 LOGIN
LOGINReina Armanda, seorang dokter bedah militer berdedikasi, dikhianati oleh tunangannya, Dafa, yang memilih menikahi kakak sepupunya demi kedudukan keluarga. Saat hidupnya hancur, sebuah tawaran menikah dari seorang perwira tinggi mengubah segalanya. Yang tak Reina tahu, lelaki itu bukan hanya orang yang dulu menjatuhkan keluarganya tapi juga pria yang diam-diam pernah memilihnya… lalu mengorbankannya demi ambisinya sendiri.
View MoreBRAK! Tiga orang berseragam hitam menyergap masuk. Senjata laras pendek terangkat. Gerakan cepat, senyap, dan terlatih. “Turun!” teriak salah satu dari mereka.Reina dan pria itu terpisah seketika. Dafa terpaku di ambang pintu antara marah, kaget, dan tak percaya dengan apa yang sedang terjadi.Namun pria di dalam kamar yang tadi mencium Reina tidak bereaksi panik.Sebaliknya, ia berbalik perlahan. Mata dinginnya menatap ketiga penyerang itu seperti menatap gangguan kecil. Dan tanpa satu kata pun, ia menarik Reina ke belakangnya. “Siapa kau?!” salah satu pria bersenjata menyorotkan laser merah ke arah dada pria itu.Senyum tipis muncul di wajahnya. “Pertanyaan yang salah.” Satu detik kemudian...... Dor! Dor! Dor! Tiga suara tembakan nyaris bersamaan. Tapi bukan pria itu yang tumbang. Tiga orang berseragam hitam itu yang jatuh bersamaan ke lantai, darah menetes di karpet.Asap tipis mengepul dari senjata kecil yang kini berada di tangan pria itu senjata yang entah sejak kap
Sudah tiga hari sejak insiden penembakan di upacara pelantikan. Markas masih setengah terkunci, tapi para pejabat berusaha bertingkah seolah semuanya baik-baik saja. Termasuk… menggelar pesta pernikahan seformal ini.Ucapan selamat berhamburan seperti tembakan peluru kosong. Senyum tertata, tawa sopan, musik romantis menyelimuti aula pernikahan mewah itu. Lampu kristal menggantung dari langit-langit, memantulkan cahaya ke gaun pengantin putih yang berdiri di atas panggung.Raya tampak anggun dan Dafa tampak gagah di sampingnya.Dan Reina berdiri di tengah kerumunan sebagai tamu undangan. Bukan sebagai wanita yang dulu pernah dijanjikan masa depan oleh pria yang kini sedang menggenggam tangan orang lain.Ia tidak mengenakan seragam. Tidak juga gaun mencolok. Hanya dress hitam sederhana, rambut disanggul rendah. Elegan, tapi tidak mengundang perhatian.Namun sorot mata beberapa orang terus diam-diam mencurinya pandang.Sebagian memuji keberaniannya datang. Sebagian menertawakannya. Seba
Upacara pelantikan diselenggarakan di lapangan luas markas komando pusat tempat yang biasanya hanya dihiasi deretan bendera dan podium. Tapi hari ini, suasananya terlalu formal untuk sekadar seremonial. Barisan pejabat tinggi, perwira aktif, dan mantan komandan berdiri di area khusus yang terlindungi tenda putih.Semua terlihat rapi. Semua terlihat normal.Dan justru karena terlalu normal itulah, Reina tahu ada sesuatu yang tidak normal.Ia tidak masuk lewat pintu depan. Sesuai pesan pria itu, ia melewati akses samping, masuk bersama barisan petugas medis yang disiagakan untuk protokol. Seragam lapangannya membuatnya mudah membaur.Namun, mata beberapa orang mengikuti langkahnya. Bukan karena mereka mengenali—melainkan karena ada yang disuruh mengawasi.Ia pura-pura tidak melihat.Dari kejauhan, ia melihat Kolonel Ardan berdiri di depan podium, berbicara ringan dengan seorang jenderal yang lebih tua. Ardan tampak tenang. Senyumnya khas perwira yang sudah lama terbiasa berpolitik.Oran
Reina menatap layar ponselnya cukup lama setelah pesan itu muncul. Bukan karena takut. Tapi karena kalimat itu terasa bukan ancaman… melainkan pengingat dari seseorang yang tahu lebih banyak daripada musuh-musuhnya. “Diam bukan pilihan lagi. Jangan ulangi kesalahan ayahmu.” Kesalahan ayahnya? Orang-orang mengira mereka tahu apa yang terjadi, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang benar-benar berada di ruangan itu, hari itu, saat semuanya runtuh. Kecuali satu orang. Dan orang itu hilang begitu saja sesudahnya. Reina menekan tombol power, mengunci layar, lalu menyimpan ponselnya tanpa ekspresi. Tapi otaknya tidak berhenti bekerja satu detik pun. Siapa yang cukup berani mengirim pesan seperti itu? Orang dalam? Perwira senior? Bawahan almarhum ayahnya? Atau seseorang yang sengaja ingin mengaduk masa lalu… agar kembali meledak? Ia masuk ke dalam mobil, tapi bahkan sebelum jari menyentuh setir, ia menyadari sesuatu. Spion tengahnya sedikit berubah posisi. Ia tahu betul ia tidak p
Lorong rumah sakit militer itu dinginnya tidak wajar malam itu, seolah AC sengaja dinaikkan untuk membekukan orang-orang yang masih sadar. Lampu neon putih di langit-langit berkedip sekali, lalu stabil kembali. Reina Armanda berjalan pelan sambil melepas sarung tangan bedah, ujung jarinya memerah karena terlalu lama menggenggam alat operasi. Enam jam operasi darurat, tiga prajurit dengan luka tembak di perbatasan, dan dua nyawa yang hampir tidak kembali. Tapi justru bukan itu yang membuat napasnya berat.Ia merasa malam ini ada sesuatu yang menunggu namun bukan rasa lelah. Di ujung lorong, suara dua perawat yang berpapasan tiba-tiba merendah begitu melihatnya lewat. Bukan karena wibawanya sebagai dokter bedah militer, tapi seperti ada bisik-bisik yang sudah mendahului langkahnya. Salah satu dari mereka bahkan sempat menatap Reina dengan ekspresi seperti hendak bicara… lalu mengurungkan diri. Reina mengabaikannya. Begitu membuka pintu ruang istirahat dokter, ia mengira ruangan it






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments