Share

Ada-Ada Saja Kejadian

Mengendarai mobilnya secara perlahan, Clara merasakan hal yang tak biasa dalam dirinya. Rasa yang susah ia jelaskan. Rasa berdebar namun juga rasa kesal. Mengingat apa yang dilakukan oleh Azka barusan.

"Clara. Sudah. Jangan ingat-ingat lagi. Urusan kamu sama dia sudah selesai," ucap Clara sendiri mencoba menenangkan hatinya.

Setelah merasa tenang, Clara menambah kecepatan mobilnya agar segera sampai di bengkel Papa.

Sementara itu masih di apartemen, saat melihat Azka berjalan mendekat, para pria berbaju hitam langsung menghampirinya.

"Apa yang terjadi, Mas? Semua amankan?"

"Iya. Kita pergi sekarang," ucap Azka seraya melempar senyum pada Bu Yanti yang sedang memperhatikannya.

"Unit apartemen gimana, Mas?"

"Nanti kita cek lagi," kata Azka kemudian berjalan lebih dulu.

Bu Yanti dan beberapa petugas resepsionis saling berpandangan melihat Azka dan pengawalnya pergi meninggalkan tempat itu.

"Sshh.... Gak usah dibahas lagi, Balik kerja aja," ucap Bu Yanti dengan jari telunjuk menempel di bibirnya. Tau apa yang ada dipikiran anak buahnya itu. Berada satu lift dengan orang-orang Azka tadi saja sudah membuatnya dirinya ketar ketir.

Clara menghabiskan waktu di bengkel Papa hingga sore sebelum akhirnya ia pamit pulang terlebih dahulu.

"Jadi cincinnya beneran ada di apartemen, Cla?" tanya Papa yang baru sadar kalau cincin berlian telah melingkar di jari manis Clara.

"Iya, Pa. Ternyata memang ada di apartemen," sahut Clara singkat.

"Untung penghuni apartemen yang baru itu jujur ya. Zaman sekarang kalau orang ngeliat barang berharga, apalagi berlian kayak gitu, jangan harap bisa kembali," komentar Papa lagi.

Clara hanya tersenyum kecut. Ia sama sekali enggan membahas kejadian di apartemen tadi pagi. Jangankan membahas, mengingatnya saja ia malas.

"Tadi, Papa ngerasain gempa gak sih? Pagi?"

"Iya. Getarannya terasa. Untung cuma sebentar," sahut Papa.

"Berarti kamu ngerasain gempa tadi waktu di apartemen?" tanya Papa yang topik pembicaraannya malah balik seputar apartemen.

"iya, Pa," sahut Clara singkat, "Clara pulang dulu ya, Pa."

"Oke, kamu hati-hati ya," kata Papa sambil merangkul bahu Clara. Mereka lalu berpisah dan masuk ke mobil masing-masing.

Setibanya di rumah, Clara merebahkan dirinya di sofa ruang tengah.

"Mbak Clara mau langsung makan?" tanya Bu Iin.

"Bentar lagi, Bu," sahut Clara dengan mata terpejam. Melihat majikannya tampak lelah, Bu Iin memilih untuk menjauh dan tak ingin mengganggu sebelum dipanggil lagi.

Masih memejamkan mata, pikiran Clara terbang entah kemana. Tak tau apa yang dirasakan kali ini.

Alunan lagu milik James Young terdengar dari dalam tas Clara. Panggilan masuk yang memaksanya harus membuka mata.

"Sudah dimana, Cla? Dari tadi aku chat tapi gak di balas." Suara Lisa terdengar dari ujung telepon. Lisa cukup cerewet bila sedang tak bersama Clara. Ia bisa sampai spam chat dan melakukan panggilan berkali-kali.

"Baru sampai rumah, Lis. Baru pulang dari bengkel Papa."

"Gimana cincinnya? Sudah ketemu kan?" tanya Lisa.

"Udah, Lis."

"Di apartemen kan?" Lisa memastikan.

"Iya di apartemen. Dimana lagi?" Nada suara Clara sedikit sewot.

"Kok marah? Ada kejadian apa?"

"Aku capek, Lis. Aku mau istirahat. Dah." Serta merta Clara mengakhiri panggilan Lisa. Semakin ia meladeni pertanyaan Lisa, akan semakin teringat kejadian tadi.

