Setelah kejadian naas yang membuat Lia merasa kehilangan harga dirinya, wanita itu tak pergi bekerja selama tiga hari. Dia di rumah, meski anaknya tetap saja diantar ke penitipan anak sampai jam kerjanya selesai. Supaya sahabatnya Lyra yang juga bekerja di sana tak curiga.
Tak ada kabar atau izin yang dia lakukan supaya izin tak masuk kerja. Lia semena-mena dan berharap hal itu bisa jadi pertimbangan HRD untuk memecatnya secepatnya.
Tak ada yang dia lakukan selain malas-malasan dan memperbaiki perasaannya yang buruk. Tidur dan menonton, meski pada akhirnya, Lia sendiri tak bisa menikmati kegiatannya itu. Dia masih gelisah dan terluka karena seorang Davin dan bahkan tak jarang karenanya tatapannya sesekali sempat kosong.
Tok-tok!
Mendesah kasar, Lia mengerutkan dahinya heran, menatap pintu dan memikirkan siapa yang datang. Baru setelahnya bangkit dan berdiri untuk memeriksanya.
Clek!!
"Jadi ini yang kau lakukan saat tidak pergi bekerja, bermalas-malasan?!"
Lia setengah mati langsung syok menatap kaget Davin yang secara tiba-tiba sudah ada dihadapannya.
"Darimana kau tahu tempat ini? Pergilah, aku sedang tidak bisa menerima tamu!"
"Bukan seperti itu cara menyambut bossmu, Lia, tapi biarkan aku masuk terlebih dahulu!"
Davin dengan tak mau tahunya, langsung saja masuk setelah mendorong Lia yang menghalangi jalannya. Pria itu bersikap tak sungkan dan seolah dia adalah pemilik rumahnya. Bahkan Davin pun langsung saja duduk di sofa yang ada di ruang tengah.
"Nyaman juga. Hm, tidak diragukan lagi selera wanita matre seperti kamu memang berkualitas. Walaupun sofa ini bukan barang mahal, tapi aku yakin kualitasnya yang terbaik!" puji Davin masih berlanjut dan terus saja bersikap semaunya.
Lia geram dan menatapnya jengah serta marah. "Anda seharusnya tidak masuk ke rumah orang dengan sembarangan, apalagi bersikap seenaknya begitu!"
Davin menyeringai, menatap Lia dengan tatapan meremehkan. "Kau saja bisa sembarangan menghancurkan hidupku dan seenaknya berselingkuh, lalu kenapa tidak denganku? Ayolah, ini hanya soal tempat berteduh, kau jauh lebih parah daripada aku!" jawab Davin menyindir Lia dengan kalimat yang sampai sekarang tak Lia mengerti.
"Pergi! Aku bilang pergi dari sini!"
Kali ini Lia tak tahan lagi, dia muak dengan Davin boss sekaligus mantan suaminya itu. Menarik pria itu supaya berdiri dan berharap bisa menyingkirkan dirinya keluar dari rumahnya.
Bruk!
Namun yang terjadi, Lia justru berakhir tertarik jatuh terduduk dipangkuan Davin. "Kau memang penggoda mantan istriku, tepatnya penggoda yang munafik dan bermuka dua. Berkata tidak dan menolak, tapi reaksi tubuhmu malah sebaliknya. Oh, aku tahu kamu jual mahal pasti karena aku belum memperlihatkan seberapa banyaknya uangku?!"
"Berhenti merendahkan aku, baji--"
"Sstttt ... aku tidak merendahkanmu kau sendirilah yang bertingkah seperti yang kuucapkan!" Davin tiba-tiba menatap tajam, setelah memotong kalimat Lia, lalu segera mencengkram rahang Lia kasar.
"Aku sudah pernah menjadikanmu ratu dalam hidupku, memberikan semuanya Lia dan bahkan aku tidak pernah marah saat pekerjaanmu cuma berpoya-poya menghabiskan uang! Aku tidak marah Lia!!" tegas Davin begitu geram, kali ini dia bahkan sangat serius lebih dari biasanya.
"Kau tahu kenapa? Itu karena aku sangat mencintaimu dan bahkan sampai sekarang rasa itu masih sama!" Davin mengeratkan cengkramannya. "Aku tidak bisa melupakan dirimu, tidak bisa berhenti memikirkan wanita rendah-an tukang selingkuh seperti kamu!! Puas kamu Lia, puas kamu merusak hidupku?!" lanjut Davin mengakui sambil kemudian menuntut berteriak marah.
