Home / Romansa / (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN / BAB 04. Salah Paham

Share

BAB 04. Salah Paham

Author: Sarana
last update Last Updated: 2024-04-22 11:33:25

Adam terus menatap Edgar dengan tatapan penuh tanya, mencoba mencari tahu apa hubungan antara Edgar dan Natasha. Sejauh yang Adam ketahui, putrinya tidak pernah memiliki teman pria, apalagi sampai membawanya ke rumah mereka.

"Silahkan masuk," ajak Adam dengan ramah, disambut protes dari Natasha.

"Pak..." Natasha menggelengkan kepalanya dengan pelan, berusaha memberi isyarat kepada Adam agar tidak mengajak Edgar masuk ke dalam rumah mereka. 

Adam merasa bingung dengan reaksi Natasha. "Bukankah dia temanmu?" tanyanya dengan suara pelan, mencoba mencari kejelasan.

Natasha menggelengkan kepala dengan lebih tegas kali ini, memberitahu ayahnya bahwa Edgar bukanlah temannya.

Sementara itu, Edgar yang mendengar percakapan tersebut, berusaha menarik perhatian mereka dengan mengeluarkan deheman singkat. "Ekhem."

Edgar menatap Adam dengan serius, "Om, aku mencintai Natasha dan ingin menikahinya," ucapnya tanpa basa-basi. Tentu saja itu hanya sebagian kebohongan dari rencana Edgar.

Sontak, Natasha dan Adam terkejut dengan pernyataan tiba-tiba tersebut. Gadis bercadar itu merasa panik dan berusaha membawa ayahnya masuk ke dalam rumah dengan cepat. Namun, Adam menahan tubuhnya dari tarikan Natasha dan tetap fokus pada Edgar.

"Lebih baik kita bicarakan ini di dalam," kata Adam dengan tenang, diikuti anggukkan setuju dari Edgar.

"Pak.." ucap Natasha dengan suara lirih. Dia merasa cemas karena jika Adam menerima lamaran Edgar, ia tidak akan memiliki alasan kuat untuk menolak pinangan pria tersebut.

Adam membalas dengan senyuman yang penuh pengertian. "Pergilah ke dapur, siapkan minuman untuk mereka," titah Adam dengan lembut. 

Dengan anggukan lembut, Natasha menjawab, "Baik, pak." Dia melangkah masuk lebih dulu, diikuti oleh Adam, Edgar, dan Julian setelahnya. Di dalam hati, Natasha merasakan kecemasan yang terus bertambah mengenai masa depannya.

Edgar melangkah masuk ke dalam rumah sederhana milik Adam dengan mata yang sibuk mengamati setiap sudut rumah tersebut, dari lantai semen yang tampak kasar, hingga cat dinding yang kusam dan sebagiannya terkelupas. Terlihat perbandingannya sangat jelas dengan rumah mewah miliknya.

"Silahkan duduk, Nak Edgar," ucap Adam dengan ramah sambil menunjuk kursi kayu yang terlihat cukup tua di ruang tamu.

Dengan perasaan ragu, Edgar duduk perlahan di atas kursi kayu itu, berharap kursi tersebut cukup kuat untuk menahan berat tubuhnya. Namun, begitu ia baru saja duduk, kursi tersebut mengeluarkan suara yang cukup keras.

Krak!

Sontak, Edgar tersentak kaget dan langsung berdiri kembali, memeriksa apakah kursi itu akan roboh. 

"Maaf ya keadaannya seperti ini," ucap Adam merasa tidak enak.

Edgar tersenyum seraya mengangguk mengerti. 

Tak berselang lama, Natasha keluar dari arah dapur dengan nampan yang berisi tiga gelas kopi. Dengan hati-hati, Natasha meletakkan nampan di atas meja dan meletakkan gelas-gelas kopi di depan mereka.

"Silahkan diminum, Nak," kata Adam dengan ramah kepada Edgar dan Julian.

Namun, Edgar hanya melirik gelas kopi tanpa menyentuhnya sedikit pun. Sementara itu, Julian dengan antusias meraih salah satu gelas dan langsung menyeruputnya, meskipun asap putih masih mengepul dari kopi panas yang baru saja disajikan oleh Natasha.

