Home / Romansa / BUKAN MEMPELAI IMPIAN / Bab 56. Berdebar

Share

Bab 56. Berdebar

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-06-10 20:38:39

"Ayo, Surya! Pake sandalmu, Om Nabil udah dateng tuh!" teriak Shanti dari ruang tengah sambil menahan tawa.

Anak kecil berkaos hijau dengan celana pendek bermotif dinosaurus berlari-lari kecil dari dalam kamar. Rambutnya masih sedikit basah, mungkin baru saja selesai disisir pakai air. Ia menenteng mainan mobil-mobilan di tangan kanan, sambil tertawa riang.

"Om Nabil mau ngajak aku jalan ke warung sawah lagi ya?"

Nabil yang berdiri di ambang pintu sambil menenteng tas kecil, tersenyum lebar.

"Iyalah. Tapi kali ini kamu yang traktir ya. Om Nabil lagi bokek."

Surya langsung tertawa ngakak.

"Aku kan belum punya dompet!"

Dari arah dapur, Hanafi muncul sambil membawa gelas teh panas.

"Eh, Nabil... masih betah di kampung? Nggak balik-balik ke asrama lagi?"

Nabil mengangguk pelan. Topi hitam yang menutupi rambut cepaknya agak digeser ke belakang.

"Lagi nunggu hasil tes. Sambil nyantai dulu aja."

"Kamu sih, belum jelas diterima apa enggak, sudah keluar duluh dari iTS. Seharusnya kamu beta-bet
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 186. Satu pertanyaan

    "Aku nggak kuat dengar semua itu, Bil," ucap Rere. Lalu bangkit dari duduknya. Kursinya terdorong mundur pelan. Langkahnya cepat.Nabil baru sadar. Ia ikut berdiri."Re, tunggu. Maaf… aku nggak maksud bikin kamu kayak gini."Tapi Rere tak menjawab. Ia terus berjalan, keluar kantin, menyeberangi lorong, lalu keluar dari gedung itu menuju taman kecil di sisi barat sekolah bahasa asing tempat mereka kursus sore itu.Langit mendung, tapi tak kunjung hujan. Angin berembus ringan, menerbangkan helaian rambut Rere.Ia duduk di bangku kayu, menunduk. Diam. Nafasnya berat. Dia seolah merututki kebodohannya.Tangannya mengepal di pangkuan, rahangnya mengeras. Tapi matanya… mulai buram.Bukan karena lemah. Tapi karena terlalu kuat menahan.Keya.Nama itu, tiap kali terdengar dari mulut Nabil, seperti paku kecil yang dipalu pelan ke dadanya. Bukan luka baru. Tapi luka yang belum pernah sembuh.Ia mencoba menenangkan diri, mengatur napas. Ia bukan perempuan yang mudah roboh. Bukan pula yang suka

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 185. Yakin?

    "Tunggu!"Suara berat itu membuat langkah Dania terhenti.Liam berdiri tegak di ambang pintu, napasnya teratur meski wajahnya terlihat menegang. Semua mata tertuju padanya. Ia berjalan perlahan ke tengah ruangan, menatap satu-satu wajah yang berkumpul.Keya menunduk sebentar, lalu berbalik. Ia berjalan cepat ke dalam."Ey, tunggu," Liam meraih tangannya. "Mau ke mana kamu?"Keya menatap tangannya yang digenggam. Dingin. Ia mengangkat wajah. Tatapannya tak berair, tapi cukup tajam untuk membuat Liam mengendurkan cengkeramannya."Urus urusanmu, Kak," ucap Keya datar. "Ini bukan waktuku untuk ikut campur.""Jadi kamu meragukan aku?"Keya diam. Lalu melangkah mundur. Namun dengan sekali tarik, Liam merengkuh wanita yang kini matanya telah buram itu.Liam menghela napas panjang, kemudian menoleh ke arah Dania dan Bu Marya. "Masuk. Kalian semua. Hari ini harus jelas. Biar besok tidak ada lagi dusta waktu pengadilan bacakan keputusan."Bu Marya mendengus. "Anakku mengandung! Dan kamu malah bi

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 184. Pergi!

