“Maksudnya, Pak?”“Hmm ... ya maksudnya saya akan memastikan tidak ada fitnah bila kamu bekerja dengan saya nanti di luar kota.”“Kenapa harus ada fitnah? Kan saya hanya bekerja.”“Kamu tidak memiliki lisensi sebagai pengasuh anak, takutnya orang menganggap kamu bukan yang sedang bekerja denganku. Selain itu ...” Arkan menghentikan ucapannya, ia terlihat ragu-ragu ketika hendak mengatakan lanjutan dari ucapannya.“Selain itu apa?” Sera masih ingin mendengar lanjutan dari perbincangan ini.Arkan masih terlihat ragu, ia menunjuk wajah Sera tanpa mengatakan apa pun, membuat wanita itu kebingungan dengan maksud bosnya itu. Sera mengernyitkan dahi, menelisik penuh selidik, membuat Arkan seolah terpojok.“Selain itu ... kamu cantik.” Arkan buru-buru mengalihkan dan kembali sibuk pada laptopnya.Sera semakin tidak paham dan menatap aneh pada Arkan. “Jadi menurut bapak kalau pengasuh jangan cantik?”“tidak ... tidak bukan begitu, jangan salah paham!”“Lalu?”Majikannya itu kembali salah tingk
“Kamu tidak perlu tegang, aku hanya bercanda!” ucap Arkan.Sera tidak menjawab dan memilih untuk tidak menanggapi. Kemudian ia pergi mengambil makanan sekadar mengisi perut yang keroncongan, ia baru saja ingat belum makan sejak tadi pagi.“Sekarang sudah lengket sama pengasuhnya ya Neng Kezia,” ucap Bi Tuti.“Biasa saja!”“Bibi dengar Ayah mau nikah ya sama Tante Sera!”Kezia yang sedang makan seketika menghentikan makanannya dan melihat sinis ke arah Bi Tuti.“Ayahku tidak akan menikah dengan siapapun, tidak ada yang bisa menggantikan Bunda!”“Bibi setuju, makanya Neng Kezia jangan sampai lengah!”Sementara Kalina sejak tadi terus menangis, ia tak mau menyusu meski sudah digendong ke sana kemari oleh Rindu. “Kamu bisa diam tidak! Menyusahkan sekali!” ucap Rindu memarahi bayi itu ketika ia mulai menjauh dari kerumunan, nampaknya ia begitu stres menghadapi Kalina.“Hey! Kok dibentak! Bayi mana ngerti dimarahi seperti itu!” ucap Sera mendekat. Wajah rindu seketika memucat. Sera kemudi
Bagian 15Arkan mendekat pada Renata, kemudian dengan gugup disapa wanita itu, ia angkat tangan untuk menjabat, dalam seketika jabatan tangan itu dibalas sangat manis oleh Renata.“Arkan ...”“Renata ....”“Ini kedua anak saya Kenzo dan Kezia!”“Wah ... kembar ya? Cantik dan ganteng! Hallo!”Si kembar mendekat, kemudian memberikan salam, keduanya masih terlihat diam dan bergetar, Renata yang tidak mengerti hanya berusaha memecah keheningan ini.“Tante mirip sekali sama bundaku!” ucap Kezia lirih.“Wah ... Iya kah?” Renata terkejut.Kezia mengangguk, kemudian Sera melihat ke arah sebuah foto yang belum sempat dipasang, jelas di sana nampak Shanum dan Renata terlihat bagai pinang di belah dua, dengan Karin adik almarhum pun nampak mirip, tapi tidak semirip dengan Renata. Seketika jantung Sera berdebar kencang. Kemudian di lihatnya Kezia dan Kenzo berhambur memeluk Renata, mereka menangis seperti meluapkan kerinduan. Sementara Sera hanya mematung di sini tanpa bisa berkata-kata.Renata n
Bagain 16Harusnya Minggu pagi ini cerah, tapi mendung di mata Sera sama sekali tidak bisa ditutupi, ia turun dengan mata berat, sempat tertidur sejenak selepas salat subur, tapi terbangun oleh tangisan si kecil.Sementara Arkan masih diliputi dengan rasa bersalah. Kemarin saat masih di kantor, Renata meminta izin padanya untuk mengajak anak-anak, sementara Kezia dan Kenzo menelpon dan memaksa untuk datang. Semua terjadi tanpa direncanakan, ponselnya mati dan hujan begitu besar, di sana mereka sempat berteduh di villa milik Renata sampai akhirnya Arkan ketiduran.Perasaan bersalahnya semakin tidak karuan ketika pagi ini ia dapati mata Sera membengkak dan tak banyak bicara.“Kemarin seru, ya!” ucap Kezia. “Seneng banget sama Tante Renata aku, kamu seneng gak?” lanjutnya pada Kenzo.Anak laki-laki itu tidak langsung menjawab, ia melihat ke arah Sera sejenak dengan tatapan lain. “Jawab Kenzo!” Kezia memaksa.“Biasa saja! Sama kaya main sama Ayah, nenek, juga Tante Sera ....” jawab Kenzo
