Beranda / Romansa / BUKAN MEMPELAI IMPIAN / Bab 11. Meremehkan

Share

Bab 11. Meremehkan

Penulis: HaniHadi_LTF
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-18 11:55:29

"Mau pergi ke mana kamu, Dhuk,.. kamu tidak tau arah sekarang," kata Maryam meraih tangan Keya. Air mata pun jatuh di pipi keriputnya.

Melihat keakraban yang tampak di depannya, Dania kemudian berpikir, ternyata calon ibu mertuanya begitu dekat dengan Keya. Dialah selama ini yang menjadi alasan Dania masih mengulur rencana perkawinan mereka, Dania tidak siap jika ibu Liam jatuh sakit. Maryam memang sudah tua dan sakit-sakitan. Jika kebetulan sakit, bahkan kadang sebulan tak sembuh, apa-apa harus dirawat. Bisanya tidur, susah untuk bangun, sampai-sampai kencing dan berak pun di tempat. Dan itu yang membuat Dania merasa jijik.

Kapan dulu bahkan hampir dua bulan Maryam tak bangun. Di pikiran Dania, Maryam tak berumur panjang sehingga dia bisa segera menikah dengan Liam yang dari kecil dia cintai hingga meminta bapaknya menagih janji ke ayah Liam agar mereka ditunangkan. Ternyata, tak lama dia sembuh lagi.

Entah sampai kapan wanita tua ini hidup, gerutu Dania. Bagaimanapun, selain karena
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nurbawiyah SP
lanjut dong ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 314. Maaf,..

    "Lho..Mas Nabil, kok umpannya hilang lagi?" ejekan Haris menggema dari seberang sungai, tawa renyahnya menyusul.Nabil mengangkat kail kosong, wajahnya masam. "Entah ikan di sini pinter atau aku yang sial."Dian menyahut dari tepi. "Mungkin ikannya udah tau kalau umpanmu jebakan."Gelak tawa pecah, air sungai beriak kecil terkena lemparan batu anak-anak. Aroma tanah basah dan daun pisang terbawa angin pagi. Suara burung enggang jauh terdengar, menambah ramai suasana.Nabil duduk di batang kayu melintang, pandangan jatuh pada air tenang. Tangannya memegang pancing seolah itu senjata paling canggih yang pernah ia gunakan, padahal hasilnya nol.Tiba-tiba suara lembut mengalun di sampingnya. "Masang umpan jangan asal tusuk. Lihat, harus begini."Nabil menoleh. Ranying sudah duduk, jilbabnya berkelebat sedikit tertiup angin. Ia meraih kail dari tangan Nabil tanpa ragu. Jemari mungil itu cekatan, menusuk cacing ke mata kail, lalu mengaitkannya rapi."Mau saya ajari?" tanyanya sambil terseny

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 314. Senyum penuh arti

    "Sheryn, kamu udah bangun?" tanya Nabil pelan, nyaris berbisik. Subuh baru saja usai, azan masih menggema samar dari surau desa.Dari seberang, suara mengantuk gadis kecil itu terdengar. "Bangun, Ayah. Anak ayah kan pintar.""Jadi seneng nih Ayah.""Hari ini yang jemput aku sekolah Akung. Bunda sama Ayah Liam ke Surabaya.""Memangnya ada apa?""Mau bikinkan aku adik yang banyak," bisik Sheryn lalu terkikik.Nabil tersenyum kecil, matanya masih menatap jendela rumah kayu yang berembun. "Sholat lalu berdoa ya, semoga mereka pulang bawa kabar gembira. Syukurlah kalau mereka mau mencoba lagi."Sheryn menguap. "Ayah Nabil juga doakan, ya.""InsyaAllah," Nabil menegakkan tubuhnya. "Ayah doakan semoga terkabul. Kamu jangan manja kalau Akung yang jemput, ya. Kalau kamu manja nani ngak jadi-jadi adiknya.""Benar begitu, Yah?" guman Sheryn. "Apa karena aku masih manja sama Ayah Liam, hinggah aku belum punya adik, padahal aku sekarang sudah hampir setinggi Bunda.""Sheryn, ayo bangun, ditunggu A

