Rachel masih membelalak lebar mendengar ucapan Alex. "Dasar kurang ajar! Berani sekali kamu memintaku menggantikan wanitamu! Lepaskan aku, Brengsek!"Namun alih-alih melepaskan, Alex malah menyatukan kedua tangan Rachel di atas kepala wanita itu dan menahannya. "Berhenti bersikap seperti ini. Lagipula aku sangat yakin kamu pasti cemburu karena aku mengajak perempuan lain ke rumah ini, kan? Kamu tidak bisa mengelak kalau kamu masih sangat mencintaiku.""Kamu sangat tidak sopan, Alex! Lepaskan aku atau aku akan berteriak agar semua orang tau kalau kamu sedang berusaha melecehkan istrimu sendiri!""Oh, aku takut sekali mendengarnya, Rachel!"Mereka pun masih saling bertatapan dengan tajam saat suara pintu kamar mendadak dibuka dengan kasar.Brak!"Kudengar kalian ribut lagi, hah? Dan apa yang sedang kalian coba lakukan?" pekik seorang pria tua yang nampak membelalak kaget.Alex dan Rachel pun langsung menoleh bersamaan menatap pria tua itu.Rachel langsung terdiam menatap Mahendra, ia m
“Sudah empat bulan. Kenapa kamu masih belum hamil, Rachel?" Wanita cantik yang baru saja melayani suaminya itu seketika terdiam dengan wajah memerah. Padahal mereka baru saja melakukan hubungan suami istri. Tetapi, bukannya bersikap mesra, sang suami malah menanyakan hal yang sangat sensitif bagi seorang wanita. "Kamu nggak salah bertanya seperti itu?" Rachel terdengar kesal. Lebih tepatnya tersinggung. "Baru empat bulan, Lex. Banyak orang yang sudah menikah selama bertahun-tahun, tetpi belum diberi momongan. Empat bulan!" Bagaimana tidak kesal? Baru saja ia selesai melayani kebutuhan batin suaminya--Rachel saja masih merasakan sakit di sekujur tubuhnya lantaran Alex, suaminya, tadi sempat memperlakukannya dengan kasar, seakan-akan Alex hanya mengejar kepuasannya semata dan hal itu tidak seperti biasanya.Sebelumnya Rachel masih bertanya-tanya apa yang salah dengan suaminya dan berpikir bahwa suaminya tersebut mendapatkan tekanan dari pekerjaan atau sejenisnya, sehngga Alex menunt
"Kamu itu anaklelaki pertama! Jika kamu mau Papi memberikan semua hak dan wewenang diperusahaan, kamu harus memiliki keturunan. Jika kamu tidak bisa memilikiketurunan Papi masih bisa memberikan perusahaan kepada anak-anak dari mamisambung kamu." Kejadian itu seperti video yang berputarulang di kepala Alex. Untuk itulah ia menikahi Rachel. Seorang gadis cantikyang begitu polos dan mau menyerahkan cinta sepenuhnya kepada seorang AlexRajasa Utama. Alex beruntung, apalagi ia tidak akan mungkin mau menyerahkan harta milik papinyayang dikumpulkan bersama almarhum maminya menjadi milik adik-adik dan ibutirinya.Ia tidak sudi.“Lex, kamu melamun?” tanya Rachel menyadarkan Alex dari lamunannya.Alex tersenyum kecil, memberikan kesan pada Rachel bahwa ia memberikan perhatian pada wanita itu. Setelahnya, ia mengusap pipi istrinya dengan lembut. Wajah Rachelsangat cantik dengan rambutnya yang sedikit berantakan membuat Alex merasa adayang kembali mendesak.Perlahan, ia mengangkat da
"Jangan-jangan kamu mandul."Rachel tidak percaya kata-kata Sheila beberapa hari yang lalu mampu mengusiknya hingga seperti ini.Pagi ini, Rachel berjalan mondar-mandir di kamarnya. Ia baru saja membeli beberapa alat tes kehamilan. Ia memang tidak merasakan adanya gejala mual atau ngidam seperti perempuan hamil pada umumnya. Tetapi, ia sudah terlambat hampir dua bulan.Hal ini sebenarnya biasa mengingat siklus bulanannya yang sering kali tidak teratur. Namun, tetap saja. Rachel terdorong untuk mengeceknya. Tidak tanggung, Rachel membeli beberapa alat tes dengan merek yang berbeda. Dan ia pun menunggu.Satu.Dua.Tiga menit terlewat, sebelum akhirnya Rachel memutuskan untuk mengecek hasilnya.Sepasang matanya membeliak ketika mendapati dua garis merah ada di salah satu alat tes--dan yang lainnya juga. Kebahagiaan membuncah di dada wanita itu hingga ia tidak memedulikan apa pun lagi dan langsung mencari suaminya."Aleeex!" seru Rachel dengan perasaan yang begitu gembira. Alex yang seda