    Nabil menunduk. Suaranya tercekat, jarinya ragu menekan layar, lalu—klik. Wajah Hanafi pun hilang dari layar ponselnya.Senyap. Ruang kelas itu terasa sunyi meski suara sehgelintir siswa masih terdengar.Nabil menghela napas dalam-dalam. Ia pejamkan mata, lalu membukanya perlahan. Galeri ponselnya terbuka otomatis. Di sana ada puluhan foto anak kecil bergaun tosca, dengan senyum lugu dan mata berbinar. Sama. Sama seperti matanya dulu."Selamat ulang tahun kedua, Sheryn... anakku," bisiknya, nyaris tak terdengar. Suaranya retak.Tangannya gemetar saat menyapu layar, satu demi satu foto Sheryn tampak. Di pojok salah satu foto, Keya berdiri, tertawa kecil, membawa kue tart yang lilinnya baru ditiup. Pipi perempuan itu memerah. Manis. Dan asing dalam waktu yang begitu panjang.Nabil mengusap matanya, tapi air mata terus jatuh."Bil..."Rere muncul di sampingnya, mendekat tanpa suara. Ia merogoh tas, mengeluarkan saputangan bermotif kotak biru muda, dan menyodorkannya pelan.Nabil menerima

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 183. Mundur?

    "Ada tamu baru!" seru Dita, matanya membesar sambil menunjuk ke arah pagar.Keya melangkah cepat ke luar rumah. Suaranya tertahan, napasnya memburu. Beberapa ibu yang tengah tertawa, pelan-pelan menghentikan obrolan. Suasana seolah menegang.Sepasang suami istri muncul dari balik gerbang. Lelaki itu berwajah tegas, mengenakan batik gelap. Wanita di sampingnya tampak menahan amarah, rambutnya tersisir rapi, sorot matanya menyapu tajam ke arah halaman rumah.Anak-anak mendadak hening. Beberapa orang tua yang sedang berdiri di dekat meja hidangan spontan memberi jalan. Ada sesuatu dalam cara keluarga itu melangkah—tepat, cepat, dan penuh maksud.Keya menahan napas. Senyumnya kaku. Jantungnya berdetak tak karuan."Oh... selamat datang, Bu... silakan masuk, Pak..." ucap Keya, berusaha terdengar hangat.Namun perempuan itu tak menjawab. Malah langsung mengayun langkah ke tengah keramaian."Mana Liam?" suara wanita itu terdengar nyaring. "Mana dia sekarang?!"Beberapa tamu saling menatap. An

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 182. Ultah

    "Selamat ulang tahun, Sheryn!" suara anak-anak bersahutan, menyalakan semangat di sore yang hangat itu.Balon warna-warni tergantung di langit-langit ruang tamu. Meja dipenuhi kue-kue manis dan camilan khas anak-anak. Di tengah meja, sebuah kue tart bulat dengan lilin angka dua berdiri kokoh, siap ditiup. Keya mengenakan dress berwarna toska, senada dengan pita yang menghiasi rambut Sheryn. Sore itu, rumah kecil mereka penuh tawa dan kebahagiaan.Shanti datang tak lama kemudian bersama suaminya, Hanafi. Mereka langsung mencium Sheryn."Gemes banget, keponakan Tante!" seru Shanti sambil mencubit lembut pipi Sheryn. "Wah, makin mirip,..." Shanti menutup mulutnya yang hampir keceplosan bilang Nabil.Hanafi terkekeh. "Ini anak kecil apa boneka, sih?""Boleh nggak, kita kasih kado?" tanya Shanti berbisik ke Keya."Aduh, udah aku bilang, nggak usah bawa kado segala...""Bukan dari kami. Dari Surya," jawab Hanafi cepat."Surya?" Keya memiringkan kepala."Iya, dia gambar sesuatu buat Sheryn. K

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 181. Takut

    "Maaf ya... aku nggak bisa pulang minggu ini. Pelatihannya diperpanjang. Tambah seminggu lagi." Liam terlihat sedih saat menagatakan itu pada Keya."Apa? Serius?" Keya daritadi berharap Liam akan datang seperti malam Minggu yang lalu dan menagetkannya hinggah dari sore tadi dia sudah berdandan cantik."Serius banget. Baru tadi diumumin pas evaluasi tadi sore.""Yah... padahal Sheryn udah semangat banget nunggu kamu pulang.""Aku juga semangat, Ey. Tapi ya gitu deh... aku ngak bisa tinggalin tugas pesantren ini begitu saja seteah Pak Kyai memberi aku kelonggaran kapan hari.""Ya udah deh mau gimana lagi.""Sayang, jangan cemberut dong, nanti cantoknya ilang.""Ih gombal kamu, Kak." Keya tersipu di balik layar ponselnya. "Tapi hatimu tetap buat kami, kan?""Selalu." Liam tersenyum. Tapi sorot matanya nggak secerah biasanya. Ada kerut lelah di ujung-ujung pelipisnya."Yah... Yah... pan ulang?" suara kecil itu tiba-tiba muncul di sela-sela percakapan. Sheryn, yang tadi tertidur di pangku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status