"Hati-hati, kopinya masih panas," ujar Natasha dengan cepat.

Julian menggigit bibirnya karena kepanasan dan dengan cepat meletakkan kembali gelas kopi di atas meja.

Tiba-tiba, Edgar mengajukan pertanyaan kepada Adam. "Bagaimana dengan ucapanku sebelumnya, Om?" tanyanya, tidak ingin membuang banyak waktu.

Adam berpikir sejenak, mempertimbangkan ucapan Edgar. "Kalau boleh tahu, apa yang Nak Edgar sukai dari Natasha?" tanya Adam dengan harapan bisa mendapatkan perspektif yang lebih baik.

Edgar tidak berpikir terlalu lama dan dengan mantap menjawab, "Semuanya." Namun, sebenarnya jawaban itu hanyalah bagian dari sandiwara Edgar untuk meyakinkan Adam.

Adam menoleh ke arah Natasha dengan penuh perhatian. "Bagaimana menurutmu, Nat?" tanyanya dengan lembut.

Natasha melirik sejenak ke arah Edgar, namun pandangannya terhenti saat melihat pria itu menggoyangkan map cokelat yang berisi foto sebagai ancaman, hingga membuat wajah Natasha terlihat panik dan cemas.

"Nat?" panggil Adam sekali lagi.

Natasha mengangguk dengan ragu, lalu menjawab, "A-Aku bersedia menikah dengannya, pak."

Adam merasa sedikit terkejut mendengar putrinya menerima lamaran dari Edgar tanpa mempertimbangkan lebih dulu. Hal ini menimbulkan kecurigaan dalam pikiran Adam terhadap Natasha dan Edgar.

***

Adam terus diam di kursi sejak Edgar dan Julian pergi dari rumahnya. Sejak percakapannya dengan Edgar, Adam terlihat berbeda dan tidak seperti biasanya. Perubahan itu tidak luput dari perhatian Natasha.

"Pak..." ucap Natasha dengan suara lirih saat duduk di sebelah Adam.

Namun, Adam tetap diam dan tidak memberikan respons atas ucapannya. Melihat itu, Natasha memutuskan untuk memberikan Adam ruang untuk dirinya sendiri. Dengan hati-hati, ia mengambil tiga gelas kotor yang ada di meja sebelum pergi dari hadapan ayahnya itu.

"Natasha..." panggil Adam dengan suara pelan, pandangannya terpaku pada meja di depannya.

"Iya, Pak?" jawab Natasha seraya menghentikan gerakan tangannya secara tiba-tiba.

"Bapak masih tidak percaya kamu sudah tumbuh menjadi wanita dewasa yang cantik dan anggun. Rasanya baru kemarin kamu lahir di dunia, Nak," puji Adam sambil tersenyum, namun matanya masih tetap terfokus pada meja.

Tepat setelah mengatakan itu, Adam menatap Natasha dengan ekspresi serius, matanya penuh dengan berbagai pertanyan. 

"Sebenarnya, ada hubungan apa di antara kamu dan Edgar, Natasha?" tanya Adam tiba-tiba.

Natasha langsung menggeleng cepat, tampak terkejut oleh pertanyaan tersebut. "Aku sama sekali tidak memiliki hubungan apa pun dengan dia, Pak. Sungguh!" jawab Natasha dengan tegas, mencoba meyakinkan Adam.

Namun, pertanyaan Adam tidak berhenti di situ. Dia terus menyelidiki lebih jauh, mencoba mengungkap misteri di balik kedatangan mendadak Edgar. "Kenapa dia tiba-tiba datang dan ingin menikahimu? Apa jangan-jangan dia telah menghamilimu?" tebak Adam dengan penuh kekhawatiran.

Bruk!

Belum sempat Natasha menjawab, tiba-tiba terdengar suara yang begitu keras. Adam dan Natasha segera menoleh ke arah pintu, di mana mereka melihat Asiyah, ibu Natasha, berdiri dengan sekantong pakaian kotor yang jatuh ke lantai.