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 313. Senyum pertama

    “Assalamualaikum,” suara lembut itu meluncur begitu pintu SUV terbuka.Warga serentak berdiri, wajah-wajah sumringah menatap gadis yang turun anggun dengan gamis pastel. “Waalaikum salam, Mbak Ranying… sehat?” sapa seorang ibu, menundukkan kepala hormat.Pak Kades Pangin, yang sejak tadi menunggu, langsung meraih tangan putrinya, mencium keningnya penuh bangga. “Alhamdulillah, anak Uda pulang juga.”Istri Pak Kades, Bu Inggai menepuk lengan Ranying, mata berkaca-kaca. “Umak rindu, Nak. Kuliahmu bagaimana?”Ranying tersenyum, menyalami kedua orang tuanya dan mencium punggung tangannya. “Baik, Umak. Alhamdulillah lancar.”Suasana berubah hangat. Warga berdesakan ingin menyalami, ada yang bahkan membungkuk penuh hormat. Ranying menyambutnya lalu mengatupkan kedua tangannya di dada untuk yang pria.Nabil berdiri agak belakang, matanya tak berkedip. Tubuh mungil Alya bagai boneka barby hidup. Gerak lembut, wajah bersih, senyumnya sederhana tapi menawan. Dalam benaknya terlintas bayangan Ke

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 312. Sungai Permai

    “Dengar baik-baik,” suara Kompol Harun menggema di ruang briefing . Peta besar menempel di dinding, dengan lingkaran merah yang jelas menunjuk ke pedalaman Pontianak. “Desa Sungai Permai". Kami mencurigai sindikat penyelundupan narkoba beroperasi di sana, menyamar sebagai kelompok tani, atau mungkin juga karang taruna. Tugas kalian: gali informasi, temukan bukti. Kalau misi ini berhasil, catat baik-baik—pangkat kalian bisa naik lebih cepat.”Nabil menyilangkan tangan di dada, wajahnya santai, tapi sorot matanya fokus. “Berarti kami masuk sebagai tim KKN seperti renana awal?”Harun mengangguk. “Benar. Kalian akan menyatu dengan mahasiswa. Jangan sampai identitas terbongkar. Ingat, ini wilayah asing, penuh mata yang mengawasi.”Saka, yang duduk di samping Nabil, menunduk singkat. “Siap, Komandan.”Mereka bergabung dengan mahasiswa yang akan menuju desa itu di sebuah kecamatan."Kenalkan, ini Haris, mahasiswa ayng memimpin rombongan kalian," ucap Pak Nardi, dosen yang mengantar."Saya Ip

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 311. Isyarat

    "Aku nggak salah lihat, kan? Kalian jadian?" Suara berat Saka terdengar jelas, membuat Nabil dan Rere serentak menoleh.Edward sudah menepuk punggung lebar Nabil. Serentak senyum tergambar jelas dari wajah para polisi muda itu. "Edward!" Nabil mendesis, menggeram pelan.Bersama Edward dan Saka, ada Ara, dan Jaya. Mereka masuk sambil cekikikan, jelas menikmati momen aneh yang baru saja mereka saksikan.Saka langsung menunjuk sendok yang masih tergeletak di piring Rere. "Lho, sampai jatuh sendoknya. Berarti beneran serius nih, Bil karena cewek yang biasanya galak ini, malah jadi gemetar begini.""Saka,..!"Saka menghindar dari tindu Rere.Ara terkekeh, matanya melirik Nabil nakal. "Nabil, kamu pakai baju rapi gini, ternyata bukan buat briefing. Pantesan dari tadi misterius."Jaya malah sudah duduk tanpa izin, mencomot choi pan dari piring. "Wih, enak banget. Eh, santai aja, Bil. Kalau beneran kamu mau lamar Rere, kenapa harus takut?"Nabil mendengus, wajahnya merah padam. "Kalian ini,

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 310. Jawab aku

    "Aku mau tanya sesuatu," ucap Nabil. Suaranya memecah sunyi parkiran, pelan tapi jelas.Rere menghentikan langkah, menoleh sekilas. "Apa lagi?""Ada waktu? Nanti malam kita ketemu di warung makan," ucap Nabil, sorot matanya menunggu jawaban.Alis Rere terangkat. "Kenapa? Kamu masih mau protes soal pembagian tim?""Bukan," Nabil menggeleng cepat. "Pokoknya aku tunggu. Kamu datang, ya." Nabil memaksa. Dai tahu Rere akan masih mendebatnya.Tapi ternyata, Rere diam, walau cuma sebentar, jemarinya masih menggenggam ponsel. Napasnya terdengar berat. "Aku pikir duluh ya. Kalau sempat aku pasti datang. Kalau lagi malas, jangan marah kalau kamu menunggu dan pulang.""Aku anggap itu iya. Aku pasti akan tunggu sampai kamu datang." Nabil berusaha tersenyum, meski dadanya berdebar tak karuan karena jawaban cuek Rere.Rere melangkah pergi, tak menoleh lagi.Malam turun dengan pelan. Lampu jalan menyala redup, menyingkap deretan kendaraan yang melintas. Mengenakan kemeja rapi dengan celana bahan a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status