Changed
.
.
“Harusnya kau bersikap seperti anak penurut selagi aku berbaik hati padamu.”
Pasokan udara seolah mulai menipis, menyulitkan pria yang tengah berada dalam ambang batas kematian tak diijinkan lagi untuk hidup. Pria itu tak tahu apakah mungkin detik ini adalah ajalnya. Kematian kedua yang ia rasakan setelah sekian lama mengalami kematian abadi miliknya sendiri.
Wanita didepannya, tetap mengencangkan tangan disekeliling lehernya. Mata merah pekatnya terasa seperti magnet yang mampu menyedot sispa saja. hal itu dirasakan oleh Shed ditengah kesakitannya. Mata semerah darah, bahkan lebih pekat itu hanya berjarak tak kurang dari dua pulu sentimeter. Membuat sendi-sendinya terasa mengambang dan hampa. Tak dirasakannya lagi perpiajakn antara kakinya dan juga tanah.
“Kau merasakannya? Sebelum datang menjemput kematianmu, seharusnya kau tahu dengan siapa kau berhadapan.” Desis Mayya. Wanita itu melayangkan tatapan mematikan. Ia ingin
“Selamat tinggal, Mayya.” Aku mendengar bibirku sendiri mengucapkan tiga kalimat itu, bersamaan denganku yang keluar dari tempat persembunyianku. Aku tak tahu mengapa aku melakukan hal ini. Hanya saja instingku mengatakan bahwa aku harus bersembunyi. Dari sini, aku melihat matanya nanar menatap ke arah rumah. Aku tak tahu apa yang sedang ia pikirkan. Meski aku bukanlah seorang peramal, aku tahu bahwa ia sedang merasakan gejolak dalam dirinya.Aku memandangi bayangan punggungnya yang mengecil dari pandanganku. Entah apakah itu, aku merasa bahwa aku salah melakukannya. Tak seharusnya aku membiarkannya sendiri. Aku terbiasa hidup di bawah alam sadarku yang penuh dengan teori logika masuk akal. Namun setiap kali bersamanya, aku selalu lupa akan hal itu.Mulai dari hal gila yang kuajukan. Aku merasa diriku tak benar. Berurusan dengan manusia, makhluk fana itu tentu bu
Kissing You..“Bukankah aku sudah bilang, aku akan melindungimu dan juga bayimu asalkan kau memberikan darahmu padaku.” Suara aberat itu mengalun begitu saja dari bibir pria itu.Mayya masih diam, bergeming ditempat. Matanya terus menatap pria yang ada didiepannya dengan bingung. Pikirannya ia tak melihat bahwa pria itu sejak tadi ada disini, didekatnya. Apakah pria itu juga melihat kejadian yang baru saja dialaminya?“Bagaimana bisa kau ada disini?”Pria itu memiringkan kepalanya kesamping. Sebuah senyuman simpul tercipta di bibir hatinya. Tentu bukan ekspresi yang sering Mayya temui. Pria yang sama berdiri dihadapannya namun dengan tatapan yang berbeda. Sungguh hal itu pun masih membuatnya merasa ketakutan saat berhadapan dengannya.“Aku kira pertanyaan itu tak ada hubungannya dengan masalah saat ini, Nona.” Ujarnya. Pria itu mengarahkan lehernya mendekati Mayya. Tanpa sengaja ia pun membawa tubuh mungil Mayya masuk ke
Di dalam sebuah ruangan yang terang, seorang gadis nampak berjalan sendiri dengan raut kebingungan. ia tak mengenal tempat yang sekarang ia singgahi itu. Entah apa yang membuatnya bisa sampai di tempat ini. Semuanya begitu terasa tak nyata baginya.Ruangan putih yang terlihat kosong itu terasa sangat hampa. Ia bahkan merasakan angin dingin yang menyentak bulu kuduknya. Benar-benar menyakitkan mengalami suasana seperti ini. Ia tak ingin berada di sini. Begitu menyesakkan dadanya. “Khamila..”Langkah gadis itu terhenti. Sebuah suara yang entah memanggil siapa berhasil menyentaknya. Ia pun menoleh ke sana ke mari untuk mencari suara itu, namun hanya kekosongan yang ia lihat di tempat ini.Aku di sini.” suara itu kembali terdengar seolah dapat melihat gadis yang mencar
Seorang wanita berdiri dengan seorang anak laki-laki di depan sebuah box yang berisikan dua orang bayi mungil yang tengah terbaring. Di sana, kedua bayi itu tidak tertidur. Salah seorangnya masih membuka matanya, mata berwarna hazel terang. “Siapa dia?” Tanya sosok laki-laki itu dengan mata merah polosnya. Ia memandang sang nenek yang mengajaknya ke tempat asing ini.Dibelainya surai gelap rambut cucunya yang lebih tinggi darinya itu. Ia tersenyum samar melihat ada rasa keingintahuan di balik sepasang mata merah itu. “Kau akan bertemu dengannya sesegera mungkin. Dialah belahan jiwamu yang sesungguhnya.”Laki-laki itu kembali memandang bayi itu. Kini tatapan merahnya bertemu pandang dengan bayi yang kini ikut menatapnya sepasang mata hazel itu nampak memandangnya riang.&nb