Telinga Lia sampai berdengung sangking kerasnya, apalagi ditambah saat ini Davin berteriak tepat di depan telinganya.
Lia yang sejak awal sudah tertekan akibat perlakuan Davin tiga hari lalu, kini jatuh menangis karena tak tahan lagi. Sungguh harusnya dia yang mengatakan itu pada Davin dan bukannya sebaliknya. Karena Lia ingat jelas sebelum mantan suaminya ini dengan tanpa hati menceraikannya, Lia memergokinya berselingkuh dan bahkan secara langsung dengan mata kepalanya sendiri.
'Kau bahkan tidur dengan Liona!!' batin Lia berteriak marah, sayangnya suara itu tak kunjung keluar dari bibirnya. Akibat tertahan isakkan dan kondisinya yang buruk. Mental Lia benar-benar tertekan dan dia sudah tidak bisa berpikir jernih lagi.
❍ᴥ❍
Setelah Davin puas dan membuatnya tertekan, barulah pria itu pergi dengan tanpa diusir lagi. Dia sempat melecehkan Lia dan melemparkan segepok uang lagi. Menghinanya seolah Lia sudah tak memiliki harga diri.
Namun sebelum itu, Davin juga tak melupakan ancamannya. Memaksa Lia masuk kerja kembali keesokan harinya. "Jangan main-main denganku ataupun mencoba untuk kabur. Kau tahu siapa aku, Lia. Aku bisa membuatmu lebih menderita daripada ini dan bahkan tak segan menjebloskanmu ke penjara!"
Ancaman terakhir sebenarnya sudah tak Lia takuti, dia tak masalah dipenjara asal lepas dari jeratan Davin, tapi dia juga tak mungkin di sana. Tak bisa mendekam di penjara karena ada Raka yang harus dia jaga dan juga dibesarkan.
Menatap waktu sudah hampir sore dan sebentar lagi Raka pulang, Lia mengenyahkan hatinya yang penuh luka. Bangkit dan membereskan semua kekacauan yang Davin lakukan supaya anaknya nanti tak bingung, atau bertanya.
"Raka pulan--eh ... kenapa mata Mama miyip mata panda?" Raka yang masuk rumah dengan riang. Awalnya semangat, tapi tiba-tiba mengerjap heran menatap kedua bola mata Mamanya.
"Tidak apa-apa sayang, Mama hanya kecapean saja. Sudah sini peluk Mama!!" ujar Lia sambil mengulas senyuman palsunya.
Tidak ada yang baik-baik dalam dirinya, tapi dia seorang ibu dan ibu bisa melakukan apapun untuk anaknya. Termasuk mengorbankan kebahagiaannya.
"Mama pasti capek bekelja untuk Raka. Hm ... tidak usah beli Raka mainan lagi Mama, bial Mama tidak punya mata mirip mata panda. Mama jeyek dan Raka tidak suka!" ujar Raka membuat dada Lia sesak.
Mana mungkin, karena bahkan jika Lia mau dia tak mungkin berhenti bekerja. Davin mengancamnya dan anaknya Raka membutuhkan apa yang dihasilkannya dari bekerja.
"Huhh, Mama nggak yakin kamu nggak mau mainan baru!" ujar Lia melepaskan pelukannya, lalu mencubit gemas pipi gembul Raka. Wanita itu mencoba bercanda dan memecahkan suasana tegang.
"Anak nakal Mama ini jika sudah dibawa ke supermarket suka borong dan bikin dompet Mama menipis! Huhh, sudahlah kau tidak usah pikirkan itu. Mama suka bekerja kok ..., tapi kalau Raka kasihan sama Mama, lebih baik Raka cepat gede saja, terus gantian kamu yang bekerja!" lanjut Lia memaksakan diri untuk tersenyum, sambil mengusap puncak kepala Raka dengan penuh kasih sayang.
"Ok Mama, becok Raka akan gede dan Mama tidak perlu bekelja, jadi tidak akan punya mata miyip mata panda lagi!!" jawab Raka terlihat serius, meski sebenarnya dia sendiripun tak mengerti maksud ucapannya tersebut.
"Bisa aja kamu, nebar janji manis kaya ayahmu!" seru Lia tanpa sadar, membuat Raka mengerutkan dahinya heran.
"Ayah? Oh, iya apa itu ayah, Mama?" tanya Raka bingung. Dia belum puas mendapatkan jawaban mamanya yang pernah diberikan, dan karena diingatkan dia kembali menuntutnya.