Sera pun berlalu tanpa mendengar Arkan mengizinkannya atau tidak. Ia tidak ada rencana untuk bertemu seorang pria sebetulnya, melainkan hanya bertemu teman semasa sekolah dulu yang hampir empat tahun tidak bertemu karena ia kuliah di luar kota, Dinda namanya.Meski ia adalah orang Bandung, tapi Sera tidak begitu mengenali pusat kotanya, karena ia berasal dari pinggiran kota.Sera menaiki ojek online kemudian turun di sebuah jalan yang memiliki panjang sekitar satu kilo meter, namanya jalan Braga, terdapat banyak kafe dan juga tempat makan yang arsitekturnya tempo dulu, bahkan sekadar bangku di jalannya pun memberikan atmosfer yang mengesankan, tempat ini menjadi salah satu tujuan wisata.Sera membawa langkah ke sebuah kafe, kemudian dari kejauhan seseorang melambaikan tangan, Dinda masih saja cantik seperti dulu. Ia ternyata tidak sendirian, ada dua pria di sana yang tidak ia kenal."Kamu cantik banget, Sera! MasyaAllah pakai jilbab sekarang.""Sedang belajar saja, Din. Akhlak mah mas
"Anak bibiku menikah, masa aku tidak datang, Mas?"Arkan diam sejenak, kemudian menatap sambil menelisik, seolah sedang memastikan sesuatu."Kamu pergi dengan siapa?""Sendiri, kenapa memang? Mau nganterin?""Anak-anak siapa yang jaga?" Arkan terlihat ragu, meski terlihat dari sorot matanya ada keinginan itu."Jadi saya diizinkan tidak?""Lihat saja nanti!" jawab Arkan kemudian berlalu pergi meninggalkan Sera begitu saja.Sementara di sebrang sana, di sebuah rumah bercat putih, Renata nampak sibuk dengan adonan kue, setelah berpisah dengan mantan suaminya, ia kembali meneruskan hobi yang tertunda dan justru saat ini menjadi ladang mencari pundi-pundi rupiah."Eh, kok melamun?" ucap Ibu Renata ketika melihat putrinya hanya diam saja di depan oven."Eh, Ibu. Gak kok, Renata gak melamun!""Ah masa ... lagi mikirin siapa sih? Mas duda ganteng depan rumah kita ya!" Sang ibu menggodanya.Renata bersemu merah. "Ah, ibu. Apaan sih.""Jangan bohong! Ibu bisa baca perasaan kamu."Renata terseny
BABY SITTER RASA ISTRI "Sepuluh juta!" Nilai nominal yang ditawarkan seorang pria pada gadis seksi berusia 22 tahun bernama Sera. Ia baru saja lulus kuliah dan sudah mencari pekerjaan ke sana kemari, tapi belum satu pun yang memanggilnya untuk interview. Sampai terakhir ia memilih untuk menjadi pemandu lagu, sebuah pekerjaan yang membuatnya hampir menyerah karena godaan hidung belang yang luar biasa. Pekerjaan sendiri itu atas rekomendasi temannya, ia yang putus asa karena orang tua menumpuk hutang, akhirnya menerima pekerjaan itu. "Oke, baiklah! Hanya jaga dua anak anda saja tuan?" "Panggil saya Arkan." "Oke, Tuan Arkan!" "Jangan pakai Tuan!" "Lalu?" "Terserah! Asal jangan panggilan itu," ucap pria bertubuh tinggi sekitar 180 cm, usianya 32 tahun dan seorang wiraswasta."Oke, baik!" "Sebetulnya bukan dua anak, tapi tiga. Satu diantaranya masih bayi berusia dua bulan." Sera mengangguk, sepertinya mengurus tiga anak bukan hal yang sulit, apalagi diketahui bila ke
Sera diantar ke sebuah kamar langsung oleh Arkan , sebuah kamar cukup besar dengan fasilitas yang nyaman dan memiliki pintu yang terhubung langsung ke kamar majikannya."Ini pintu kemana?" tanya Sera heran."Kamar saya!" jawab Arkan.Sera segera melihat ke arah tuannya itu, kemudian ia mundur satu langkah. Perasaannya tidak karuan."Jangan salah paham, kenapa ada akses seperti ini, agar lebih mudah menjangkau anak-anak. Awalnya kamar ini memang dibuat untuk mereka. Tapi semenjak ibunya meninggal, mereka selalu tidur dengan saya."Sera masih menatapnya curiga. "Jangan menatap saya seperti itu!"Sera kemudian menurunkan pandangannya dan melihat ke sekeliling. Kamar besar ini memang bernuansa anak-anak. Di dinding dekat cermin ada sebuah gambar keluarga, perempuan cantik di sana sedang tersenyum bahagia dengan perut yang besar. Sera menatapnya sejenak, wajahnya teduh dan penuh kasih sayang, rasanya pasti sesak ditinggalkan seseorang yang sangat berarti."Silakan kalau kamu mau istirahat