"Kau benar-benar udah gila. Tidak punya hati dan akal sehat! Aku pikir aku di sini untuk pekerjaan, tapi apa? Semua ini cuma demi kesenanganmu. Bajing-an, aku bahkan meninggalkan anakku demi kamu?!" amuk Lia kesetanan dan marah mengetahui kalau dirinya tak melakukan apapun di sana.Davin cuma main-main dan bersenang-senang. Tak ada pertemuan ataupun pekerjaan. Dia murni untuk menyenangkan hatinya saja. Sayangnya Lia baru sadar saat memperhatikan kegiatan Davin yang cuma bermalasan dan tak melakukan kegiatan apapun sejak dua hari.Awalnya Lia memang tak curiga, masih berpikir positif dan berpikir Davin mungkin kelelahan karena perjalanan mereka cukup jauh. Namun dia juga tak bisa terus-terusan merasa wajar setelah beberapa hari terus begitu."Apa kau sudah memiliki anak? Jadi kau sudah menikah lagi Lia?!" tanya Davin syok dan tak percaya.Lia tertegun dan baru menyadari kesalahan ucapnya itu. Te
Davin sedang bersantai di ruang tengah rumahnya Lia. Oh, bukan, tapi rumahnya juga sekarang. Melihat desain interior ruang tengah, Davin terkagum dengan selera mantan istrinya. Lia memang tak di ragukan soal begituan, sehingga walaupun sederhana rumahnya sangat indah dan sekaligus nyaman di saat yang bersamaan. Siapapun bakalan betah tinggal di sana, dan bahkan Davin sendiri pun demikian.Lia sedang mandi saat pintu di ketuk dari luar. Mendengar itu, Davin yang masih do ruang tengah terpaksa bangkit dan membukanya.Rupanya yang datang suaminya Lyra yang mengantarkan Raka pulang. "Maaf, anda siapa dan di mana Lia?"Davin mengeras menyadari seorang pria yang berkunjung dan dia tak terima karena berpikir hal yang buruk. Davin memanas sendiri dengan pikirannya."Kamu yang siapa?!" balas Davin dengan sinis dan terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya.Pria itu tersenyum ramah dan
Lia terbuai melihat keakraban Davin dengan Raka. Dia terharu dan bahkan berpikir akan melakukan apapun demi bisa melihatnya terus. Asal Raka bahagia, maka Lia berani mengorbankan segalanya dan mempertaruhkan hidupnya."Papa jangan pelgi lagi, ya! Raka janji nggak akan minta dibelikan mainan baru lagi," ujar Raka dengan penuh harap."Kenapa Nak, memangnya mainan tadi sudah cukup?" pancing Davin sambil menatap Lia yang sekarang masih memperhatikan keduanya."Tidak, dan Raka sebenarnya masih banyak mainan baru yang Raka mau, tapi Raka tak mau Papa pergi lagi!" ujar Raka serius.Anak itu memang belum mengerti siapa dan apa sosok ayah itu, tapi dia sungguh dalam ketidak mengertiannya dia tak mau kehilangan. Dia menginginkan Davin, dan rasa menginginkan itu begitu besar sampai tak mau kehilangan.Lia sebagai perempuan yang sudah melahirkannya tentu saja tahu dengan apa yang putranya ra
"Kau terlambat!" Davin menghadangnya dan menatap Lia tajam.Lia terkejut, menatap Davin dengan tak percaya. Kenyataannya pria itulah penyebabnya, tapi sekarang dia malah menatap Lia dengan menuntut penjelasan. Bersikap seolah tak tahu apapun. Seolah bukan dia orang yang menurunkan Lia di jalan."Apa maksudnya?""Masih bertanya seperti itu, seolah-olah kau tidak salah?!" geram Davin dengan serius. "Harusnya aku yang kesal padamu karena kau terlambat, tapi di sini kau malah menatapku dengan tatapan perlawanan."Lia menghela nafas. Bahkan letihnya belum habis saat beberapa menit lalu dia berjalan berpuluh-puluh meter, cukup jauh sampai kakinya terasa kram, sampai kemudian dia sampai di pangkalan ojek dan naik ojek ke kantor.Namun bahkan walau begitu pria yang kejam, tidak punya hati dan membuatnya dalam masalah itu, kembali memperlihatkan jati diri. Iblish untuk Lia.
