Beranda / Romansa / BUKAN MEMPELAI IMPIAN / Bab 109. Bukan sekedar mimpi

Share

Bab 109. Bukan sekedar mimpi

Penulis: HaniHadi_LTF
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-10 05:06:06
"Mas, maaf, saya harus kembali ke kamar. Tadi Edward jatuh," kata Nabil tiba-tiba setelah bercerita, teringat sesuatu yang membuatnya merasa bersalah.

Evind menoleh cepat. "Jatuh?"

Nabil tidak menjawab. Ia langsung berlari menuju ruang perawatan, diikuti Evind.

Sesampainya di sana, dua suster dan satu satpam sedang berusaha mengangkat tubuh Edward ke ranjang. Wajah Edward pucat, tangannya gemetar, dan ada sedikit darah di pelipisnya.

"Ya Allah... Maaf, saya—saya tadi emosi," ucap Nabil buru-buru membantu. Badan besar Edward memang tak gampang diangkat.

Evind tak berkata apa-apa, hanya menatap adiknya yang terbaring sambil menghela napas panjang. Setelah Edward dibaringkan kembali, Evind berdiri di sisi ranjang, tangan bersedekap.

"Tolong dijaga ya, Mas," ucap suster itu dengan menatap Nabil curiga

"Terimakasih, Sus. Terimakasih, Pak. Biar dia tau rasa."

Suster itu terkejut dengan ucapan Evind walau mereka segera pergi dengan berbisik.

"Gimana rasanya?" tanya Evind.

"Maaf, Mas, aku nyus
HaniHadi_LTF

Apa yang akan mereka katakan ya setelah sekian lama tak bertemu dan salin memendam rindu?

| 4
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 145. Saat Rindu

    Di pesantren, suasana aula perlahan mereda. Keya masih berdiri kaku dengan bingkisan di tangannya. Dania menyodorkan semua amplop penghargaan padanya."Ini semua untukmu. Kamu yang mendampingi Mas Liam sekarang. Aku hanya... singgah sebentar, Keya," ucap Dania pelan.Keya menatap amplop di tangannya. Tebal. Berat. Tapi bukan isinya yang membuat hatinya lunglai."Kenapa Kakak melakukan ini?" tanya Keya."Karena aku lelah membenci. Dan kamu... kamu tidak pantas dibenci oleh siapa pun. Bahkan oleh aku."Kata-kata itu mengendap di benaknya sepanjang perjalanan pulang. Bahkan saat beberapa guru perempuan menyentuh bahunya dengan nasihat berbeda-beda."Kalau kamu bisa legowo, kamu hebat sekali. Itu perempuan surga, Bu Keya," ujar Bu Tutik lirih."Tapi jangan sampai kamu disusupi. Hati-hati, ya. Ada hal-hal yang kalau dibiarkan, bisa makan kamu dari dalam," bisik Bu Mar.Setiba di rumah, Keya terperangah. Teras rumahnya ramai. Mila melambaikan tangan dengan antusias, disusul Lesti, Rina, dan

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 144. Kenapa?

    Tatapan-tatapan berputar ke segala penjuru aula. Sebagian menoleh ke arah Dania, sebagian lagi — tanpa sadar — melihat ke tempat duduk Keya.Keya menunduk. Tangannya mengepal di atas rok panjangnya. Wajahnya menegang, pipinya memanas.Ia ingin menghilang saat itu juga.Beberapa guru PAUD menoleh ke arahnya.Tapi bukan dia yang berdiri.Perlahan, seseorang dari arah tengah aula bangkit dari duduknya.Langkahnya ringan, percaya diri.Dania.Ya, Dania berdiri.Semua yang hadir mulai berbisik. "Bukannya Bu Keya ya yang istri pertama, seharusnya dia dong yang maju.""Tapi dia itu masih muda banget, lebih pantas Mbak Dania yang maju."Semua orang mengeluarkan pendapatnya."Lagian Dania kan sudah pulang ke rumah orang tuanya.""Itu kan cuma cara agar tak satu rumah. Bagimanapun nggak enak satu rumah dengan bini dua""Iya, kapan hari aku juga lihat Pak Liam datang ke rumah Mbak Dania. Mungkin biar mereka akur saja. Buktinya ya, tadi Mbak Dania akrab banget kan sama Bu Keya.""Cuma aku lihat

