1 Pesan MasukDari: Irish Ayyara Silakan nikmati waktu kalian berkencan. Aku tahu kalian sedang fase yang sedang panas-panasnya, tapi tolong tahan gejolak kalian nanti. Jangan sampai aku mendapatkan keponakanku lebih dulu dari pernikahanku. Adora tertawa saat melihat rentetan pesan yang dikirimkan oleh Irish kepadanya. Sedikit merasa geli dengan apa yang dikatakan Irish. Irish, temannya itu, berpura-pura seakan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, padahal kenyataannya justru sebaliknya, Irishlah satu-satunya orang yang tahu mengenai hubungan khusus Benjamin dan Adora. "Apakah ponselmu itu sekarang lebih penting daripada aku, hm?" Suara berat dan bariton yang terasa familiar itu berhasil menarik perhatian Adora dan membuat gadis itu menjauh dari ponselnya. Mendengar perkataan yang dilontarkan oleh Benjamin, laki-laki yang kini duduk di sebelah Adora, membuat Adora segera mematikan ponselnya dan berfokus kembali pada Benjamin yang tengah menyetir menuju tempat tujuan mereka. "
"Oh, kebetulan sekali Anda menanyakan gaun ini, Nona." Pegawai di outlet baju itu tersenyum lebar saat mendengar pertanyaan Adora mengenai spanduk gaun yang dipajang oleh toko itu."Gaun ini adalah gaun edisi spesial dari toko kami. Kami memasukkannya ke dalam fairytale edition, dan banyak orang tua yang membelinya. Kalo boleh tau, ukuran baju anaknya berapa, Nona?"Adora hanya tersenyum ringan saat pegawai outlet itu mengira Adora yang ingin membelikan gaun mereka untuk anaknya. Ia kemudian menoleh ke arah Benjamin.Benjamin yang mengerti arti tatapan Adora pun menjawab pertanyaannya, "Ukuran 10.""Baik, Tuan. Mari dilihat-lihat dulu. Kami memiliki beberapa koleksi di sini."Pegawai toko itu menuntun Benjamin dan Adora ke display baju yang ada di sana.Ada tiga pakaian yang menarik perhatian Adora.Pakaian pertama adalah gaun berwarna salem tanpa lengan yang memiliki border bunga penuh di bagian atasnya, sedangkan bagian bawahnya polos dengan ciri khas kain sifon. Gaun ini memiliki c
Adora menutup tirai ruang tempatnya berganti baju, kemudian membuka pakaian yang dikenakannya dan menggantinya dengan gaun yang dipilihkan Benjamin untuknya. Dalam sekejap, Adora dapat melihat cermin panjang di depannya kini memantulkan cerminan dirinya yang saat ini tengah menampakkan kulit telanjang bagian atas dadanya.Lantas hal itu tak membuat Adora berhenti untuk menggerakkan kedua tangannya. Ia melanjutkan kembali kegiatannya membuka satu-per satu kancing pakaiannya seraya menghela napas kala kedua netranya menatap ke arah gaun-gaun yang tergantung di belakangnya.Pada akhirnya Adora membawa kedua gaun yang dipilih Benjamin untuknya atas permintaan paksa atasannya itu.Benjamin bilang dia tidak bisa memilih antara kedua gaun itu, karena mereka tampak cantik di tubuh Adora.Adora juga setuju, kedua gaun yang dipilih Benjamin itu memang sangat cantik. Wajar saja Benjamin sampai kebingungan memilih salah satu di antara keduanya.Tunggu sebentar, dua gaun? Benjamin benar-benar memb
Setelah mengantar Adora pulang, Benjamin segera mengemudikan mobilnya ke rumah. Sesekali Benjamin melirikkan matanya ke arah bangku penumpang yang ada di belakang. Setiap kali ia melakukan hal itu, senyum selalu mengembang di kedua sudut bibirnya.Perasaan menggelitik selalu saja menghampiri Benjamin setiap dia mengingat Adora yang baru saja memberi bantuan dalam memilih hadiah untuk Fara.Benjamin ingin cepat-cepat membawa hadiah pertama yang disiapkannya itu ke hadapan Fara dan melihat reaksi anak perempuannya itu. Apakah Fara akan sama senangnya seperti Benjamin?Tanpa sadar Benjamin menekan pedal gas mobilnya dengan kekuatan lebih dan membawa kendaraannya berpacu dan membelah jalan.Fara, tunggu Papa, Sayang.***Sesampainya Benjamin di rumah, Fara yang mengetahui suara mesin mobil Benjamin memasuki perkarangan rumah pun segera keluar dan menyambut ayahnya."PAPAAAA!!!"Seru Fara saat menyapa Benjamin yang baru saja mematikan mesin mobilnya di halaman depan rumah. Melihat senyum Fa
