Share

1. Pesona si Bos

Benjamin L. Maghani, salah seorang laki-laki yang mewariskan garis keturunan dari keluarga yang kaya seperti anak-anak konglomerat pada umumnya. Di umurnya yang masih muda, Benjamin dipercayakan untuk menjabat sebagai direktur muda dari Megha Corporation, sebuah perusahaan yang menyuplai jasa teknologi informasi yang hampir digunakan seluruh penjuru negara di dunia.

Beruntung karena terlahir dengan sendok emas dalam mulutnya, Benjamin dapat mencecap kesempurnaan dari umur belia. Latar pendidikan yang sempurna, wajah rupawan yang tiada tara, dan jangan lupakan kekayaan yang menyokong kehidupannya seumur hidup, bahkan mungkin sampai keturunan-keturunannya nanti.

Sekilas memang Benjamin hidup dalam kesempurnaan.

Akan tetapi, kesempurnaan bukanlah kesempurnaan apabila dimiliki manusia. Benjamin tentu saja memiliki kelemahan seperti manusia di luaran sana.

Satu kelemahan Benjamin yang tak terelakkan adalah ....

Statusnya.

Di usianya yang baru menginjak kepala tiga, Benjamin sudah menjadi seorang duda. Seseorang yang baru saja memperoleh status lajang setelah memutuskan ikatan pernikahan.

Ya, duda.

Sayangnya, status dudanya yang seharusnya menjadi kelemahannya itu justru menjadikan Benjamin sebagai laki-laki paling panas di muka bumi ini. Statusnya itu tidak menjadi penghalang, justru sebaliknya. Status dudanya itu menjadi magnet penarik para gadis untuk mengerubunginya.

Hanya berbekal imajinasi mengenai pengalaman yang mungkin tak pernah kau akan tahu sebenarnya.

Seperti salah satunya hari ini.

"Jadi, gimana nih tadi sama Pak Benjamin?"

Insiden tertangkap basahnya Adora oleh Irish membuat Irish berhasil menuntaskan rasa haus akan imaji-imaji dalam kepala kecilnya mengenai Benjamin.

Ya, Benjamin.

Tidak terelakkan memang, pesona Benjamin berlaku pada hampir semua karyawan perempuan di Megha Corp, termasuk Irish. Dan Adora juga salah satunya.

Kebanyakan para gadis di tempat kerja Adora akan saling berbisik, bergosip ria dan teriak kesenangan sendiri saat Benjamin melewati mereka. Para gadis itu mulai membahas dan menebak apa parfum yang dikenakan Benjamin, apa yang ada dalam pikiran Benjamin, atau... bagaimana rasa Benjamin itu sendiri.

Tak seperti gadis kebanyakan, Adora tidak suka memilih cara itu. Mengamati diam-diam. Tidak, itu sama sekali bukan gayanya.

Adora suka gaya yang berani dan spontan. Apabila dia ingin mencecap bagaimana rasa Benjamin, dia akan melakukan untuk dirinya sendiri.

Dan tentu saja Adora tidak suka berbagi, bahkan termasuk pada temannya sendiri.

Dibanding menjawab pertanyaan Irish yang terlihat begitu ingin tahu, Adora memasukan satu sendok penuh nasi ke dalam mulutnya. Tingkah masa bodonya ini menyulut emosi Irish dan membuat Irish merajuk.

"Adora, lu tau kan kalo gua lagi ngomong sama lu!"

Adroa dengan mulut penuh berusaha menelan makanannya, kemudian menjawab ucapan Irish dengan nada datar. "Apa? Emang tadi lu ngomong apa ya?"

"Lu sama Pak Benjamin ..." Irish menarik sudut bibirnya ---membentuk senyum--- selagi kedua tangannya bergerak di udara dan menepuk satu sama lain hingga menimbulkan bunyi plak, plak, plak. "... Lu tau kan maksud gua?"

"Enggak."

"Adora!"

Adora mengembuskan napasnya saat mendengar suara teriakan melengking Irish. Satu-satunya yang Adora benci dari Irish ialah suaranya. Kalau saja Irish sedikit menurunkan volume suaranya dan menutup mulutnya, dunia Adora pasti akan tentram sejahtera, tidak perlu merasa setiap harinya ia berada di medan perang kalau berhadapan dengan Irish.

"Teman gua yang satu ini emang jahat banget, ya."

