Share

Menemukan Cincin Berlian

Duduk santai di bawah pohon, Clara melihat sepasang merpati tengah bertengger di dahan pohon yang berada tepat di depannya. Seolah sedang bermesraan, sepasang merpati itu kemudian terbang bersamaan.

Drtt… . Drtt… . Drtt… .

Perlahan kesadaran Clara mulai terkumpul. Dengan cepat ia membuka mata.

Drtt… . Drtt… . Drtt… .

Tangannya meraih ponsel yang dari tadi terus bergetar.

"Iya, Lis," sahut Clara seraya duduk dan bersandar.

"Cincinnya gimana? Sudah ketemu?"

"Belum, Lis," sahut Clara tak semangat. Ia benar-benar tak ingat pernah melepaskan cincinnya dimana.

"Mungkin di apartemen, Cla." Lisa mencoba menerka.

"Apartemen?" ulang Clara. Seingatnya ia sudah mengecek ulang setiap ruangan yang ada sebelum meninggalkan apartemen. Ia sedikit sangsi meninggalkan cincin berliannya di apartemen.

"Iya, Cla. Kemungkinan terbesar cuman ada di apartemen. Mau aku cek ke apartemen sekarang?"

"Gak usah, Lis. Kamu kan lagi izin. Ntar aku yang tanya langsung ke sana. Makasih ya, Lis," ucap Clara seraya menutup teleponnya.

Mengikat rambutnya, Clara keluar kamar dan menuju dapur.

"Pagi, Mbak Clara," sapa Bu Iin yang sedang membuat sarapan. Bu Iin adalah orang yang menemani Clara di rumah ini.

"Pagi, Bu." Clara duduk di meja makan dan menikmati teh hangat yang tersaji. Setelah menghabiskan tehnya, Clara kembali ke dalam kamar dan mandi. Ia akan ke apartemen pagi ini.

***

Sebelum ke apartemen, Clara lebih dulu mampir ke rumah Papa. Saat ia masuk dan melintas di ruang tengah, ia berhenti menatap layar kaca.

"Gak di mimpi gak di dunia nyata, kenapa burung merpati terus sih yang aku lihat?" gumam Clara. Tiba-tiba saja mimpinya tadi pagi terlintas dalam ingatannya.

"Bisanya bakal ketemu jodoh, Non," celetuk Bi Asih yang mendengar gumaman Clara.

"Bibi," serah Clara.

"Betul, Non. Merpati, mimpi ular, mimpi seperti itu mitosnya adalah mimpi yang memberi tanda bahwa jodoh Non Clara sudah dekat," kata Bi Asih menjelaskan.

"Zaman sekarang Bi Asih masih percaya mitos," sahut Clara coba menepis. Jujur saja ucapan Bi Asih sedikit mengganggu hatinya.

"Pagi-pagi ngomongin jodoh, ada berita baik ya, Cla." Papa datang menghampiri.

Clara manyun.

"Cincin kamu ketemu?"

"Belum, Pa. Ini Clara mau ngecek ke apartemen."

"Mau Papa temenin?"

"Gapapa Clara sendiri aja, Pa."

"Oke. Tapi siang temenin Papa makan ya?" Papa menawarkan pilihan.

"Oke. Kalau gitu Clara antar Papa ke bengkel. Setelah urusan Clara selesai, Clara langsung ke bengkel Papa lagi."

Papa menyetujui apa yang Clara katakan. Mereka lalu pergi meninggalkan rumah dan menuju bengkel. Tak ingin buang waktu, Clara langsung menuju apartemen untuk menemukan cincinnya itu.

"Selamat pagi, Mbak." Clara menuju resepsionis.

Staf resepsionis langsung menyambut ramah Clara.

"Ada yang bisa saya bantu, Mbak Clara?"

"Boleh ke unit apartemen yang saya sewa kemarin, Mbak? Sepertinya ada barang saya yang tertinggal," ujar Clara to the point.

"Silahkan duduk dulu, Mbak. Saya tanyakan dengan atasan saya dulu," ucap wanita itu seraya mengajak Clara ke sebuah ruang tunggu.

Sekitar lima menit menunggu, wanita tadi datang kembali bersama seorang wanita lainnya yang di dadanya tertera sebuah nama-Yanti.

"Selamat pagi Bu Clara, ada yang bisa saya bantu?" tanya Bu Yanti ramah.

"Begini, Bu. Sepertinya ada barang saya yang tertinggal di unit apartemen yang saya sewa kemarin. Boleh saya pinjam kuncinya dan masuk ke dalam?"

