Share

Mengundurkan Diri

"Tidak usah masak non. Aku sudah masak untuk non Sarah juga."

Sarah membalikkan tubuhnya yang awalnya menghadap kompor. Tangannya yang siap merobek kemasan mie instant berhenti sebentar. Hanya beberapa detik. Sarah kemudian melanjutkan aktivitasnya memasak mie instant. Gerakannya terlihat terburu buru. Kalau tidak mengingat ada ujian mata kuliah pagi ini. Sarah tidak akan turun ke dapur secepat ini. Di jam segini, Andra belum sarapan dan beberapa menit lagi. Bisa dipastikan jika Andra akan turun dari lantai dua.

"Jangan buat dirimu dalam bahaya Bu. Jika ketahuan, bisa bisa ibu mendapatkan pemotongan gaji.

"Tidak akan ketahuan non. Lagipula, selama ini kan hanya non Gita yang melarang bibi memasak untuk non Sarah. Jadi...."

"Jangan mengubah keadaan karena Gita sudah tidak ada lagi Bu."

Sarah tidak membiarkan bibi Inah melanjutkan perkataannya. Wanita itu memindahkan mie instant itu ke dalam wadah kemudian bersiap membawanya ke dalam kamar.

"Sampai kapan non Sarah makan makanan tidak sehat seperti ini."

Sarah menarik nafas panjang. Dia mengetahui terlalu sering makan mie instant tidak bagus untuk kesehatan. Tapi apa daya, di bulan tua seperti saat ini. Hanya mie instant solusi yang tepat untuk mengganjal perutnya. Sarah berharap dalam hati, semoga saja, keadaan seperti ini tidak lama lagi.

"Aku sarapan dulu ya Bu," kata Sarah cepat. Bukan tidak ingin berbicara lebih lama lagi dengan bibi Inah tapi waktu Sarah benar benar mepet. Sarah berbalik dan berjalan cepat hendak ke kamar.

Bruk.

"Ah. Panas, Apa kamu tidak mempunyai mata hah?"

Sarah terkejut bercampur takut. Karena kurang memperhatikan situasi rumah, Sarah tidak menyadari jika Andra ada di pintu antara ruang makan dan dapur. Yang paling sial, Sarah menabrak laki laki itu. Mie instant tumpah dan mengotori kemeja yang dikenakan oleh Andra.

"Maaf, maaf pak Andra. Aku tidak sengaja.

"Oya. Kamu tidak sengaja ya. Lalu apa yang kamu sengaja?. Oh, aku tahu. Kamu sengaja bersedia dijodohkan dengan aku demi hidup enak kan?. Dasar benalu."

Andra mendorong tubuh Sarah hingga hampir terjatuh. Andra menatap tajam dengan jari telunjuk yang mengarah ke wajah Sarah.

Sarah tidak tahu berbuat apapun selain menunduk. Kata kata Andra sangat menyakitkan seperti ribuan anak panah yang menancap di hatinya. Tapi sepatah katapun, Sarah tidak ingin membantah. Karena perkataan Andra ada sedikit benarnya. Dia bersedia menikah karena ada imbalan tapi bukan karena ingin hidup enak. Semuanya demi pak Burhan.

"Mau kemana kamu?"

Pertanyaan tajam dari mulut Andra membuat Sarah mendongak. Menatap sebentar wajah suaminya kemudian menundukkan kepalanya.

"Mau ke kampus pak."

Andra berlalu begitu saja dari hadapan Sarah. Laki laki itu berbalik menuju tangga. Mungkin untuk mengganti kemejanya yang kotor. Sedangkan Sarah membersihkan ceceran mie di lantai.

"Udah non, makan makanan yang Bibi siapkan ya."

"Tidak Bu. Aku pergi saja ke kampus."

Bibi Inah menatap punggung Sarah dengan iba. Dia menjadi saksi hidup bagaimana perlakuan Andra dan Gita terhadap Sarah. Bahkan Gita sudah tiada pun. Andra masih memperlakukan Sarah dengan buruk.

"Bu, aku pergi."

"Iya non. Hati hati."

Ah, rasanya Sarah hampir tidak pernah membuat kesalahan di rumah itu tapi di mata Andra, semua yang dilakukan Sarah adalah salah.