Berubah..Mimpinya terhenti.Gadis itu merasa terusik dari tidur panjangnya. Meski ia akui terasa sangat asing, namun kehangatan yang melingkupi tubuhnya benar-benar membuat tidurnya nyenyak. Ada sebuah selimut, begitu pikirnya. Benda ini tak memiliki bulu hangat seperti selimut pada umumnya, malah cenderung keras dan berat. Akan tetapi Mayya merasa ini lebih menghangatkan dari pada selimut mana pun yang pernah ia gunakan.Selimir angin hangat terasa berhembus saat ia mencoba untuk semakin mendekatkan dirinya ke dalam selimut itu. Tentu saja perasaan itu sedikit menggelitiknya. Apalagi tak lama ia merasakan sebuah sapuan hangat dan menggelitik pada puncak kepalanya.Apa yang sebenarnya ada disampingnya?Bukankah itu sebuah selimut?Mayya, gadis itu membuka matanya perlahan. Ia menerjabkan matanya dengan cahaya yang mengintip dari kelopak matanya. Ketika matanya sudah terbuka lebar, jajaran pohon dan juga beber
Merenung..“Akh..!”Suara rintihan kesakitan menggema di lorong sebuah kastil tua. Beberapa orang berjubah hitam nampak berdiri didepan pintu, begitu ingin mengetahui keadaan orang yang bagi mereka penting disana. Sudah sejak semalaman pria itu terus merintih kesakitan.Malam tadi, seluruh penghuni kastil dikejutkan dengan peamdangan yang tak biasa. Tuan mereka sedang membawa salah seorang bawahannya yang tengah dalam keadaan terluka. Dari apa yang terlihat, leher pria itu terluka seperti sebuah cekikkan yang sangat parah.“Apakah Shed akan baik-baik saja?” tanya salah seorang pria berjubah hitam yang berdiri didepan pintu pada teman serekanannya.Pria disampingnya menggeleng tak tahu. “Aku tak mengerti. Dari lukanya, pasti yang melakukannya adalah orang yang sangat kuat.”“Dan pasti dia bukanlah manusia.” Cetusnya lagi.Tanpa mereka sadari sepasang mata merah pekat tengah mendengarkan pembic
Tak seharusnya..“Celeste.. dia mengandung Mayya dan Mikhaela saat keluar dari rumah ini. Dan mereka adalah....”Maximus menunggu. Napasnya seketika berubah menjadi seuah sesakkan. Ia mencoba untuk menarik napasnya dengan pelan namun hasilnya nihil. Ia tetap merasa sesak.“...Mereka adalah anak anda, Tuan.”Suara debuman kencang terdengar, berasal dari salah satu kamar terbesar yang ada di dalam kastil itu. Seorang Pria yang tersungkur diatas lantai beton dingin itu terengah-engah, saat tubuhnya terlempar begitu jauh dari tempatnya berdiri, hingga akhirnya ia berakhir dengan punggung yang menabrak pintu.“Apa kau bercanda?” pria bermata hazel itu berekspresi seolah pria yang baru saja ia hempaskan itu tengah bercanda. Setengah senyuman menyeramkan miliknya membuat siapa saja tergidik ketakutan, termasuk pria itu.Marlon, tubuhnya terasa seperti retak saat ia melayang melewati angin disekitarnya. Tak pernah ter
Seorang lelaki nampak berjalan ditengah hutan dengan langkah pelannya. Ditangan kirinya, ia menggendong seorang bayi bertumbuh gempal yang sedang memainkan keras bajunya. Sedangkan disebelah kanannya, seorang gadis terlihat berjalan seraya menundukkan tatapannya ke bawah kakinya. Gadis itu terlihat canggung, namun sang lelaki seolah tak memperdulikannya. Ia tetap menggandeng tangan gadis itu sambil berjalan. “Rowman, bisakah kau melepasnya?”Mayya mencicit pelan. Ia tak tahu apakah pria itu mendengarnya atau tidak. Tapi ia begitu berharap Rowman mendengarnya. Dirinya merasa canggung ketika kulit dingin itu menyentuhnya. Bahkan untuk rentang waktu yang cukup lama.“Dan membiarkanmu terjatuh untuk ketiga kalinya? Kukira kau tahu jalan pikiranku, Miss Castella.” Kata Rowman dengan wajah menyeringai.&n