Share

Masih Aira

Aira berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Perasaannya menjadi buruk setelah Saga menolaknya tadi. Aira anak tunggal dengan segala kemewahan yang diberikan oleh kedua orang taunya. Namun, meski semua klebutuhan terpenuhi ia tetap senang melakukan banyak hal sendiri. Termasuk tadi, ia lebih kesal karena saga yang menolak tawarannya dibandingkan sikap dingin saga padanya.                                      

Kini Tuan Hartanto tengah duduk di ruang tengah seraya membaca artikel dari ponsel miliknya. Saat itu Aira berjalan mendekat lalu duduk di sofa yang berada di samping sang ayah. Sang ayah memerhatikan anak gadisnya yang nampak kesal. Ia lalu meletakan kacamata dan ponsel miliknya di meja.

"Kenapa muka kamu gitu?" tanya Tuan Har pada anak gadisnya.

"Hmm, lagi kesel Dad." Aira menjawab cepat lalu menyandarkan tubuhnya pada kepala sofa.

"Iya kesal kenapa?"

"Aku tadi ke Candramawa sama Tante Nindi."

Pria paruh baya itu menatap dengan serius pada gadis cantik bermata sendu di hadapannya. "Terus ketemu Saga dong?"

Gadis itu mengangguk, "Aku tertarik sama tawaran Tante Nindi tentang resort itu. Tapi dia tolak mentah-mentah bahkan dia enggak tanya proyek apa yang udah aku kerjain. Emang sih proyek yang aku tanganin sebelumnya proyek kecil-kecil tapi 'kan harusnya dia berusaha lihat dulu atau apa gitu."

"Hahaha, Saga emang agak susah orangnya. Bahkan kalau Dady yang minta belum tentu dia mau turutin. Kamu sendiri yang harus tunjukkan result berdasarkan pencapaian kamu sendiri. Jujur, dady sih salut dan menghargai keputusan-keputusan Saga yang memang unik dan selalu berhasil."

Aira menatap kesal pada sang ayah. Sementara hatinya berkata lain, melihat sang ayah yang memuji Saga buat ia semakin penasaran pada pria itu. Pesona Saga memang tak bisa dielak meski dingin dan ketus tadi, tapi ketampanan dan tatapan tajam Saga buat hatinya berdebar.

"Hmm, Dad besok jadi 'kan kita makan malam di rumah tante Nindi?" Aira bertanya berusaha tak terlihat antusias.

Tuan Har mengangguk, "jadi dong.* Ia lalu mendekatkan wajahnya pada sang putri. "Gimana Saga menurut kamu?" tanyanya.

Pertanyaan sang ayah buat Aira gugup, tentu saja ia terpikat sejak lama. Banyak pertemuan yang membuatnya bisa melihat pria itu dan kini ketika ia memiliki kesempatan untuk dekat dengan Saga tentu saja  Aira tak akan menolaknya. Aira sudah jatuh cinta dan bahkan bertemu Saga tadi buat jantungnya berdebar sampai saat ini. Pesona si pemilik kulit putih itu sulit di tolak meski sikapnya dingin dan ketus. 

"Dady, kenapa tanya kaya gitu sih? Aku ke kamar dulu ah." Aira gugup kemudian segera berjalan ke kamarnya. 

Yang Aira lalukan jelas sekali terbaca oleh sang ayah yang sudah menduga kalau ada benih-benih cita di hati Aira. Dan tentu saja dengan begitu akan lebih mudah baginya untuk menjodohkan sang buah hati dengan Saga seperti kesepakatan yang ia lakukan dengan Nindi beberapa waktu lalu.

***

Haris, Saga dan Reres kini berada di ruangan sang atasan. Reres sejak tadi masih merasa tak enak badan karena kelelahan. Setelah pulang dari Bali ia tak bisa langsung beristirahat. Pulang dari memproses bayi, Reres harus segera mengikuti Saga dengan segala aktifitasnya dan itu buat tenaganya cukup terkuras.

Haris duduk berhadapan dengan Saga dan laptop kerjanya. "Saya merasa planning kita sebelumnya masih bagus banget Pak dan enggak perlu ada perubahan."

"Saya juga berpikir seperti itu. Rencana kerja yang saya buat sebelumnya 'kan memang untuk jangka panjang. Ya, kamu tau lah gimana para direksi itu. Menuntut rencana baru terus, kolot dan diskriminatif. Mentang-mentang saya paling muda di sana. Mereka itu enggak mengerti sistem yang sekarang kita buat buat mempermudah pemasaran dan  cara menarik konsumen." Saga berucap kesal.

"Bapak tinggal kasih lihat aja grafik laba kita." Haris coba berikan saran.

Saga menggeleng ia tau bagaimana pemikiran para direksi tua yang rumit dan mudah di tebak. Mereka pikir kalau rencana-rencana baru selalu akan menguntungkan. "Saya akan pikirin nanti."

Haris melirik pada Reres yang terpejam, kemudian kembali menatap pada Saga, atasannya. "Hmm saran saya kita tidak harus melakukan pembaruan rencana Pak."

Saga mengangguk ia juga setuju, Saga melirik Reres lalu melempar pena yang ia pegang. Tentu saja apa yang ia lakukan buat Reres terkejut dan menatap Saga kesal. Sementara Haris menatap iba pada Reres.