Natasha segera mendekati Asiyah dan membantu mengambil sekantong pakaian yang jatuh ke lantai. Namun, saat ia baru saja menegakkan tubuhnya, tiba-tiba Asiyah menampar wajahnya dengan keras.

Plak!

Natasha terkejut dan memegang pipinya yang kemerahan. Dia tidak mengerti mengapa ibunya tiba-tiba menamparnya dengan begitu keras.

"Ibu..." gumam Natasha, suaranya penuh dengan kebingungan dan kehancuran. Ia tidak mengerti mengapa ibunya menamparnya dengan begitu kasar.

"Siapa yang menghamilimu?!" bentak Asiyah dengan wajah merah dan mata yang berkaca-kaca.

Natasha meletakkan kembali sekantong pakaian di tangannya, lalu menatap Asiyah dan Adam secara bergantian. Wajahnya penuh dengan kebingungan dan kehancuran. Dengan suara yang bergetar, dia bertanya, "Apa menurut Ibu dan Bapak, aku akan melakukan hal seburuk itu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Neng Nengsih
ahir nyh ......**
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 148. Menghilang di Jalan

    Edgar menepikan mobilnya di pinggir jalan dengan perasaan putus asa setelah berbicara dengan Barra. Hatinya terasa kosong, dan pikirannya dipenuhi pertanyaan yang tak kunjung terjawab. Ia meremas kemudi mobil dengan erat, berusaha meredam emosi yang terus bergemuruh di dalam dirinya. "Apakah Natasha benar-benar membenciku?" gumamnya pelan, suaranya nyaris tertelan oleh keheningan mobil. Ia tidak bisa memahami mengapa semuanya berubah begitu cepat. Edgar menutup matanya sejenak, berharap menemukan kedamaian di tengah kekacauan pikirannya. Tapi, justru yang muncul adalah bayangan Natasha—wajahnya yang selalu tenang dan tatapannya yang dalam.Tiba-tiba, suara notifikasi pesan masuk memecah kesunyian. Edgar membuka matanya dan meraih ponselnya dengan lesu, mengira itu hanya pesan dari Julian yang mungkin ingin membahas urusan pekerjaan. Namun, saat melihat nama pengirim di layar, tubuh Edgar menegang. Nama yang tertera di sana bukan Julian, melainkan Barra.Dengan cepat, Edgar membuka pes

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 147. Gugatan Cerai

    Keesokan harinya, Edgar duduk di ruang kerjanya dengan tatapan kosong. Penampilannya jauh dari rapi seperti biasanya– dasi yang seharusnya terikat sempurna kini menggantung longgar di lehernya, dan rambutnya yang sedikit acak-acakan memperlihatkan betapa berantakannya kondisi Edgar. Ia menatap kosong ke arah jendela ruang kerjanya, tapi yang dilihatnya bukanlah pemandangan di luar sana, melainkan kekacauan yang ada di dalam pikirannya sendiri. "Natasha.. Di mana kamu sekarang?" gumamnya pelan, hampir tidak terdengar di tengah keheningan ruangan.Edgar menggenggam kepalanya, jari-jarinya mencengkeram rambutnya yang sudah kusut. Ia tidak pernah merasa sekacau ini sebelumnya. "Kenapa semalam kamu tidak pulang?" Pertanyaan itu terus bergema di kepalanya. Edgar merasa seolah-olah ia telah kehilangan kendali atas hidupnya. "Aku harus menemukannya, harus... tapi di mana harus memulai? Bagaimana jika semuanya sudah terlambat?" Keraguan itu terus menghantuinya, membuatnya semakin tenggelam

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 146. Keputusan Terberat

    Sesaat setelah mobil Edgar berhenti dengan keras di halaman mansionnya, ia keluar dengan tergesa-gesa. Hatinya berdebar kencang, seakan ada sesuatu yang mendesaknya untuk segera menemukan seseorang. Tanpa menunggu lebih lama, ia segera melangkah masuk ke dalam rumah."Natasha!"Nama itu terucap berkali-kali, berputar dalam pikirannya seperti mantra yang terus bergema. Dengan langkah cepat, Edgar menyusuri lorong-lorong yang panjang dan sepi, berharap menemukan istrinya di salah satu sudut rumah yang luas ini. Ketika ia tiba di ruang tamu, Bi Murni, pembantu setianya, muncul dari dapur, mendengar kegaduhan yang tak biasa dari majikannya."Tuan Edgar, ada apa?" tanya Bi Murni, sedikit khawatir melihat raut wajah pria itu yang tampak cemas.“Natasha di mana?” Edgar langsung memotong tanpa basa-basi, pandangannya tajam mencari jawaban dari wajah tua yang telah mengabdi di rumah itu selama bertahun-tahun.Bi Murni mengerutkan kening, sedikit bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba.“Sejak