"Unit 8808 yang Bu Clara sewa kemarin, baru saja kuncinya diganti oleh pemilik yang baru," kata Bu Yanti.

"Pemilik yang baru?"

"Iya, Bu Clara. Pemilik pertama telah menjual ke pemilik baru," sambung Bu Yanti.

"Boleh saya dibantu untuk menghubungi pemilik baru apartemen itu?"

"Saya masih belum mendapatkan kontak yang bersangkutan. Tapi menurut informasi yang saya terima, pemilik baru akan datang siang ini."

"Siang ini? Jam berapa?" Clara memastikan.

"Jam pastinya saya belum tau. Kalau Bu Clara bersedia saya akan menghubungi kalau pemilik apartemen yang baru sudah datang," kata Bu Yanti lagi.

Clara terdiam sejenak seraya melirik jam tangannya. Waktu yang sangat tanggung. Beberapa jam lagi waktu makan siang menjelang dan ia sudah janji dengan Papa akan makan siang bersama.

"Minta tolong hubungi saya di nomor ini ya, Bu." Clara meninggalkan nomornya di secarik kertas.

"Baik, Bu Clara."

Clara benar-benar berharap kalau pemilik apartemen itu bisa datang sebelum jam makan siang. Masih ada sekitar dua jam lagi sampai jam makan siang datang. Beruntung dekat dengan apartemen itu ada coffee shop, jadi ia tak perlu pergi jauh untuk menunggu.

'Lumayan' komentar Clara dalam hati. Sajian kopi dan tempatnya lumayan enak, walau beberapa orang datang dan meminta foto serta tanda tangannya.

Setelah hampir satu jam menunggu, sebuah panggilan dari nomor kantor tertera di layar ponselnya.

"Ya?" sahut Clara.

"Siang Bu Clara, saya Yanti. Untuk pemilik unit apartemen yang baru sudah datang," kata Bu Yanti memberitahu.

"Oke terima kasih, Bu Yanti. Saya segera kesana." Clara segera meninggalkan coffee shop tadi. Langkahnya sedikit lebih cepat. Ia sudah tak sabar ingin menemukan cincin berliannya itu.

Setibanya gedung apartemen Bu Yanti langsung menghampiri Clara dan mengantarkannya ke unit apartemen yang pernah di sewanya. Pintu unit itu sedikit terbuka.

"Permisi," ucap Bu Yanti di depan pintu.

"Iya." Seorang pria yang sudah tak asing lagi muncul di balik pintu membuat kaget Clara. Super duper kaget.

"Selamat siang, Pak Azka. Saya ingin meminta izin untuk masuk ke dalam. Bu Clara yang dulu pernah tinggal di sini ingin mengambil barangnya yang tertinggal," ucap Bu Yanti memberitahu maksud kedatangannya.

"Oh silahkan masuk," sahut Azka ramah membuka pintu lebih lebar lagi.

Clara ragu untuk melangkah masuk.

'Apa-apaan ini? Kenapa dia membeli apartemen ini' Clara bertanya-tanya dalam hati.

"Silahkan, Bu Clara," kata Bu Yanti yang telah lebih dulu masuk.

Melangkahkan kakinya masuk, Clara menatap Azka sekilas lalu mengedarkan pandangan pada beberapa orang yang juga ada di dalam ruangan itu.

Azka memberi kode pada salah satu orangnya.

"Boleh minta waktunya sebentar, Bu?" kata seorang pria berbaju hitam menghampiri Bu Yanti. Diikuti yang lain, hingga tinggal Azka dan Clara di dalam unit itu.

"Mohon untuk tidak merekam atau menyebarkan foto atau video Pak Azka ataupun Bu Clara," kata pria berbaju hitam itu mengiringi Bu Yanti ke bawah.

"Tentu tidak, Pak. Kami sangat menjaga privacy klien kami," sahut Bu Yanti. Dalam hatinya sedikit takut dengan orang-orang Azka yang seolah tengah menyanderanya.

Sementara itu di dalam unit, Clara mencoba menenangkan dirinya. Tak tahu kenapa ia menjadi deg-degan.

"Aku izin mau masuk ke dalam kamar," kata Clara ketus sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar. Tak peduli Azka belum memberikan izin, ia tetap masuk ke dalam kamar. Sudah terjadi sedikit perubahan dari tata letak barang yang ada di kamar.

