Hujan sore ini turun sangat deras, sudah dari pukul tiga sore. Anton masih terjebak di sekolah, bersama teman-teman guru yang lain. Mereka sedang lembur menyiapkan laporan pembelajaran akhir tahun. Apalagi Anton adalah wali kelas XI, makanya ia cukup sibuk mengerjakan tugasnya, bahkan tak jarang, ia membawa tugasnya ke rumah, mengerjakannya hingga larut malam.
"Saya duluan, Pak," pamit Bu Umi pada teman-temannya.
"Masih hujan,Bu. Nanti saja, tunggu aga reda," sahut Pak Iqbal.
"Tidak apa-apa, Pak. Takut suami nungguin, soalnya dua jam lagi suami saya pulang kantor, saya belum masak," ucap Bu Umi sambil menyeringai, tangannya dengan sigap membereskan semua alat tulis, berkas dan laptop dari atas mejanya.
"Saya juga balik, ah!" Iqbal berdiri dari kursinya, ikut membereskan peralatan dari atas mejanya.
"Emang Pak Iqbal ada yang nungguin di rumah?" ledek Anton berpura-pura, senyumnya mencibir.
"Ada dong! janda di sebelah rumah saya," sahut
Tiga bulan sudah berlalu, rumah tangga yang di jalani oleh Parmi dan Anton masih sama. Tanpa rasa peduli dan cinta. Lebih tepatnya, hanya Parmi yang peduli dan mencintai suaminya. Yah ... sejak pertama kali Anton mengucapkan ijab qabul, di situlah Parmi mulai belajar mencintai suaminya. Namun hingga kini, keadaan sama saja, malah semakin tidak menentu.Parmi benar-benar merasakan hampa dalam hatinya sebagai seorang wanita. Anton hanya seperlunya saja bicara dengan Parmi, terutama berkaitan ranjang. Hanya pada saat itu saja, Anton begitu terlihat minat pada istrinya."Melamun apa sih?" tanya Bibik yang menghampiri Parmi di teras depan."Ah, ga papa, Bik. Ayo sini duduk," sahut Parmi, seraya meminta bibik duduk di sampingnya."Saya sedang bosan saja, Bik.""Oh gitu. Atuh pergi jalan-jalan ke mall depan sana."Tidak jauh dari perumahan mereka, memang ada sebuah mall yang cukup terkenal dan ramai pengunjung. Bu Rasti pernah mem
Selamat membaca.Bu Rasti tampak tengah merayu cucu lelakinya untuk makan malam. Namun, Angkasa bergeming. Ia mengunci mulutnya rapat. Tidak bicara, tidak makan bahkan ia tidak mau minum. Anton sedang keluar membelikan es krim untuk Angkasa, sebagai sogokan, jika Angkasa mau makan. Maka, boleh menikmati es krim Baskin Robbin. Namun anak lelaki berusia delapan tahun itu tetap tidak mau membuka mulutnya. Ia hanya asik menggambar dengan tab yang ia bawa."Nanti cucu nenek masuk angin kalau tidak makan, makan ya Nak, ga papa sedikit saja." rayu Bu Rasti pada cucunya. Angkasa menoleh kepada neneknya, lalu menggeleng lemah.Hhhhmmm...Bu Rasti menyerah, ia meletakkan piring berisi lauk bakso yang dibuat olehnya dan Parmi tadi siang, di atas meja. Angkasa melirik ke arah piring tersebut, harusnya ia sangat senang memakannya, karena ia berpartisipasi dalam membuatnya. Namun, papanya mengacaukan mud anak lelaki satu-satunya. Angkasa menghembuskan nafas kasar, matany
Selamat membaca.Parmi menatap rintik hujan dari jendela kamarnya, sudah setengah jam ia duduk berdiam diri di sana. Bunga-bunga yang ia rawat tampak segar, saat dibasahi oleh tetesan air hujan. Bunga-bunga itu, ia rawat dengan baik, menyiramnya, memberikan pupuk, meggunting daun yang busuk atau layu. Bahkan Parmi baru saja berhasil mencangkok tanaman buah jambu biji. Dalam lamunan ia tersenyum tipis. Jika suatu saat pernikahannya berakhir, siapa yang akan mengurus semua tanamannya? Ibu mertuanya, hanya sebentar minat merawat tanaman, selebihnya mertuanya lebih senang dengan aktifitas merajut dan gym.Ia membuka telapak tangannya, memandang jepit rambut berwarna merah, pemberian Angkasa yang sedari tadi ia genggam. Ah...anak sambungnya itu sangat perhatian padanya. Saat berjalan-jalan dengan Anton, ia membelikan hadiah jepit rambut sebagai oleh-oleh. Bahkan anak pintar itu mengatakan akan membelikan yang banyak untuk Parmi, jika ia datang kembali ke Indonesia.&nb