Kuliah sambil kerja adalah hal yang melelahkan begitu juga dengan apa yang dialami oleh Sarah. Demi masa depan, wanita muda itu rela bekerja keras. Jika di pagi hingga siang hari, Sarah terikat dengan jam kuliah maka di sore hari dirinya harus terikat dengan pekerjaannya di laundry. Sarah harus melakukan itu demi mempunyai uang sendiri. Sejak menikah dengan Andra. Andra tidak pernah memberikan dirinya nafkah lahir dan batin.

Hari ini, setelah ujian mata kuliah selesai. Seperti biasa, Sarah berada di laundry yang kebetulan dekat area kampusnya. Tapi kali ini, keberadaan Sarah di sana bukan untuk bekerja seperti biasa melainkan untuk mengundurkan diri.

"Kenapa tiba tiba seperti ini Sarah, apa ada sesuatu yang membuat kamu tidak betah?"

Alex sang pemilik laundry sangat terkejut dengan pengunduran diri Sarah. Ini terlalu tiba tiba dan lagi pula Alex tidak ingin kehilangan karyawan seperti Sarah. Sarah adalah karyawan yang baik dan disiplin. Pekerjaannya rapi dan telaten.

"Maaf kak. Aku mengundurkan diri bukan karena sesuatu hal. Aku mengundurkan diri karena fokus untuk skripsi. Kan kakak tahu sendiri, selain mengerjakan skripsi semester ini. Aku juga ada mengikuti mata kuliah."

"Aku rasa itu bukan alasan yang tepat Sarah. Aku tahu, kamu sangat membutuhkan pekerjaan ini apalagi saat mengerjakan skripsi nanti kamu pasti butuh uang tambahan."

Sarah meremas jari jarinya. Benar apa yang dikatakan oleh Alex. Dulu, dirinya bersusah payah mendapatkan pekerjaan. Hanya karena dirinya. Alex membuka laundry itu supaya Sarah mempunyai pekerjaan. Usaha itu berkembang hanya beberapa bulan karena lokasinya memang strategi di area anak kost yang kuliah di kampus itu. Jika mengingat kesibukan Alex, laki laki itu tidak pernah terpikirkan membuka usaha laundry. Persahabatan antara Alex dan Sarah membuat dirinya terdorong untuk membantu Sarah.

Sarah merasa bersalah, Alex sudah banyak membantu dirinya selama ini. Rasanya seperti orang yang tidak tahu diri mengundurkan diri dari usaha laundry itu tanpa alasan yang kuat dan masuk akal. Tapi untuk mengatakan yang sejujurnya. Sarah juga tidak bisa. Sarah takut dicap manusia yang tidak tahu membalas budi jika mengatakan yang sebenarnya. Menjadi baby sitter untuk bayi Andra itu artinya Sarah harus melepaskan pekerjaannya di laundry itu. Sarah tidak bisa mengambil pekerjaan itu dua duanya.

Berat bagi Sarah. Tapi wanita itu sudah membuat keputusan yang tidak bisa diganggu gugat lagi. Biarlah dia mengecewakan Alex asalkan pak Burhan tetap mendapatkan pengobatan.

"Maafkan aku kak Alex. Aku sangat percaya tanpa aku di laundry ini. Pasti akan tetap maju dan semakin berkembang."

"Bukan itu alasannya Sarah. Aku sudah mempercayakan usaha ini kepada mu. Jika karena alasan skripsi kamu mengundurkan diri. Aku tidak terima."

"Tapi aku benar benar tidak bisa kak Alex."

"Kamu bisa Sarah. Jika selama ini kamu masuk setiap hari mulai jam dua sampai jam tujuh. Sekarang aku kasih waktu tiga hari sama selama satu Minggu untuk menghandle laundry. Tidak perlu memberikan jawaban sekarang. Aku memberikan kamu waktu untuk berpikir."

Sarah menarik nafas panjang sambil menatap Alex. Sepertinya tidak ada gunanya jika membantah perkataan laki laki itu saat ini. Seperti kata Alex, biarlah dulu dia berpikir beberapa hari ini semoga saja dirinya bisa menemukan solusi yang tepat.

Baru saja, Sarah hendak keluar dari laundry itu. Dirinya dibuat terkejut dengan seseorang yang berdiri di depan meja kasir.

"Pak Andra. Untuk apa dia ada disini?" batin Sarah

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status