Dalam hati sampai pagi ini, Reres terus meruntuki diri akibat kebodohannya semalam. Terpikat, terjerat oleh Saga adalah kebodohan yang entah keberapa. Tapi, tak bisa dipungkiri kalau semalam juga menginginkan hal itu. Ya, meski memang semua berawal dari Saga yang terus saja memaksanya. Siapa yang tak akhirnya kalah setelah diuji terus menerus dengan godaan? Bagaimanapun, Reres bisa dibilang sedang dalam masa geloranya di usia yang masih dua puluhan awal. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian. Gadis itu berjalan menuju kamar Saga. Setelah berjalan ke luar kamar, Reres menuju ruang laundry mengambil baju milik Saga yang selesai dicuci dan setrika. Kemudian membawanya ke kamar Saga. Ia segera masuk, melihat pria itu bahkan masih tak mengenakan pakaian. Reres merapikan pakaian, setelah selesai ia berjalan menuju Saga membangunkan sahabatnya itu.Reres menggoyang tubuh Saga. "Bangun Ga."Saga membuka matanya lalu tersenyum. "Hei sayang."Reres hela napasnya. "Lo mabok?"Saga terseny
Di dalam ruangan Saga, Reres duduk di sofa seraya membaca artikel dari ponsel miliknya. Sahabatnya itu benar-benar tak mengijinkan ia untuk keluar ruangan. Tentu saja hal ini membuat Reres merasa terpenjara. Sementara gadis bertubuh gemuk itu merasa kesal dengan perlakuan atasannya. Sejak tadi, Saga sesekali melirik kepada Reres memastikan bahwa Gadis itu tak akan keluar dari ruangan dan tak terlalu jauh dari jarak pandangnya."Lo mau makan sesuatu?"Saga menawarkan."Tidak Pak," sahut Reres. "Terus mau apa biar nggak bosen?" Saga bertanya lagi penuh perhatian. Ia tak ingin Reres merasa bosan sehingga nanti memutuskan untuk keluar dari ruangan itu."Saya mau keluar dari ruangan ini," jawab gadis itu cepat. Rasanya benar-benar menyebalkan sejak tadi hanya diam dan duduk sambil membaca baca artikel. Mendengar penuturan itu membuat Saga memilih untuk tak peduli. Ia kembali membuka-buka dokumen yang kini berada di atas mejanya. Tak akan ia biarkan Reres bertemu dengan Haris. Karena selam
Reres duduk di dalam mobil sejak tadi tak ada yang ia bicarakan. Sejak Reres memberikan kopi untuk Saga. gadis itu tak berbicara sepatah katapun. Reres kesal dikekang, ditahan rasanya seperti terpenjara. Dan itu buat ia muak dan kesal pada perangai Saga. Saga yang duduk di samping Reres merasa cemas juga karena sahabatnya itu tak mengatakan sepatah katapun. Dalam hatinya merasa takut juga karena reres tak pernah marah sampai seperti ini. Sudah lebih dari dua jam mereka saing diam. Bahkan saat Saga memerintahkan, Reres hanya melakukan tanpa perlawanan. Saga melirik, ia tau salahnya dimana. Hanya saja tak mungkin untuk tak melakukan itu. Saga terlalu takut kehilangan Reres; Saga takut Reres bersama Haris kemudian jatuh cinta pada sekretarisnya itu. Ketakutan Saga begitu besar apalagi tau dengan jelas Haris adalah saingannya. Bahkan sejak awal Haris-lah yang menunjukkan ketertarikannya. Saga mengerti kini mengapa sejak lama sekali Haris beri perhatian pada Reres seperti itu. Semua kare
Nindi kini pulang di rumah ia berada di ruangan bersama dengan Ayu. Setelah pulang dari bertemu dengan Lauren tadi, ia memberitahu semua pada Ayu mengenai apa yang terjadi. Kedua wanita itu benar-benar mengatur hidup Saga dengan baik. Saga harus terlihat sempurna diantara kekurangan yang ia miliki. Semua hal yang akan memperburuk citra Saga akan segera diatasi. Semua mereka lakukan dengan alasan untuk kebaikan Saga. Satu-satunya pewaris keluarga itu setelah sang ayah meninggal dunia.Saga layaknya boneka yang diatur dan diawasi oleh keduanya. Jika Saga tau apa yang dilakukan Ayu dan Nindi di belakangnya ia mungkin akan kecewa sekali. Dan keduanya tau itu. Kalau Saga tak boleh mengetahui apa yang mereka lakukan. Sehingga semua direncanakan dan sembunyikan dengan baik. "Jadi gimana caranya kamu buat mereka dekat nanti?" Ayu bertanya pada sang menantu, Nindi."Tadi Aira cerita kalau mereka sempat kencan berempat sama Reres dan Haris. Menurut Aira, Reres itu ada hubungan sama Haris Bu."