Selamat sore dan selamat membaca😍****"Ha ha ha ...."Wanita itu tertawa di bawah gerimis yang semakin deras, langkahnya tidak berhenti bahkan saat ada petir yang menggelegar.Orang-orang yang sedang berteduh di halte bis, memperhatikannya dengan keheranan, ada juga yang memandangnya dengan iba. Suara tawanya tertutup air hujan, air mata yang sedari tadi tumpah ruah telah tercampur dengan air hujan. Ia tidak tahu kemana kaki membawanya melangkah, ia hanya berjalan tiada lelah dan rasa takut.Sekujur tubuhnya basah, rasa sakit di hatinya telah mengalahkan rasa dingin yang menusuk tulangnya. Bahkan sudah dua jam ia berjalan kaki, rasa lapar juga sudah menyerang dirinya, namun ia hiraukan. Yang ada hanya rasa sakit, kecewa dan terluka."Ha ha ha ... hi hi hi ...."Suara tawanya kembali terdengar diantara tangisannya."Ibu, lihat ada orang gila!" suara anak kecil berbisik pada ibunya, keduanya tengah melihat Parmi dengan rasa
"Ibu ... AWAASS!!""Huuuhhaaahhaa ... hhu ...." Napasnya memburu, ia tersentak dari tidurnya, duduk bersandar pada kepala ranjang. Masih dengan mengerjapkan mata beberapa kali. Ia mencoba melihat sekeliling, dimana adiknya masih tertidur dengan pulas. Detak jantungnya masih berdetak cepat, bahkan kini ia benar-benar khawatir. Ia mencoba memejamkan kedua matanya kembali, namun tidak bisa. Mimpi tadi seakan terjadi ,tepat di depan mata kepalanya sendiri. Ibu sambungnya tertabrak mobil."Astaghfirulloh." Ia menggelengkan kepalanya, sambil mengusap dadanya. Kini ia turun dari ranjang, melangkah menuju kamar mandi. Ia mengambil air wudhu, lalu melaksanakan sholat tahajjud. Ternyata sedari kecil kedua orangtuanya sudah mendidik Angkasa untuk sholat malam jika sedang bermimpi buruk."Ya Allah, tadi mimpi Angkasa serem. Ibu ditabrak mobil, semoga cuma mimpi ya Allah, lindungi ibu dan papa abang dari orang jahat dan marabahaya. Aamiin."Ia menyudahi do
Parmi terbangun dari tidur lelapnya. Tidur ternyenyak yang tidak pernah ia dapat semenjak ia mendapat status sebagai istri. Namun sungguh sayang, tidur nyenyaknya ada di sebuah rumah sakit mahal. Parmi memandang sekeliling kamar perawatannya, ada sofa besar bewarna marun, ada TV, ada kulkas kecil bahkan ada lemari cukup besar. Parmi mengernyitkan keningnya."Ini hotel apa rumah sakit ya?" gumamnya masih sambil menatap sekeliling kamar. Tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya ia sendiri dalam kesepian. Eh, tunggu...siapa yang membayar biaya rumah sakit ini nanti. Parmi mencoba duduk dengan perlahan, meskipun tubuhnya masih lemas namun ia terus mencoba dan akhirnya bisa duduk dengan bersandar pada kepala ranjang."Eh, kamu sudah sadar, Parmi," sapa seorang wanita paruh baya yang saat ini tersenyum manis pada Parmi."Nyonya siapa?" tanya Parmi keheranan, matanya masih memperhatikan wanita paruh baya cantik di depannya."Saya Miranti, istri Dokter Al
Saya ingatkan kembali. Bagi yang ingin lebih paham alur cerita ini dan menikmatinya, silahkan baca terlebih dahulu karya saya yang berjudul"Brondong Standar Lima Setengah"Nitizen Anton mana suaranya?????😂😂Selamat membaca.Matahari semakin tinggi, semua penghuni rumah sudah melangkahkan kedua kaki mereka ke tempat yang memang setiap hari harus mereka datangi, guna mengais rezeki. Hanya tertinggal seorang lelaki dewasa yang kini tengah meringkuk di atas ranjangnya. Menahan pusing dan mual.Ia baru saja memuntahkan sarapan bubur yang dibuatkan oleh pembantunya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan bubur ayam yang disuguhi untuk keluarga Anton. Hanya saja, pada bagian mangkuk Anton, bibik menambahkan garam yang cukup banyak. Sengaja.Bubur tersebut hanya mampu masuk satu sendok ke dalam mulutnya. Ia memuntahkan beserta teh hangat yang ikut disuguhi bibik. Bibik masuk ke dalam kamar, bermaksud membereskan mangkuk sarapan An
Lelaki dengan helm hitam serta masker yang menutupi wajahnya itu, menarik paksa Parmi masuk ke dalam rumah. Ia masih membekap mulut Parmi dengan tangannya. Seketika perut Parmi menjadi mual, tangan perampok tersebut sangat bau amis, tepatnya amis ikan asin dicabein pake rokok. Parmi berusaha menahan mualnya serta mencoba mengatur nafasnya agar tidak sesak, akibat dari sekapan mulut yang ia terima. Satu orang lagi, sibuk membuka satu persatu kamar yang ada di dalam rumah dokter Alan."Di mana kamar manjikan kamu?!"Sentak lelaki yang membekap Parmi."Eeemmm ... eeemmmm.""Bicara yang benar, di mana?" Bentaknya lagi."Eeehhhmmm....eeehhmmmmm...""Eh, bisu ya nih pembantu!" Lelaki tersebut semakin terlihat marah.Temannya yang masih celingak-celinguk memeriksa keadaan di luar, khawatir ada yang datang menoleh kepada temannya yang sedang membekap Parmi."Bego lu, San! Mana bisa ngomong dia, mulutnya lu tutup gitu!