Alex dan Rachel pulang dengan perasaan campur aduk. Alex memang sangat menantikan hadirnya seorang anak di antara dirinya dan Rachel. Anak untuk meneruskan generasinya kelak, sesuai dengan tujuan utamanya menikahi Rachel--meskipun istri keduanya tersebut tidak tahu."Jadi, bagaimana hasilnya, Lex?" tanya Sheila yang ternyata sudah menunggu mereka di ruang keluarga."Usia kandungannya sudah tujuh minggu," jawab Alex singkat.Sheila terdiam ... rupanya wanita yang menjadi rivalnya ini sudah menang satu langkah di depannya sekarang."Selamat ya, Rachel. Sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ibu," kata Sheila basa basi."Terima kasih banyak, Mbak. Kalau begitu aku kembali ke kamarku dulu," jawab Rachel.Melihat istri keduanya melangkah pergi, Alex pun ikut melangkah."Aku antar Rachel," ujarnya kepada Sheila.Hal itu jelas membuat Sheila merasa sangat kesal. Ia merasa posisinya saat ini sedikit terancam. Sementara itu, Alex mengantarkan Rachel menuju kamarnya."Kamu nggak ngidam? Mau ak
Rachel mengikuti langkah Alex menuju ruang tamu dan saat melihat siapa yang datang ia pun langsung memeluknya. “Kamu ke mana aja? Kenapa baru datang?” tanya Rachel, cemberut Elang tertawa kecil dan memeluk Rachel dengan erat. “Hei, jangan cengeng. Udah punya suami jangan gampang menangis, adik manis,” kata Elang sambil menepuk pundak Rachel dengan lembut dan penuh kasih sayang. Melihat pemandangan di hadapannya Alex hanya diam, entah mengapa ia merasa jika hubungan Rachel dan Elang bukanlah hubungan antara mereka bukanlah hubungan antara adik dan kakak. “Ehem!” Mendengar deheman Alex, Elang pun mengurai pelukan dan memandang Alex. “Ini suamiku, Alex,” ujar Rachel kepada Elang. “Ya, tadi kami sudah bertemu dan berkat dia juga aku bisa masuk. Tadi aku ditahan di pos security. Susah sekali untuk bisa menemuimu,” kata Elang sembari mengacak rambut adik angkatnya. Rachel hanya tertawa kecil. “Penampilanmu seperti ini, siapa juga yang akan mengizinkan kamu masuk,” kata Rachel El
"Kenapa kamu diam? Aku hanya bertanya apa kamu mau menceraikan Rachel jika dia sudah melahirkan? Ingat, tujuanmu menikahi wanita itu hanya untuk anak!" kata Sheila dengan tegas.Alex menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. "Apakah harus aku pisahkan antara anak dengan ibunya?" "Kamu tidak perlu peduli dengan Rachel. Bukankah kamu tidak pernah mencintai dia? Soal anak, aku bisa mengurus anak itu nantinya," kata Sheila dengan tegas. "Kita lihat saja nanti, Sayang. Kamu jangan khawatir."Sheila mengerutkan dahinya, dengan mata memicing ia menatap Alex dengan kesal. "Bagaimana aku tidak khawatir? Sekarang saja kamu sudah memperhatikan perempuan itu. Apa lagi jika dia nanti sudah memberimu keturunan. Bukan tidak mungkin kamu akan mendepakku dari hatimu dan rumah ini," kata Sheila dengan tajam. "Apa selama ini aku tidak cukup mencintaimu? Sudahlah, Sheila ... aku tidak akan mungkin memilih dia dibandingkan kamu," jawab Alex sambil mencium kening Sheila dengan lembut. Me
Pagi itu, Alex dan Sheila bangun dengan wajah ceria. Walau dalam lubuk hatinya yang terdalam, Alex merasa bersalah karena seharusnya semalam ia tidur bersama dengan Rachel. Tetapi, istri pertamanya itu selalu membuatnya candu. "Bagaimana kalau kita melakukan perjalanan bulan madu kedua, Sayang?" kata Sheila tiba-tiba. "Bulan madu?" "Iya. Sudahl lama kita tidak bersama dan menikmati waktu. Anggap saja ini hadiah karena aku sudah mengizinkan kamu menikah lagi. Apalagi Rachel sekarang sedang hamil. Aku yakin nanti kamu akan lebih memperhatikannya selama masa kehamilan. Jadi, ayo kita honeymoon lagi," pinta Sheila dengan manja. "Baiklah, tapi sekarang kita sarapan pagi dulu," kata Alex. Sheila pun mengangguk dan keduanya pun segera keluar menuju meja makan.Suara Alex dan Sheila yang saling bersahutan membuat Rachel yang hendak sarapan mengurungkan niatnya. Dia paling malas jika berhadapan dengan istri pertama sang suami itu sebenarnya.Seandainya saja dia tidak terjebak dengan kebaik