***

Pukul sepuluh pagi Clara akhir terbangun, setelah kemarin ia mengalami kesulitan tidur. Hari ini ia tak berniat untuk keluar rumah, selain karena memang tak ada jadwal. Ia ingin menikmati hari-hari santai tanpa beban pekerjaan sebelum nantinya akan terlibat syuting film dengan lama waktu yang belum pasti.

"Bu, tolong bikinin saya susu coklat hangat ya," pinta Clara pada Bu Iin sambil membawa beberapa lembar roti dan sebotol selai coklat.

Sambil menikmati siaran tivi, ia mengoleskan selai coklat ke atas rotinya.

"Astaga," umpat Clara dengan mulut penuh roti saat melihat berita infotainment di tivi. Baru saja akan mengganti siaran tivi namun Bu Iin langsung menahan.

"Aduh, saya ngefans banget Azka," kata Bu Iin gembira seraya meletakkan segelas susu coklat Clara di atas meja.

"Ngefans kenapa, Bu?" tanya Clara kepo.

"Udah ganteng, baik, perhatian, romantis lagi," puji Bu Iin.

"Emang Bu Iin kenal? Bisa bilang dia baik sama romantis kayak gitu," kata Clara tak terima.

"Kan saya nonton sinetronnya, Mbak. Coba sekali-sekali Mbak Clara nonton, pasti Mbak Clara juga bakal suka sama Azka. Tapi sayang, sinetronnya sudah mau tamat. Tinggal dua episode lagi," cerita Bu Iin. Raut wajahnya sedih.

"Bu Iin sampai sedih gitu cuma karena sinetronnya mau tamat?" Clara tak percaya dengan orang-orang yang begitu mencintai sinetron sampai-sampai sedih saat tau sinetron itu bakal tamat, seperti Bu Iin ini.

"Ceritanya seru, Mbak. Makanya Mbak Clara coba nonton," ucap Bu Iin lagi seraya menjauh karena berita tentang Azka telah habis.

"Ngapain aku harus nonton dia," ucap Clara kemudian meminum susu coklatnya sampai habis. Beranjak dari ruang tengah, Clara mengambil laptop dari kamar dan membawanya ke teras samping. Baru saja masuk ke aplikasi internet banking untuk mengecek mutasi rekeningnya, sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya.

'Lima puluh juta' gumamnya tak percaya dengan isi notifikasi itu. Ia buru-buru login internet bankingnya untuk memastikan.

"Kenapa masih transfer sih?" Clara menggaruk-garuk kepala.

Latar ponselnya menyala, menampilkan panggilan masuk dari nomor yang memang sengaja tak disimpannya.

"Selamat pagi, Clara. Sudah terima transferan dari saya kan?" Suara berat yang sangat familiar di telinganya.

"Untuk apa Om transfer saya lagi? Saya bukan Clara yang dulu lagi, Om."

"Jangan marah dulu, Clara. Saya baru saja dapat bonus, dan lagian saya sudah menganggap kamu sebagai anak saya," kata pria itu.

"Saya gak mau dianggap anak atau apapun sama Om Bastian lagi. Saya tidak seperti dulu lagi, Om. Saya cuman artis yang ingin tetap eksis dengan prestasi dan karya saya, bukan dengan berita negatif, Om."

"Tenang dulu Clara. Yang saya kirim barusan itu murni untuk kamu. Terserah kamu uang itu mau kamu apakan asal jangan kamu kembalikan pada saya. Saya tidak mengharap apapun dari kamu," ucap Om Bastian lagi.

Pria di ujung telepon itu adalah salah satu pria kesepian yang sempat Clara kenal dulu saat ia salah jalan. Pria yang seumuran dengan Papanya, yang tak sedikit pun menyentuh Clara. Om Bastian adalah pria beristri yang keduanya sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing hingga tak memiliki waktu untuk bersama. Mantan manajer Clara lah yang mempertemukan mereka. Yang menyebabkan Clara menjadi teman curhat Om Bastian. Begitu mantan manajernya meninggal dan karena tak ingin merusak rumah tangga orang, Clara meminta Om Bastian untuk tidak menghubunginya lagi.

"Oke. Tapi please jangan pernah hubungi saya lagi," pinta Clara pada Om Bastian. Orang di seberang sana hanya tersenyum lalu mengakhiri panggilannya.

Clara meletakkan ponselnya dan memandangi layar laptopnya. Ia mulai berpikir akan dikemanakan uang itu. Ia tak ingin menggunakan uang itu untuk urusan pribadinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status