"Tidur di kursi gue sana." Saga memerintahkan.

Reres mengangguk lalu berjalan menuju kursi kerja saga, duduk, lalu merebahkan kepalanya ke atas meja, dan kembali istirahat. Sementara Haris dan Saga kembali membicarakan tentang apa yang akan Saga sampaikan pada rapat besok. 

Pembicaraan tentang rapat tak berlangsung lama. Setelah itu Saga dan Reres segera kembali ke rumah. Seperti biasanya, Saga mandi sementara Reres di kamar menyiapkan semuanya merapikan tempat tidur, juga termasuk menyiapkan skin care yang akan Saga gunakan sebelum tidur. Semua Reres lakukan sejak dulu, bahkan membantu Saga berpakaian. Dan memang seperti tugasnya menjaga Saga layaknya seorang baby sitter.

Tak lama pria itu keluar dengan rambut yang basah dan piyama yang sengaja belum ia kancingkan. Saga malas mengancingkan pakaian merepotkan menurutnya. Reres berjalan mendekat lalu mengancingkan pakaian Saga, kemudian ia mengikuti pria itu duduk di kursi setelahnya Reres mengeringkan rambut Saga yang kini terpejam.

"Gue besok ijin istirahat ya?"

Mata saga kembali terbuka ia menoleh pada Reres yang berdiri tepat di belakangnya. "Kenapa?"

"Gue butuh istirahat, capek banget Ga." Gadis itu mengeluh tentu saja karena ia merasa kurang beristirahat.

"Hmm, lo kegemukan tuh! olahraga ranjang gitu aja capek," cicit Saga.

Reres hela napas sebal juga dengar apa yang dikatakan sahabatnya itu. "Ya, gimana dong, gue emang sakit. Coba pegang jidat gue nih."

"Nunduk," titah Saga buat Reres refleks menunduk dan Saga kini memegang kening Reres. "Habis ini minum parasetamol tidur sebelum jam sepuluh. Besok lo harus ikut gue ke kantor. Lo tau kan gue ada rapat direksi?"

'Hmm, oke." Reres menjawab malas karena ia tau jika ada pertemuan maka ia  harus ikut dengan Saga.

"Gimana?"

"Iya besok gue kerja."

"Bukan itu," sergah Saga lalu membalik tubuhnya menatap Reres yang kini menatapnya. "Gimana pengalaman pertama kali ngelakuin sex?"

Reres terdiam, ia bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan yang diajukan Saga. Sejujurnya, itu menyenangkan dan membuat ia merasa bahagia, nikmat dan relaks setelahnya. Hanya saja apa akan baik jika ia mengakui jika ia menyukai itu pada Saga?

"Ini udah bukan jam kerja, gue memilih enggak menjawab." Reres katakan itu dan itu buat Saga tersenyum.

"Jawabannya lo suka, tapi lo enggan jawab itu ke gue? Why? Lo mau lagi?"

"Diem ya Saga!"

"Buat senang-senang aja. Lo tau 'kan kalau sex itu bisa balikin mood yang jelek. Kalau mood lo buruk dan butuh gue bilang aja." Saga berkata lalu mengedipkan sebelah matanya.

Reres menoyor kepala Saga yang kini malah bersikap seduktif kepadanya. "Gue tabok ya kalau lo ngomong aneh-aneh gini." Reres kesal lalu berniat berjalan ke luar sebelum Saga menahan dengan memegangi tangan Reres.

"Tugas lo belum selesai." Saga menegaskan lalu segera berdiri dan berjalan ke tempat tidur. 

Saga merebahkan tubuhnya, lalu Reres menyelimuti, pria itu lalu ulurkan tangannya buat Reres segera menggenggamnya. Gadis itu kemudian duduk di samping Saga.

"Lo kenapa?" tanya Reres. Gadis itu jelas mengerti jika Saga meminta ia menggenggam tangannya jelas ada hal yang pria itu pikirkan.

"Vinny atau Lauren? Menurut lo yang bisa gue ajak nikah."

"Aira Yuma." Reres menjawab cepat.

Saga kesal mendengar jawaban tersebut, apalagi mendengar nama Aira, gadis yang dijodohkan sang mami dengannya. "Serius Res."

"Ya gue serius Aira perempuan baik-baik. La boleh pacaran sama siapa aja dan berbuat senakal apapun, tapi lo harus menikahi perempuan baik-baik."

Saga kembali membuka matanya, ia duduk dan kini berhadapan  begitu dekat dengan Reres. "Lo juga perempuan baik-baik. Gimana kalau gue nikah sama lo? Jadi gue masih bisa main sama Vinny dan Lauren? Hmm?"

Reres menatap Saga kesal, kemudian mencubit paha sahabatnya itu.

"AAA! SAKIT!"

"Ayo ngomong aneh-aneh lagi lo sini." Reres kesal kemudian berdiri.

"Gue bercanda, ih!"

Reres berjalan meninggalkan ruangan itu langkahnya terhenti saat Saga memanggilnya lagi.

"Res, gue bercanda soal pernikahan itu. Tapi .., soal kebutuhan lo akan burung gue. Gue serius, sex itu nagih. Gue tau lo akan butuh gue suatu saat.'

Gadis itu berdecih lalu kembali berjalan ke luar kamar Saga dengan kesal

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status