Adora mengembuskan napas saat Irish memulai dramanya. Dengan suara yang dibuat sedramatis mungkin, Irish kembali melanjutkan ucapannya, "Masa gak mau berbagi sedikit pun informasi sama temannya sendiri. Gua enggak nyangka lu sejahat ini ya, Adora. Gua pikir kita tumbuh dewasa bareng-bareng, tapi kenapa sekarang lu dewasa sendiri?! Jahat banget, deh!"

"Ngomong sama diri lu sendiri dulu deh, Rish," balas Adora. Lebih tepatnya, dia sedang menyindir Irish yang berusaha memfitnahnya dengan kata-kata kejam, padahal Irish sendiri tak lebih parah dari Adora.

Minggu lalu, Irish, di kamar apartemen yang mereka sewa, sedang melakukan kegiatan tak senonoh dengan kekasihnya masih berstatus mahasiswa. Siapa lagi kalau bukan Noah. Sepasang sejoli itu tertangkap basah oleh Adora sedang melakukan pose guguk.

Adora yang baru pulang dari lemburnya harus menelan rasa lelahnya bulat-bulat di pintu utama saat menemukan keadaan Irish dan Noah. Perasaan terkejut yang menerjangnya membuat Adora hanya terdiam menatap ke arah Noah yang tampak canggung dengan keadaan di antara mereka.

Dalam waktu yang lama itu keduanya hanya saling menatap, mengerjap, dan tak membuka suara. Dan itu semua terjadi sampai saat ini. Adora yang bukan pelaku pun yakin ia takkan bisa berkata-kata apabila ia bertemu Noah dalam waktu dekat ini.

Dan salah siapa itu?

Semuanya salah Irish.

Dan kini Irish dengan perasaan tidak berdosanya malah mengungkit kegiatan panas Adora dengan Benjamin seolah tidak pernah terjadi apa-apa antara dia dan Noah sebelumnya.

"A-apa sih, gua gak ngerti maksud lu, tau gak?"

Cih, lihat kelakuan lu itu, Rish. Sekarang bertingkah seperti gadis polos, he?

Tak ingin membahas kegiatan perlendiran mereka lebih lanjut, Adora kembali menyantap makanannya. Baik dirinya dan Irish kini sama-sama bungkam karena tahu bahwa membahas ini lebih jauh lagi akan membuat keadaan semakin canggung untuk keduanya.

"Eh, eh, tadi liat Pak Benjamin enggak?"

Adora mengangkat pandangannya, melirik ke meja sebrang, tempat di mana topik pembicaraan tentang Benjamin diangkat kembali.

Di seberang meja Adora, berkumpul para karyawan perempuan dari divisi Penjualan. Mereka terkikik sendiri sambil sesekali menyantap makanan di meja. Wajar saja ini terjadi.

Waktu istirahat adalah waktu yang tepat bagi para karyawan untuk bergosip ria. Dan ini adalah salah satunya.

"Pak Benjamin sialan banget gak sih, masa tadi gua liat, dia seksi banget pas rambutnya turun dan sedikit berantakan. Lu pada liat sendiri, kan?"

"Iya, apalagi bibirnya. Merah merona, kayak minta dicipok gitu, hahaha."

"Bener-bener, penampilannya menggoda gitu, sayang kalo gak diserang, hahaha."

Adora menarik sebelah sudut bibirnya saat mendengar perbincangan para gadis itu. Tangannya mengacak-acak nasi pada piringnya. Hidungnya gatal dan muncul sedikit rasa bangga pada dalam dirinya.

Kalian harusnya makasih tuh sama gua karena telah menciptakan penampilan seksi seorang Benjamin L. Maghani.

Kalian pikir itu mudah?

Adora mendengus, tertawa sendiri saat pikiran itu muncul dalam benaknya.

"Ra, Ra."

Adora tersadar dari lamunannya saat Irish memanggil namanya dan menyenggol tangannya.

"Lihat, deh, yang di sana bukannya Pak Benjamin, ya?" Irish menunjuk ke arah tertentu dengan bola matanya. Adora mengikuti arah pandang Irish dan menemukan Benjamin berdiri di area masuk kantin.

Benjamin tampak bingung karena pertama kalinya ia bergabung ke kantin perusahaan. Mata Benjamin menelusur, mempelajari area sekitar sampai akhirnya bertemu dengan Adora.

Pandangan mereka terkunci satu sama lain.

Adora yang tadinya ingin menyapa dan datang mendekat pun mengurungkan niatannya kala dirinya menemukan seorang gadis cantik usia awal dua puluhan mendekati Benjamin.

"R-ra itu bukannya si anak magang... Namanya siapa siapa sih?"

"... Moira."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status