Haris duduk dengan cemas, jari-jarinya mengetuk meja kerja. Penasaran mengapa Reres tak menerima panggilan. Bahkan saat ini ponselnya pun sama tak aktif. Haris kembali mencoba menghubungi Reres dan lagi-lagi ia hanya mendapatkan suara operator sebagai jawaban.Niatnya menghubungi Reres hanya untuk buat perasaannya lebih baik akibat cemas seharian tadi. Reres terlihat kesal karena berada di ruangan Saga seharian. Haris tak tau ada apa diantara keduanya. Yang ia tau hanyalah keduanya memang sering kali bertengkar. Itu sudah menjadi hal yang umum bahkan penghuni kantor sudah mengetahui kebiasaan bertengkar mereka. Sebagian menganggap Reres kurang ajar kepada atasan dan sebagian merasa itu biasa saja, karena mereka adalah sahabat sejak kecil. "Kamu kenapa sih Res? Mana dari tadi enggak aktif coba," gumam Haris Haris mencari nomor ponsel Saga, menimbang apakah harus menghubungi sang atasan. Namun, ia urungkan niat. Pasti akan aneh sekali kalau ia tiba-tiba menelpon hanya untuk menanyak
Pagi ini Saga dibangunkan oleh rasa kesal yang ia rasakan sejak semalam. Entah bagaimana lagi caranya untuk meyakinkan Reres tentang perasaannya, meminta untuk menjauhi Haris dan tetap berada di sisinya. Saga mau Reres hanya untuknya. Reres buat saga jadi posesif, mau ditemani, mau dimiliki. Kesalahan terbesar kini ia sadari, menerima tawaran untuk menghamili Reres adalah keputusan membawanya dalam keadaan ini. Beranjak dari tempat tidur di saat matahari bahkan belum masuk ke celah jendela kamarnya. Hal itu bagai sebuah keajaiban. Pria berkulit pucat itu biasanya harus dibangunkan dengan sedikit dipaksa oleh Reres sang baby sitter yang kini menempati hatinya. Kini melangkah menuju kamar mandi, bergegas membersihkan diri. Mau buat Reres kagum, ingin menunjukan kalau dirinya juga bisa mandiri sama seperti Haris. Sementara itu Reres sudah sibuk membantu di dapur membuat sarapan untuk pasrah pelayan bersama Mbok Mar. Reres sudah rapi dan memang selalu seperti itu setiap paginya. ia mem
Haris duduk di meja kerjanya dengan cemas. Apalagi ia tak bisa menghubungi Reres karena Reres tak memiliki ponsel. Sesekali terdengar ia menghela napas seraya menata laporan yang akan dijadikan pembahasan untuk rapat kali ini. Setelah semua selesai disusun, Haris segera bangkit menuju ruangan Saga. Ia ingin memberikan laporan yang sudah ia buat dan susun semalaman. Haris mengetuk pintu ruangan Saga, Ia segera berjalan masuk ke dalam ruangan ketika jawaban terdengar dari dalam ruangan. HAris membuka pintu mendapati Saga yang tengah menatap pada laptop miliknya seraya mengigit ujung kuku ibu jari kirinya. "Pak?" sapa Haris kemudian ia berjalan mendekat pada Saga dan memberikan kliping materi rapat. Saga menoleh dan dengan canggung menghentikan kegiatannya. "Ini pembahasan rapat hari ini?""Iya Pak, sesuai keinginan direksi yang minta dibahas mengenai laba dari sistem kerja yang baru. Juga tentang acara yang akan bapak ajukan untuk ulang tahun perusahaan." Haris menjelaskan. Saga s
Reres merapikan kamar saat ini. Menata ulang kamar setelah sarapan karena ia tak memiliki pekerjaan. Sebelumnya ia sudah membantu Mbok di dapur. Sebenarnya ia tetap memikirkan Saga, apalagi Reres ingat kalau hari ini akan ada rapat bersama direksi. Pertanyaan terus berputar dalam benaknya. Apa Saga bisa melewati semua dengan baik? Apa kecemasan Saga tak akan terjadi?"Ah bodo amat lah, kan dia yang minta gue stay di rumah." Reres bernarasi. Gadis itu kemudian kembali berjalan menuju dapur. Siapa tau akan ada yang butuh batuannya. Tak terbiasa tak melakukan apapun buat dirinya bingung sendiri berada di rumah hari ini. Di dapur juga semua pekerjaan telah selesai. Hanya ada Adit yang tengah meneguk kopi belum waktunya jaga. Ia kini memilih duduk dan menikmati waktu istirahat. "Sini Res!" Adit berseru dan Reres segera berjalan menghampiri. Reres kemudian duduk di samping Adit. "Yang jaga siapa di depan?" Reres bertanya, tapi sebenarnya ia hanya mencari bahan obrolan."Ada pakde sama Al