"Benjamin, hari ini kamu jadi mengantar Fara ke Dokter Vania, Nak?" Adalah pertanyaan yang datang dari Thalita saat mereka bertiga sedang menyantap sarapan pagi di meja makan.Benjamin yang ditanya pun segera menjawab pertanyaan sang ibu, "Jadi, Ma.""Perlu Mama anterin juga enggak?" Thalita menawarkan, biasanya memang Thalitalah yang menemani Benjamin saat memeriksa keadaan Fara ke rumah sakit.Semenjak Benjamin menjadi orang tua tunggal Fara, sosok Thalita lah yang memang kerap kali membantu Benjamin mengurus Fara. Thalita sangat perhatian dengan tumbuh kembang Fara, cucu satu-satunya itu.Selain itu, Thalita juga turut andil dalam memilihkan sekolah tempat Fara mengenyam pendidikan, bahkan pakaian, hadiah, berikut juga dokter langganan, dan lain sebagainya untuk cucunya itu. Peranan Thalita memang begitu besar dan kuat dalam hidup Fara dan sejujurnya Benjamin sangat terbantu untuk hal yang satu itu. Menjadi orang tua tunggal di usia muda merupakan pengalaman yang tak mudah bagi Ben
"Kak Fai-Rina! Kak Fai-Rina!"Adora menoleh saat suara manis Fara memanggil namanya, lantas ia tersenyum pada Fara, anak perempuan yang tangan mungilnya itu kini sedang berada dalam genggaman tangan Adora.Posisi Fara kini tengah digandeng oleh Benjamin dan Adora. Potret ketiganya yang mesra itu tampaknya sudah mampu membuat siapapun di rumah sakit yang melihat mereka bisa menarik kesimpulan bahwa mereka bertiga adalah keluarga kecil yang tengah diliputi kebahagiaan.Bagaimana tidak? Fara di posisi tengah di antara kedua orang dewasa itu terlihat seperti anak kecil yang bahagia melihat kedua orang tuanya menggandeng tangannya tanpa berniat melepaskan mereka.Sementara itu, sebagai informasi, sudah 30 menit lebih Fara memanggil Adora dengan sebutan Kak Fai-Rina. Tentu saja nama itu tidak muncul tiba-tiba dalam kepala mungil Fara, melainkan itu adalah buah pikiran Benjamin yang mengusulkan Fara untuk memanggil Adora dengan sebutan itu.Awalnya bermula dari kejadian 30 menit lalu di mobi
"Haloo, Fara," sapa Vania saat dokter muda itu memutuskan untuk menghampiri pasiennya sebelum masuk ke ruang rawat bersama.Vania lah yang memaksa Benjamin agar membiarkan dirinya ikut bersama laki-laki itu menghampiri Fara dan Adora yang tengah duduk di ruang tunggu.Sesampainya Vania di hadapan Adora, Vania melirikkan matanya ke arah Adora. Diam-diam Vania menyoroti penampilan Adora dan tanpa sadar ia memberikan tatapan menilai kepada Adora.Ini adalah kali pertama bagi Vania menemukan sosok wanita muda yang datang bersama Benjamin. Biasanya Benjamin ditemani Thalita, ibunya sendiri.Kedatangan wanita muda itu mengembuskan angin tak sedap bagi Vania. Vania dapat merasakan dadanya berdenyut kala kedua netranya memandang Adora. Sontak kemarahan mengisi rongga hatinya. Harusnya hanya ia yang berada di samping Benjamin, bukan orang lain.Sementara itu, Adora yang sedari tadi diperhatikan oleh Vania pun peka dan memutuskan berdiri untuk menyambut Vania dengan uluran tangan, tetapi Vania
Lima menit setelah Vania masuk ke dalam ruangannya, Vania kembali keluar dari ruangan tersebut dengan senyum yang ia paksa untuk muncul di bibirnya.Mata Vania tak lepas dari presensi Adora yang berdiri bersejajar dengan Benjamin. Jelas-jelas Vania sedang menunjukkan bahwa dirinya tak suka dengan keberadaan Adora yang berdiri di sebelah Benjamin, tetapi Vania tidak dapat berbuat banyak selain harus menyembunyikan perasaannya itu. Vania tidak ingin mengambil risiko lebih jauh lagi, daripada Benjamin tidak ikut masuk ke dalam, Vania akhirnya memutuskan untuk membiarkan Adora turut serta masuk ke dalam ruangannya. Hanya untuk hari itu saja, tidak untuk hari-hari selanjutnya."Mari masuk," ujar Vania seraya membuka lebar pintu ruangannya, mempersilakan ketiga orang yang berada di hadapannya itu untuk masuk ke dalam ruangannya.Mendengar hal itu, Benjamin, Adora, dan Fara masuk ke dalam ruangan Vania. Sesampainya mereka di dalam ruangan Vania, sorot mata Adora berpendar ke sepenjuru ruan