"Kamu bener-bener ambil kesempatan ya. Udah hampir penuh itu keranjangmu." Ayra berbisik pelan di sebelah Nesya yang sedang memilih-milih brush blush on. "Kamu itu yang terlalu naif. Ini kan Abrar sendiri tadi yang nyuruh. Udah, kamu ambil aja apa yang kamu mau. Kapan lagi kita bisa borong-borong tanpa mikir bayar. Ya kan?" Nesya menatap Ayra sambil menaik-turunkan kedua alisnya dan tersenyum lebar. "Ya tapi nggak gini juga. Aku ngerasa nggak enak." Ayra menunduk melihat keranjang miliknya yang masih terisi dengan sebuah bedak dan lipstik saja. Dia merasa bingung dan sungkan hendak mengambil beberapa barang lagi."Ya ampun, Beb. Dengan kekayaan seorang Abrar Bimantara, bayarin barang-barang sepele ini sama sekali nggak terasa buat dia. Kamu ingat baik-baik, ini mall milik dia." Nesya menyenggol pundak Ayra dengan pundaknya. Dia begitu tak habis pikir dengan keluguan Ayra."Kamu itu kebiasaan sama mokondo modelan Revan itu. Jadi merasa hal-hal begini aneh buat kamu. Padahal wajar kok
"Beb, kamu nggak apa-apa?" Nesya meraih tangan Ayra dan merasakan tangan itu sangat dingin dan berkeringat. Dia juga melihat raut wajah Ayra yang sepertinya memang tidak baik-baik saja.Ayra menanggapinya hanya dengan anggukan pelan. Lalu menarik tangan yang digenggam Nesya dan tersenyum. Sangat jelas senyuman terpaksa. "Ayo kita pergi dari sini ya. Suasananya udah nggak enak gara-gara si brengsek itu. Biar aku ke kasir dulu buat bayar." Nesya hendak beranjak dari duduknya. Tapi Ayra segera mencegahnya dengan menarik tangannya. "Nggak usah, Beb. Kita selesaikan aja makannya. Aku nggak apa-apa kok." Ayra menatap Nesya sambil tersenyum. Tapi genggaman tangannya masih terasa begitu dingin. "Kamu yakin? Aku ngeliat kamu nggak baik-baik aja." Nesya tetap saja merasa khawatir. Tapi dia kembali membenarkan posisi duduknya. "Masih bisa aku atasi kok. Tapi kita tukar tempat duduk aja. Gimana?""Hmm. Oke-oke. Ayo cepat tukar sini." Nesya berdiri lalu memutari meja. Begitupun dengan Ayra. Ak
Ayra menitip pesan kepada supir mamanya untuk menjemput Arzha dan Zetha pulang sekolah. Setelah begitu, baru dia bisa merasa tenang untuk pergi makan siang bersama dengan Nesya.Setelah satu jam menunggu Ayra mandi dan bersiap, mereka pergi bersama mengendarai mobil Nesya."Kita makan dimana?" Nesya menoleh dan bertanya pada Ayra. "Terserah kamu aja." Ayra mengangkat kedua bahu. "Astaga. Aku bukan cowokmu ya, Beb. Jangan jawab begitu, bilang aja mau makan dimana." Nesya memutar bola matanya malas. "Ya kan kamu yang minta traktir, jadi terserah kamu mau makan apa. Aku tinggal bayar doang, mau dimana aja bebas." Ayra tertawa."Dih, sombong amat. Yasudah, kita ke mall aja gimana? Mungkin nanti aku kepikiran mau beli tas baru, jadi bisa sekalian kamu bayarin juga." Nesya menggerak-gerakkan kedua alisnya. Raut wajahnya penuh dengan ide licik. "Ngelunjak ya. Nggak tau diri." Ayra mencibir. Nesya tertawa lebar. "Tapi jangan di mall deh. Nanti bukan aku yang traktir jadinya." Ayra baru
"Ayra, kamu kenapa?" Abrar menepuk-nepuk pipi Ayra dengan lembut karena khawatir. Dia merasakan tangan Ayra berubah menjadi dingin. Ayra tidak pingsan, hanya saja pandangan matanya terlihat kosong. Tubuhnya lemas seperti tidak bertulang. Dia jatuh penuh dan bersandar di pelukan Abrar tanpa bisa menghindar.Abrar tidak bertanya lagi. Melihat Ayra yang tidak merespon, dia langsung mengangkat tubuh ringan Ayra ke dalam gendongan dan membawanya masuk ke dalam mobil.Setelah mendudukkan Ayra di kursi dengan nyaman, Abrar mengambil kain selimut yang memang tersedia lalu menutupi setengah badan Ayra dengan kain itu."Mami kenapa, Pi?" Zetha mendekat karena melihat Ayra yang digendong oleh Abrar. "Mami kecapekan kayaknya. Ayo kita pijitin mami." Abrar tidak punya jawaban lain. Dia tidak ingin membuat Arzha dan Zetha khawatir. "Ini. Mungkin mami mau minum." Arzha menyerahkan botol air mineral kepada Abrar. "Terima kasih, Nak." Abrar langsung menerima botol itu sambil tersenyum dan mencoba
Acara yang panjang telah usai. Semua murid dan wali murid mulai meninggalkan aula sekolah. Begitupun dengan Ayra, Abrar dan kedua anaknya.Arzha dan Zetha sangat senang dengan hasil akhir acara kali ini. Mereka mendapatkan dua kotak hadiah. Kedua bocah itu sudah tidak sabar untuk membukanya. "Dibuka di mobil ya. Jangan disini. Oke?" Ayra memberi nasehat yang tegas untuk mereka."Oke, mami." kedua anak itu patuh dan tidak membantah. Setelah aula terlihat agak kosong dan tidak berdesakan lagi, Abrar mengajak untuk meninggalkan tempat tersebut. "Ayo. Udah lumayan sepi. Sini, biar papi yang bawa hadiahnya." Abrar bangkit dan hendak meraih dua kotak hadiah itu. Tapi Ayra mencegah dan memberikan tatapan yang tegas untuknya juga. "Biar aku aja. Di tanganmu udah sebanyak itu barang bawaannya. Kalau ini masih kamu juga yang bawa, apa gunanya aku disini?" dia berkata sambil menatap Abrar. "Bukan gitu. Maksudku, biar kamu fokus sama anak-anak aja. Gandeng mereka. Cuma barang-barang begini,
Matahari semakin terik. Sudah lewat tengah hari. Waktu istirahat makan siang sudah usai. Kini panitia acara mulai memanggil kembali semua murid dan wali murid untuk masuk kembali ke aula. Pemenang lomba menghias telur sudah ditentukan. Acara terakhir adalah mengumumkan nama pemenang dan membagikan hadiah untuk kedua lomba yang telah diadakan hari ini. Ayra yang baru saja datang dari musholla sekolah, segera membangunkan Arzha dan Zetha. Sedangkan Abrar terlihat sedang sibuk membereskan dan merapikan barang-barang. Mereka melewatkan makan siang. Seluruh waktu istirahat telah dipakai Arzha dan Zetha untuk tidur. Ayra membangunkan kedua bocah itu dengan lembut.Setelah mereka terbangun, Ayra mengajak keduanya untuk mencuci muka agar terlihat lebih segar. Mereka menurut dan mengikuti langkah Ayra menuju toilet. Saat kembali, tempat mereka sudah terlihat bersih. Abrar telah selesai membersihkan dan mengemasi semuanya. Terlihat dia sedang duduk sambil menatap layar ponselnya. Mengetahu