Lia segera tersadar dan merasa kembali sesak. Namun, melihat Raka yang masih dihadapannya, Lia kembali mengulas senyumnya dengan paksa. "Nggak ada. Udah, sekarang jangan bahas apapun lagi karena sekarang waktunya mandi! Raka harus beres-beres dan Mama akan membuat ayam goreng terenak!!" ujar Lia membuat Raka bersemangat.
"Horeee! Makan ayam goyeng!!"
❍ᴥ❍
Bersambung
Davin terlihat puas saat melihat Lia kembali bekerja. Dia senang karena artinya berhasil menyelesaikan perempuan yang dibencinya. Saat ini dia bahkan tak sabar untuk menyiksanya kembali. Seolah-olah penderitaan wanita itu adalah kebahagiaannya. "Lia!" ujar Davin memanggil dengan suara kerasnya. Lia yang bekerja di depan ruangannya mendengar dan menghampirinya dengan cepat. Jangan sampai pria tak punya hati itu semakin membuatnya marah. "Iya, Pak!" "Siapkan tiket pesawat perjalanan ke luar kota, penginapan dan segala macam hal lainnya. Lakukan dengan baik dan jangan sampai ada yang salah. Aku harus ke sana selama tiga hari ke depan untuk bertemu klien kita," ujar Davin memberitahu. Dia memang sudah cukup jelas memberikan perintahnya, dan Lia pun melakukannya dengan baik. Akan tetapi semuanya tak selancar itu, karena ternyata Davin mau dirinya ikut menemaninya. "Tapi Pak, Anda tidak memberi perintah pada Saya sebelumnya tentang itu. Dua jam lagi pesawatnya berangkat dan karena itu
"Kau benar-benar udah gila. Tidak punya hati dan akal sehat! Aku pikir aku di sini untuk pekerjaan, tapi apa? Semua ini cuma demi kesenanganmu. Bajing-an, aku bahkan meninggalkan anakku demi kamu?!" amuk Lia kesetanan dan marah mengetahui kalau dirinya tak melakukan apapun di sana.Davin cuma main-main dan bersenang-senang. Tak ada pertemuan ataupun pekerjaan. Dia murni untuk menyenangkan hatinya saja. Sayangnya Lia baru sadar saat memperhatikan kegiatan Davin yang cuma bermalasan dan tak melakukan kegiatan apapun sejak dua hari.Awalnya Lia memang tak curiga, masih berpikir positif dan berpikir Davin mungkin kelelahan karena perjalanan mereka cukup jauh. Namun dia juga tak bisa terus-terusan merasa wajar setelah beberapa hari terus begitu."Apa kau sudah memiliki anak? Jadi kau sudah menikah lagi Lia?!" tanya Davin syok dan tak percaya.Lia tertegun dan baru menyadari kesalahan ucapnya itu. Te
Davin sedang bersantai di ruang tengah rumahnya Lia. Oh, bukan, tapi rumahnya juga sekarang. Melihat desain interior ruang tengah, Davin terkagum dengan selera mantan istrinya. Lia memang tak di ragukan soal begituan, sehingga walaupun sederhana rumahnya sangat indah dan sekaligus nyaman di saat yang bersamaan. Siapapun bakalan betah tinggal di sana, dan bahkan Davin sendiri pun demikian.Lia sedang mandi saat pintu di ketuk dari luar. Mendengar itu, Davin yang masih do ruang tengah terpaksa bangkit dan membukanya.Rupanya yang datang suaminya Lyra yang mengantarkan Raka pulang. "Maaf, anda siapa dan di mana Lia?"Davin mengeras menyadari seorang pria yang berkunjung dan dia tak terima karena berpikir hal yang buruk. Davin memanas sendiri dengan pikirannya."Kamu yang siapa?!" balas Davin dengan sinis dan terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya.Pria itu tersenyum ramah dan
Lia terbuai melihat keakraban Davin dengan Raka. Dia terharu dan bahkan berpikir akan melakukan apapun demi bisa melihatnya terus. Asal Raka bahagia, maka Lia berani mengorbankan segalanya dan mempertaruhkan hidupnya."Papa jangan pelgi lagi, ya! Raka janji nggak akan minta dibelikan mainan baru lagi," ujar Raka dengan penuh harap."Kenapa Nak, memangnya mainan tadi sudah cukup?" pancing Davin sambil menatap Lia yang sekarang masih memperhatikan keduanya."Tidak, dan Raka sebenarnya masih banyak mainan baru yang Raka mau, tapi Raka tak mau Papa pergi lagi!" ujar Raka serius.Anak itu memang belum mengerti siapa dan apa sosok ayah itu, tapi dia sungguh dalam ketidak mengertiannya dia tak mau kehilangan. Dia menginginkan Davin, dan rasa menginginkan itu begitu besar sampai tak mau kehilangan.Lia sebagai perempuan yang sudah melahirkannya tentu saja tahu dengan apa yang putranya ra
"Kau terlambat!" Davin menghadangnya dan menatap Lia tajam.Lia terkejut, menatap Davin dengan tak percaya. Kenyataannya pria itulah penyebabnya, tapi sekarang dia malah menatap Lia dengan menuntut penjelasan. Bersikap seolah tak tahu apapun. Seolah bukan dia orang yang menurunkan Lia di jalan."Apa maksudnya?""Masih bertanya seperti itu, seolah-olah kau tidak salah?!" geram Davin dengan serius. "Harusnya aku yang kesal padamu karena kau terlambat, tapi di sini kau malah menatapku dengan tatapan perlawanan."Lia menghela nafas. Bahkan letihnya belum habis saat beberapa menit lalu dia berjalan berpuluh-puluh meter, cukup jauh sampai kakinya terasa kram, sampai kemudian dia sampai di pangkalan ojek dan naik ojek ke kantor.Namun bahkan walau begitu pria yang kejam, tidak punya hati dan membuatnya dalam masalah itu, kembali memperlihatkan jati diri. Iblish untuk Lia.