Brakk!Tiba-tiba Lia yang baru saja keluar dari toilet, tertarik masuk kembali ke dalam. Dia kaget setengah mati dan syok dengan kejadian itu dalam sekejap. Namun belum juga selesai dengan kekagetannya, sesuatu menyusul seperti menghimpit lalu membungkamnya. Lia tak bisa berbuat banyak karena pergerakannya bahkan tanpa disadari sudah terkunci."Cemburu eh?!" ujar Davin meledek setelah puas berbuat seenaknya pada Lia.Ah, ya pria itulah yang membuat Lia dalam posisi sekarang. Dia tiba-tiba datang, lalu dalam sekejap menarik Lia masuk ke dalam dan menguasainya.Tersenyum terlihat puas, apalagi saat melihat wajah yang tak berdaya Lia. Wajah itu bukannya membuatnya iba, tapi malah seperti menjadi kesenangan tersendiri bagi Davin bisa menyaksikannya."Sudah puas melakukannya?!" bentak Lia sambil kemudian bergerak memberontak."Belum Lia. Apa yang terjadi den
Sesampainya di rumah Lia segera merenggangkan tubuhnya yang pegal, sebelum kemudian ke sofa dan duduk di sana untuk merebahkan tubuhnya ke sandaran sofa."Mama capek ya?" tanya Raka yang juga ada di sana.Sebenarnya memang sebelum pulang Lia menyempatkan diri menjemput putranya di penitipan anak."Iya sayang, jadi Mama mohon kamu jangan nakal dan mengacaukan rumah. Mama mau tidur sebentar bisa?" ujar Lia yang segera disetujui Raka dengan anggukan kepalanya.Namun namanya juga anak-anak mana mungkin semudah itu diberitahu. Anggukan kepala dan persetujuannya cuma angin lalu. Faktanya Raka mulai bosan dan mencari mainan baru yang semalam dibelikan oleh Davin. Menaruhnya di lantai lalu memainkannya.Begitu bosan, Raka tiba-tiba bangkit dan menendang satu-satu mainannya. Seolah sedang main bola, padahal yang sedang ditendangnya adalah mobil-mobilan. Davin kalau melihatnya pasti menyes
Lia sudah tidak mood untuk makan lagi, walaupun sejak siang dia belum mengisi perutnya dengan apapun. Dia memang bisa saja memasak karena persediaan dapurnya masih penuh, tapi ucapan Davin membuatnya kehilangan selera.Usai membereskan meja makan dan mencuci piring kotor juga serangkaian alat masak yang sudah digunakan olehnya beberapa saat lalu, Lia cuma mengambil apel dari kulkas lalu meneguk air untuk dia minum. Hanya itu, karena setelahnya benar-benar tak ada lagi yang masuk ke perutnya.Beralih pada Raka, dia ke kamar putranya untuk melihat keadaanya. Biasanya sebelum tidur dia suka membacakan dongeng atau mengajaknya sikat gigi.Namun tepat saat Lia akan masuk, Davin keluar kamar dan menatapnya datar. "Dia sudah tidur. Jangan ganggu!""Aku ibunya dan aku berhak memastikannya!""Cukup Lia, jangan kekanakan. Kamu hanya ibu angkatnya bukan, setidaknya walaupun tak bisa menjadi
Lia bergetar pagi itu. Setiap menatap ke arah Davin dia ketakutan. Lima tahun lalu dia tak pernah menemukan sisi mantan suaminya yang kejam seperti itu, tapi sekarang dia bahkan merasakannya. Davin kasar, kejam, dan seperti monster menyiksanya.Sebelum keluar kamar, pria itu sempat melempar beberapa lembar uang pada wajahnya. Menghinanya dan tak lupa memperingatkan kalau dirinya tak ada bedanya dengan perempuan malam yang suka jual diri.Kali ini Lia lemah dan tak sanggup melawan. Untuk beberapa menit setelah Davin keluar, wanita itu menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Benarkah dia takkan bisa lepas dari Davin dan selamanya akan hidup dalam penderitaannya.Lia terus menangis, meski tak meraung, tapi kali ini dia benar-benar terlihat rapuh dan tak berdaya. Andai saja dia tak segera mengingat Raka, mungkin dia takkan menemukan tumpuannya lagi atau mungkin tak sanggup hidup."Tidak. Aku tidak bisa