Share

Dia, Sebastian Morgan

"Eunghh berat..."

Lenguhan terdengar dari bibir Shela saat merasakan beban berat melingkarkan di pinggang kecilnya. Seseorang memeluknya dengan sangat erat dan hangat di pagi hari.

Tubuh Shela terasa sakit, kebas, dan remuk. Perlahan kedua matanya terbuka, ia menatap pakaiannya yang berada di lantai hotel. Sontak Shela langsung terkejut saat menyadari sesuatu.

"Astaga..." Shela langsung terbangun, kesadarannya kembali penuh. "A-apa yang sudah aku lakukan?"

Shela menutup mulutnya, menatap wajah laki-laki asing di belakangnya yang tertidur lelap dengan tubuh polosnya tertutup selimut. Detak jantung Shela berpacu cepat. Ia menggelengkan kepalanya pelan dan menutupi tubuhnya.

"Si-siapa dia? Ya Tuhan, bagaimana ini semua bisa terjadi?!"

Tanpa suara Shela menuruni ranjang dengan sepelan mungkin. Kedua kakinya lemas tak bertenaga saat ingatan malam panas yang telah ia lewati bersama pria tampan itu. Shela bergidik saat mengingat dirinya sendiri yang ikut melayani kebuasan pria itu.

"Ah..." ringis Shela saat merasakan sakit di bagian pangkal pahanya. "Aku tidak boleh diam di sini. A-aku harus segera pergi sebelum dia terbangun."

Gegas Shela memakai pakaiannya, sambil menahan sakit dan berjalan tertatih-tatih keluar dari dalam kamar meninggalkan laki-laki itu.

Di lorong hotel, Shela kembali merutuki kebodohannya karena ia semalam mabuk setelah mendapati kekasihnya selingkuh. Namun hal itu tidak sebanding dengan apa yang terjadi semalam. Bagaimana mungkin ia malah tidur bersama laki-laki asing?!

Shela bisa berada dalam masalah besar jika Mamanya tahu hal ini.

"Ba-bagaimana ini?" lirih Shela menggigit bibir bawahnya dengan perasaan kalut dan bergegas pulang.

Beberapa menit kemudian, taksi berhenti di depan gerbang kediaman Shela. Gadis itu mengembuskan napasnya panjang dan mengusap dada dengan perasaan cemas. Sebisa mungkin Shela merapikan penampilannya lagi, lalu masuk ke dalam rumah setelah melihat ada mobil Mamanya terparkir di depan.

"Shela!"

Suara seorang wanita membuat tubuh Shela bergetar. Stevani, mamanya, berjalan mendekatinya diikuti seorang laki-laki di belakangnya.

"Kamu dari mana saja? Semalam tidur di mana?!" tanya wanita itu cemas.

"Di... di rumah teman Shela, Ma," jawabnya lirih.

"Lain kali kalau tidur di tempat temanmu, hubungi Mama dulu. Kami berdua mencarimu ke mana-mana, Nak," tutur Ferdi, laki-laki yang berdiri di sebelah Mamanya kini menatapnya.

Tatapan mata Shela tertuju pada Ferdi. Tiba-tiba mamanya tersenyum tipis dan mengusap pundak Shela. Mamanya tidak tampak marah, namun begitu kelihatan kalau dia ingin merayu-rayunya.

"Sayang, Mama ingin mengatakan sesuatu padamu," ujar Stevani dengan nada lembut.

"A-ada apa, Ma?" Shela mulai berfirasat buruk. Mamanya tidak mungkin mengetahui sesuatu tentang kejadian semalam kan?

Stevani melepaskan rangkulannya pada Shela, ia berdiri di samping Ferdi seraya tersenyum manis pada putri semata wayangnya.

"Mama dan Paman Ferdi akan menikah tiga hari lagi. Mulai hari ini Shela bisa memanggil Paman Ferdi dengan panggilan Papa," ujar Stevani begitu antusias.

Semua ketakutan yang dirasakan Shela mendadak berubah dengan rasa marah. Tatapan kedua mata Shela berubah nanar, napasnya tercekat tiba-tiba. Kehancuran apa lagi yang kini Shela terima?

Setelah lebih dari tujuh belas tahun Mamanya menjadi janda kaya raya, kini ia akan melepaskan statusnya dan menikah dengan Ferdi?

Shela menggelengkan kepalanya tegas.

"Tidak Ma, Papaku tidak akan tergantikan oleh siapapun. Shela tidak mau punya Papa baru!" berang Shela menolaknya.

"Sayang, Papamu sudah tiada. Papa Ferdi ini sangat baik dan bisa melindungi kita, Shela!"

"Mama selalu memikirkan diri Mama sendiri! Mama sibuk bekerja tanpa memikirkan Shela, tahu-tahu Mama akan menikah dengan Paman ini! Sampai kapanpun Shela tidak akan mau menerima Paman ini menjadi Papa barunya Shela!" teriak gadis itu sambil menangis.

"Jangan melawan Mama! Mulai hari ini Paman Ferdi adalah Papamu, titik! Kau dengar itu Shela? Shela!"

Stevani berteriak keras begitu sang putri menangis berlari meninggalkannya dan menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua.

"Vani sudah," lirih Ferdi menarik lengan Stevani pelan. "Jangan memaksanya, Shela masih muda dan sangat labil. Kita perlu bicara baik-baik padanya."