Brakk!Tiba-tiba Lia yang baru saja keluar dari toilet, tertarik masuk kembali ke dalam. Dia kaget setengah mati dan syok dengan kejadian itu dalam sekejap. Namun belum juga selesai dengan kekagetannya, sesuatu menyusul seperti menghimpit lalu membungkamnya. Lia tak bisa berbuat banyak karena pergerakannya bahkan tanpa disadari sudah terkunci."Cemburu eh?!" ujar Davin meledek setelah puas berbuat seenaknya pada Lia.Ah, ya pria itulah yang membuat Lia dalam posisi sekarang. Dia tiba-tiba datang, lalu dalam sekejap menarik Lia masuk ke dalam dan menguasainya.Tersenyum terlihat puas, apalagi saat melihat wajah yang tak berdaya Lia. Wajah itu bukannya membuatnya iba, tapi malah seperti menjadi kesenangan tersendiri bagi Davin bisa menyaksikannya."Sudah puas melakukannya?!" bentak Lia sambil kemudian bergerak memberontak."Belum Lia. Apa yang terjadi den
Sesampainya di rumah Lia segera merenggangkan tubuhnya yang pegal, sebelum kemudian ke sofa dan duduk di sana untuk merebahkan tubuhnya ke sandaran sofa."Mama capek ya?" tanya Raka yang juga ada di sana.Sebenarnya memang sebelum pulang Lia menyempatkan diri menjemput putranya di penitipan anak."Iya sayang, jadi Mama mohon kamu jangan nakal dan mengacaukan rumah. Mama mau tidur sebentar bisa?" ujar Lia yang segera disetujui Raka dengan anggukan kepalanya.Namun namanya juga anak-anak mana mungkin semudah itu diberitahu. Anggukan kepala dan persetujuannya cuma angin lalu. Faktanya Raka mulai bosan dan mencari mainan baru yang semalam dibelikan oleh Davin. Menaruhnya di lantai lalu memainkannya.Begitu bosan, Raka tiba-tiba bangkit dan menendang satu-satu mainannya. Seolah sedang main bola, padahal yang sedang ditendangnya adalah mobil-mobilan. Davin kalau melihatnya pasti menyes
Lia sudah tidak mood untuk makan lagi, walaupun sejak siang dia belum mengisi perutnya dengan apapun. Dia memang bisa saja memasak karena persediaan dapurnya masih penuh, tapi ucapan Davin membuatnya kehilangan selera.Usai membereskan meja makan dan mencuci piring kotor juga serangkaian alat masak yang sudah digunakan olehnya beberapa saat lalu, Lia cuma mengambil apel dari kulkas lalu meneguk air untuk dia minum. Hanya itu, karena setelahnya benar-benar tak ada lagi yang masuk ke perutnya.Beralih pada Raka, dia ke kamar putranya untuk melihat keadaanya. Biasanya sebelum tidur dia suka membacakan dongeng atau mengajaknya sikat gigi.Namun tepat saat Lia akan masuk, Davin keluar kamar dan menatapnya datar. "Dia sudah tidur. Jangan ganggu!""Aku ibunya dan aku berhak memastikannya!""Cukup Lia, jangan kekanakan. Kamu hanya ibu angkatnya bukan, setidaknya walaupun tak bisa menjadi