"Kamu tetap sama. Cuek dan tak mau tahu dengan apa yang ada disekitar kamu," ucap Azka dengan tangan terlipat di depan dada berdiri di ambang pintu.

"Aku gak ada urusan sama kamu. Aku cuma minta izin untuk mencari barang aku yang ketinggalan di sini," sahut Clara menatap Azka sejenak kemudian melanjutkan misi pencariannya. Tak menemukan cincinnya di dalam kamar, ia segera masuk ke dalam kamar mandi. Namun tetap sama, cincinnya nihil ditemukan. Tak mungkin ia merelakan begitu saja cincin berliannya itu. Sudah banyak tetesan keringat dan air mata yang ia korbankan untuk bisa memiliki cincin berlian dengan karat yang lumayan.

"Posisi furniture di kamar ini sudah berubah, itu artinya kamu sudah menemukan barang milikku yang ketinggalan di sini." Clara keluar kamar mandi dan berjalan menghampiri Azka.

"Barang apa? Aku gak menemukan barang apa-apa di sini," tukas Azka dengan batu terangkat.

"Kamu jangan mengada-ada!" seru Clara kesal. Ia mengeluarkan ponselnya dan mencari foto cincinnya.

"Kamu pasti sudah menemukan cincin milikku!" Clara menunjukkan layar ponselnya pada Azka. Bukannya menjawab, Azka malah dengan isengnya menggeser layar ponsel Clara hinga foto yang ada di layar berubah.

"Kamu!" Clara begitu kesal dan menyimpan ponselnya di dalam saku celana.

"Bisakah kamu bersikap sedikit manis?" tanya Azka.

"Aku tidak bersikap manis dengan orang asing," sahut Clara judes.

Azka berjalan mendekati salah satu meja dan membuka lacinya.

"Berarti kamu tidak tertarik lagi dengan ini," kata Azka santai sambil membuka genggaman tangannya. Cincin berlian dengan satu mata berada di dalam tangan Azka.

Saat Clara hendak meraih cincinnya itu, dengan cepat Azka menggenggam kembali tangannya dan berjalan sedikit menjauh.

"Mau kamu apa sih? Itu milikku?!"

"Apa aku milik kamu?" Azka mencoba menggoda Clara. Rasanya membuat adrenalin Azka terpacu. Sekian lama keberaniannya terkumpul.

"Please. Aku hanya ingin cincin itu dan aku tidak akan menganggu kamu lagi. Jadi tolong, kembalikan itu sekarang juga." Clara penuh penekanan.

"Ini," ucap Azka dengan tangan kembali terbuka. Belum sempat Clara meraih cincinnya, tangannya sudah diraih oleh Azka.

'Tangan ini yang sejak lama ingin ku genggam. Wajah ini yang sejak lama ingin ku tatap begitu dekat. Cla, aku jatuh hati sejak pertama melihatmu' gumam Azka dalam hati. Begitu dekat ia dengan Clara.

"Jangan berpikir aku akan terpesona dengan kamu!" Dengan sekali hentakan, Clara akhirnya bisa melepaskan tangannya dari erat genggaman tangan Azka. Ia juga berhasil mendapatkan cincin berlian.

"Aku gak ngerti apa tujuan kamu membeli unit ini!" Clara kembali mengenakan cincin itu di jari manisnya. Sekarang ia bisa bernafas lega karena telah menemukan cincinnya.

"Terima kasih. Sekarang aku berharap, aku gak ada pernah bertemu kamu lagi!" seru Clara. Ia bersiap hendak pergi dari tempat itu, namun sebuah goncangan hebat tiba-tiba saja membuat kakinya lemas. Beberapa benda terlihat bergoyang.

"Gem-pa," ucap mereka bersamaan sambil menatap. Baru saja akan melangkahkan kakinya, goncangan kedua kembali terasa. Dengan cepat Azka menghampiri kemudian merangkul Clara. Ia membawa Clara keluar dari unit melalui pintu darurat. Beberapa orang juga tampak tergesa-gesa menuruni tangga darurat. Ingin segera sampai di lantai dasar. Begitu sampai di lantai dasar dan keadaan telah kembali normal, tanpa pikir panjang Clara langsung menuju mobilnya. Tak ada sepatah katapun yang keluar. Tak tau apa ia rasakan saat ini.

'Ada apa ini' gumamnya dalam hati bertanya dengan satu tangan meraba dadanya. Getaran hebat ia rasa. Bukan karena gempa tadi melainkan karena hal lain.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status