari dalam istana. Semua sudah habis. Sanaha mengubah wujudnya menjadi manusia seutuhnya, ia melayang di atas istana. Siluman ular tersebut menyaksikan sendiri betapa banyak darah yang tumpah akibat murkanya. Murka yang disebabkan oleh perbuatan panglima elang dan harus ditanggung oleh seluruh rakyat. “Apakah semuanya mati?” tanya Sanaha pada jantung gusti ratu yang masih berdetak. “Apakah Abhi juga tewas?” Siluman ular itu meneteskan air mata walau tanpa terisak. Walau bagaimanapun mereka punya kisah yang sangat manis. Abhiseka tidak mati, ia terlihat berlari dan melompat menuju istana. Hingga terlihat olehnya Sanaha menggunakan sutera campuran berwarna hijau hitam dan di tangannya ada sesuatu yang membuat Abhiseka tak mampu lagi melangkah. “Terlamb

  • BODYGUARD KESAYANGAN    Balas Dendam

    Sanaha tersenyum ketika beberapa hari lagi bayi dalam kandungannya akan lahir ke dunia. Akhirnya ia tak akan kesepian lagi. Selama hamil ular hijau itu memang melemah kekuatannya, ditambah Abhiseka tak pernah datang ke tempatnya lagi. Sanaha tak tahu kalau di atas sana panglima elang dan beberapa anak buahnya datang mengawasi dan menunggu saat yang tepat baginya untuk menghabisi keturunan ular hijau penghuni telaga. Pernikahan dilangsungkan oleh Abhiseka bersama seorang putri dari kerajaan lain. Sanaha tahu dari desas-desus yang ia dengar. Ular itu tidak bisa mencegah takdir yang terjadi. Malam itu kerajaan sedang berbahagia atas penobatan pangeran dan putri makhota serta dua selirnya. Selama tujuh hari tujuh malam para duyung menyanyikan lagu-lagu bahagia hingga Abhiseka tak sempat memikirkan Sanaha. Gusti Ratu Swastamita tak melihat kedatangan panglima elang. Artinya makhluk yang setia padanya masih mengawasi telaga dan menunggu waktu yang tepat. Tengah malam ketika pesta perni

  • BODYGUARD KESAYANGAN    Tak Bisa Memilih

    Abhiseka bangky dari pembaringannya. Di sana ia tidur bersama Amira. Manusia biasa yang ia jadikan permaisuri setelah semua istrinya tewas di tangan siluman kelabang. Meski sudah hampir ribuan tahun tinggal di Gunung Kalastra. Harimau putih itu masih merindukan kampung halaman tempatnya lahir. Tempat itu ia tutup rapat dari pandangan baik manusia atau siluman, bahkan Guru Wirata tak bisa menemukannya. Hingga pada akhirnya ia serahkan pada Cahaya dan Saka agar tempat itu hidup kembali. Apakah ia tak memikirkan apabila Sanaha bangkit dari tidur panjangnya dan tak akan mengganggu Cahaya. Abhi memikirkan semua itu. Ia yakin putrinya yang dari garis manusia biasa bisa menangani ditambah kehadiran Saka—pengawal yang sangat ia percaya. Walau demikian ia termasuk mempertaruhkan semuanya. Bisa saja Cahaya mati. “Sanaha, aku harap kemarahanmu tidak seperti dulu lagi. Sudah ribuan tahun berlalu, biarkan putriku mengambil tempat nenek moyangnya kembali. Aku sudah menepati janjiku untuk tidak k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status