Wanita itu berdecak kesal, ia sudah menduga kalau putrinya tidak akan semudah itu dibujuk.

"Anak itu... aku akan bicara baik-baik dengannya." Stevani menatap Ferdi dan tersenyum cemas. "Jangan khawatir, aku yakin dia pasti menerimamu."

Di dalam kamarnya, Shela menangis sekencang-kencangnya. Hanya dalam satu malam semua dunianya hancur lebur.

Shela menangis di dalam kamar mandi, mengguyur sekujur tubuhnya dengan air dingin. Betapa frustrasinya ia, dikhianati sang kekasih, kehilangan kesuciannya dengan laki-laki asing, dan kini Mamanya akan menikah lagi.

"Kenapa... kenapa hal ini terjadi padaku?!" teriak Shela memukul lantai kamar mandi. Gadis itu meringkuk dan menumpahkan semua kesedihannya lewat tangisan. Berkali-kali juga ia mengutuk dirinya sendiri karena sudah begitu bodoh membiarkan semua ini terjadi dalam satu malam...

**

Malam ini Shela ikut bersama dengan Mamanya pergi ke acara dinner bersama keluarga calon Papa tirinya di sebuah rumah makan istimewa. Tentu saja Shela dipaksa mati-matian oleh Stevani.

Shela sama sekali tidak menunjukkan ekspresi bahagia. Ia murung dan larut dalam kesedihannya.

"Shela, kau bisa pilih makanan apa saja yang kau mau. Ayo, jangan sungkan, Nak," ujar Ferdi membujuk Shela dengan menyerahkan sebuah buku menu.

Diam tak ada respon sama sekali dari Shela membuat mamanya mendengkus frustrasi.

"Jangan bersikap seperti ini saat bersama keluarga Papa Ferdi, Shela!" desis Stevani sedikit mengancam putrinya.

Sontak gadis itu menatap Mamanya dan menggeleng. "Dia bukan Papaku!"

"Shela!" Stevani melotot padanya.

Ferdi paham bagaimana perasaan Stevani, juga perasaan Shela yang sangat sulit untuk menerimanya.

Beberapa anggota keluarga Ferdi di meja samping kanan dan kiri hanya menatapnya saja. Mungkin mereka semua juga mewajarkan hal itu.

"Sudah, sudah, tidak apa... Jangan memarahinya Van," bujuk Ferdi pelan dan sabar.

Shela menundukkan kepalanya kesal dan menghindari keributan dengan Mamanya.

Di tengah kegaduhan itu, tiba-tiba saja muncul seorang laki-laki berparas tampan, berambut hitam, dengan stelan tuxedo hitamnya yang rapi, berjalan mendekati Ferdi dan Stevani.

"Ternyata kau datang juga! Aku pikir kau sangat sibuk, Boss Muda," ujar Ferdi dengan nada bercanda, menyambut kedatangan pria itu.

"Maaf kalau aku terlambat, Kak," balas laki-laki itu sambil menyalami Ferdi dan Stevani dengan akrab.

Suara bariton laki-laki itu seperti familiar di pendengaran Shela. Penasaran, Shela pun perlahan menoleh ke belakang menatap siapa laki-laki yang datang. Betapa terkejutnya Shela melihat sosok laki-laki tampan itu. Lagi!

'Laki-laki ini?! Ba-bagaimana bisa dia ada di sini?!' batin Shela menjerit.

Gemetar hebat tubuh Shela dengan kedua mata melebar. Jantungnya seperti tak berdetak saat ia mendapati laki-laki yang bercinta dengannya semalam, kini kembali muncul di hadapannya dan ikut dalam acara dinner dengan keluarga Ferdi.

Laki-laki itu pun menoleh dan bertemu tatap dengan Shela. Iris hitam tajam menatap Shela dengan kening yang sedikit mengerut. Ia melangkah mendekati Shela dengan sorot mata yang tak asing.

Shela begitu gugup saat laki-laki itu berdiri tegap di tepat hadapannya.

"Tunggu, kau..." Laki-laki itu menggantung ucapannya. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Tubuh Shela menegang mendengar pertanyaan itu. Namun Shela segera menguasai diri dan menggeleng pelan.

"Tidak, saya belum pernah melihat Anda," jawabnya dingin.

Ferdi dan Stevani awalnya memperhatikan mereka bingung, namun keduanya kembali tersenyum. "Bagaimana mungkin kau sudah bertemu dengan gadisku, kau kan jarang sekali berada di Paris!" sahut Stevani terkekeh pelan.

Laki-laki itu pun hanya tersenyum tipis tanpa melepaskan tatapannya dari Shela.

Sampai Ferdi akhirnya mendekati Shela yang terlihat sangat canggung dan tidak nyaman.

"Oh ya Shela, perkenalkan, dia adalah Sebastian Morgan, adik Papa Ferdi. Dia adalah bos muda di keluarga Papa," ujar Ferdi seraya merangkul pundak Shela sebelum kembali menatap Sebastian. "Dan Bas, perkenalkan ini putri Stevani dan juga akan menjadi putriku, Shela Morine."

Shela membisu seribu bahasa, terlalu terkejut dengan informasi yang baru saja ia dengar. Kedua tangan Shela terkepal kuat tanpa sadar.

'Adik?! Laki-laki yang tidur denganku semalam, ternyata adik dari Paman Ferdi?!'

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ayu
bagus lanjut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status