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 145. Tertipu

    "Tidak. Aku tidak ingin meneruskan pernikahan kontrak ini."Barra dan Julian saling pandang, terkejut mendengar jawaban yang tak mereka sangka-sangka. Baru beberapa menit yang lalu Edgar mengatakan jika ia bahagia dengan pernikahannya, namun, kini dia dengan memutuskan untuk mengakhirinya. Barra dan Julian benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Edgar.Edgar melanjutkan, "Aku ingin menjadikan pernikahanku bersama Natasha sebagai pernikahan yang sesungguhnya."Barra hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Dengan alis terangkat dan suara yang sarat dengan ironi, dia berkata, "Hampir saja aku memakimu, Edgar. Aku kira kau sudah kehilangan akal."Namun, alih-alih marah atau tersinggung, Edgar hanya terkekeh pelan, sebuah senyum samar menghiasi wajahnya. Ketenangan itu hanya berlangsung sejenak, sebelum Julian tiba-tiba terpaku, pandangannya terarah pada pintu di sudut ruangan, seolah melihat sesuatu yang tak seharusnya ada di sana.Edgar, yang menangkap perubaha

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 144. Palsu

    "Jika kamu memang benar-benar menyukainya, maka nikahilah Dita."Barra terdiam, matanya bergerak gelisah seolah mencari jawaban yang tepat. Dia menyukai Dita, itu jelas. Namun, setiap kali berpikir tentang pernikahan, bayangan masa kecilnya tentang pertengkaran tanpa henti orang tuanya menghantui pikirannya. Trauma itu masih begitu nyata, membuatnya ragu untuk melangkah lebih jauh."Edgar, ini tidak semudah yang kamu pikirkan," Barra akhirnya angkat bicara, suaranya terdengar goyah. "Aku... aku takut. Pernikahan bukan sekadar soal cinta. Aku melihat bagaimana orang tuaku berakhir, dan aku tidak ingin mengalami hal yang sama."Edgar mengangguk, memahami perasaan sahabatnya. "Aku mengerti ketakutanmu, Barra," Edgar menekankan, suaranya lebih lembut tapi tetap tegas. "Tapi kamu harus ingat, jika kamu tidak menikahi Dita, mungkin suatu hari nanti dia akan berubah pikiran dan menerima perjodohan yang diatur orang tuanya dengan pria lain."Barra menelan salivanya, perasaan tidak nyaman mul

  • (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN   BAB 143. Melawan Trauma

    Natasha mendadak terdiam, mengalihkan pandangannya sejenak dari perbincangan yang sedang berlangsung. Barra dan Julian, yang sedari tadi saling melirik, bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu pikiran Natasha. Edgar, yang duduk di sebelah Natasha, menangkap kegelisahan itu. Dengan lembut, ia meraih tangan Natasha dan mengusapnya, mencoba menenangkan istrinya yang terlihat mulai resah. "Sayang..." panggil Edgar dengan suara rendah, penuh perhatian.Natasha tersadar dari lamunannya dan menatap Edgar, lalu beralih pada Barra dan Julian yang masih memandanginya dengan penuh tanya. Senyum tipis terukir di balik cadarnya, meskipun matanya masih menyiratkan kekhawatiran. "Aku akan cari minum untuk kalian dulu," ucapnya tiba-tiba.Namun, sebelum Natasha sempat bangkit dari tempat duduknya, tangan Edgar sudah menahan lengannya. "Duduklah," katanya. "Biar aku minta mereka yang membelinya."Edgar melirik ke arah beberapa bodyguard yang tengah berjaga di sudut ruangan. Sinyal singkat dari Edg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status