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 143. Penghargaan

    "Keya?"Seseorang memanggilnya. Suaranya tak asing walau sekarang terdengar lebih ramah. Keya menoleh perlahan.Wanita itu tersenyum, bahkan melambaikan tangan sebelum mendekat. Langkahnya mantap, seperti tak membawa beban apa pun."Alhamdulillah ketemu juga," ujar Dania dengan ramah. Lalu merangkul Keya dengan hangat, seolah semuanya terkesan tulus. "Aku tadi di bangku pojok, duduk bareng ibu-ibu yayasan."Dania llau mengedarkan pandangannya. " Kamu sendirian, Keya?"Keya mengangguk kecil. Seolah tak percaya dengan apa yang ditampakkan wanita yang kini sejengkal di depannya. "Saya bareng guru-guru PAUD.""Ohh, iya, ya,.." Dania memandang ke arah Bu Siti dan yang lain, lalu tersenyum. "Kalau gitu duduk di sebelahku aja, yuk?"Keya mengerutkan kening halus. "Makasih, Kak. Saya di sini aja, bareng teman-teman sekolah.""Oh... iya, nggak apa-apa," jawab Dania, senyumnya tetap terjaga walau tatapannya sekilas meredup. "Mungkin nanti kita bisa ngobrol, ya?"Keya hanya membalas dengan angguk

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 142. Tasyakuran

    “Ayo sini, Sayang... Sheryn mandi dulu, ya?” suara Keya pelan dan lembut sambol membelai rambutnya dengan mata yang mengaca. Bahkan buliran itu sudah luruh satu-satu di pipi putihnya.Pagi itu, Keya masih mengenakan celana jeans biru tua dan kaos pres badan warna abu-abu yang sudah lama tak dia pakai. Dulu baju itu pas, sekarang sedikit sempit karena tubuhnya lebih berisi usai melahirkan. Tapi ia tak peduli. Ia hanya ingin merasa hidup. Seperti dulu. Seperti dirinya yang belum penuh luka.Air di bak kecil sudah hangat. Ia perlahan meletakkan Sheryn ke dalamnya, lalu menyiramkan air dengan gayung kecil. Jemarinya lincah, penuh kasih saat membasuh tubuh mungil anaknya. Sheryn mengedip, lalu mengoceh kecil.“Au… buu… au…”“Eh? Kamu bilang apa, Sayang?”Sheryn memandangnya, lalu tiba-tiba mengangkat tangan mungilnya, menyentuh pipi Keya.“Buu... angis?”Keya terdiam. Matanya berkaca lagi. Air mata jatuh begitu saja. Ia tersenyum sambil mengecup jemari mungil itu.“Maaf ya, Nak... semalam

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 141. Rumah sekarang

    "Aku nggak ngerti... Kenapa kamu diam aja, Ey?" suara Liam terdengar dari speaker ponsel yang tergeletak di meja.Keya tidak menjawab. Ia menatap layar ponsel itu, lalu memalingkan wajahnya ke jendela. Langit malam tak bersuara, seperti hatinya yang membatu."Aku nggak tahu kenapa kamu marah. Tapi dengar aku dulu, ya. Sekali ini aja..."Ponsel tetap menyala. Liam bicara lagi."Kamu bisa maki aku nanti. Tapi kumohon, jangan cukin aku. Aku... aku cuma takut kehilangan kamu."Keya mencengkeram ujung selimut. Suaranya tercekat. Matanya memanas. Tapi tidak satu kata pun keluar. Ia mematikan panggilan itu tanpa suara.Di kamar hotel, Liam menatap ponsel yang kembali sunyi. Ia menunduk, menggenggam rambutnya sendiri.Sementara itu, Keya duduk terpaku. Pikirannya berputar seperti angin ribut yang tak punya tujuan. Tubuhnya kaku. Tapi di antara amarah dan kecewa, sesuatu yang lebih halus menyelinap... kerinduan.Ia benci mengakuinya, tapi ruang di dadanya seperti kosong. Malam-malam tanpa sua

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 140. Dibohongi

    "Kak, Kemarin kan udah, masak sekarang mau lagi?""Nggak tahu kenapa aku nggak bisa berhenti jika dekat kamu, Ey. Aku selalu ingin dan menginginkanmu.""Dia tak tahan tidak menyentuhku. Apa itu juga artinya dia tak mungkin tak menyentuh kembali Kak Dania?" Keya teramat gelisah. Bahkan kebiasaannya tidur siang, kini tidak bisa dia lakukan.Bayangan tubuh Dania yang menggiurkan saat tadi siang, entah disengaja atau tidak disengaja, menyingkap hijabnya lalu dia menunduk hinggah belahan kemejanya yang rendah menampakkan apa yang seharusnya dia tutupi walau itu sesama wanita. Lalu bayangan Liam yang berlutut minta maaf, bercampur aduk dengan bayangan dirinya yang bercanda menghindar dari Liam yang menginginkannya saat malam sebelum berangkat."Non... kenapa nangis?" suara Bi Ira terdengar pelan dari arah dapur kecil, membawa nampan berisi dua gelas teh hangat dan sepiring biskuit. Ia berhenti saat melihat Keya duduk sendirian di sofa ruang tengah, tubuhnya menunduk, bahu terguncang pelan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status