Share

04. Target Selanjutnya

~Dari awal kita memang musuh~

.....

Lynelle melangkahkan kakinya memasuki gedung fakultas kedokteran. Namun pagi ini sedikit ada yang berbeda, entah mengapa koridor fakultasnya terasa begitu penuh dengan obrolan.

"Sial, hey Lyn! Apa kau mendengar sesuatu tentang Nola?" tarik Rose tiba-tiba.

Merasa bingung, Lynelle menggelengkan kepalanya.

"Tidak, memangnya kenapa? "

"Oh My, kau benar-benar parah girl. Kau tahu, Nola baru saja dilarikan ke rumah sakit pagi ini, ia kedapatan tak sadarkan diri dengan kondisi babak belur tak jauh dari rumahmu. Kau sungguh tak tahu hal itu? " sembur Rose tak habis pikir.  Ayolah kejadian itu bahkan tidak jauh dari rumahnya.

Dengan sendirinya Lynelle membelalakan matanya, jadi semalam Nola..

"Hey Lyn, Apa kau mendengarku? " tepuk Rose menyadarkannya.

"Ah yeah.. Ashton.. Fakultas teknik." Bisik Lynelle.

"Apa maksudmu? "

"Dia yang melakukannya."

Uhuk..

"Benarkah? Kau tidak sedang bercanda bukan?"

"Hmm."

Angguk Lynelle sembari mengeluarkan handphone-nya.

Di goyangkannya handphone tersebut.

"Kau tak percaya? Aku mempunyai rekamannya, girl."

Rose kehilangan kata-kata, dengan segera direbutnya handphone tersebut.

"Kau benar."

Rose dan Lynelle saling berpandangan.

"Apa kita harus melaporkannya?" Rose terlihat ragu. Seakan menimang-nimang tindakannya.

"Tentu. Apa kau akan membiarkan hal ini terus terjadi?"

Rose menggeleng pelan "Tentu tidak girl but c'mon, yang kita bicarakan sekarang ini Ashton. Aku benar-benar tidak ingin bermasalah dengannya."

"Kau...! Mengapa kau sangat takut? Dia tidak akan membunuhmu, aku yang akan membunuhnya. Disini dia yang bersalah!"

Rose nyaris tertawa mendengar kepercayaan diri Lynelle, ditatapnya Lynelle mencemooh.

"Kalau begitu lakukanlah sendiri, aku tidak ikut. Aku masih menyayangi nyawaku."

Lynelle memutar bola matanya, bosan. "Katakan saja kau pengecut" cibirnya.

"Baiklah! Aku akan melaporkannya sendiri."

Rose kembali menahan Lynelle.

"Kau tidak gila bukan?"

"Apa maksudmu? Apa aku terlihat gila dimatamu? Aku serius!"

Rose mengusak rambutnya kasar, sungguh ia tak mengerti jalan pikiran Lynelle.

....

Disatu sisi Ashton  kembali berdecak, Alex yang berada di sampingnya menatapnya bingung.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya.

Ashton terdiam, ia menoleh menatap Alex sesaat. "Sesuatu menganggu pikiranku, dude." ujarnya.

Alex menaikan satu alisnya "C'mon Ashton, jangan katakan kau masih kepikiran dengan orang semalam. Rileks, aku yakin dia hanyalah orang yang kebetulan lewat."

"Jam segitu, kau yakin?"

"Ya tentu!"

Ashton kembali menatap Prof. Humbler yang berada didepan, pria botak itu terus menerangkan materi yang berada di slide.

Ashton menyandarkan tubuhnya bosan. Teknik mesin tidak terlalu membutuhkan materi, prakteklah yang mendominasi.

Setelah sejam penuh berkutat dengan mata kuliahnya, akhirnya kelas dibubarkan.

Ashton melirik arlojinya. "Hmm pukul 09:47 PM."

Segera ia mengepak buku yang ia gunakan untuk menggambar selama materi berlangsung.

"Apa kau akan langsung pulang?" cegat Alex.

Ashton menggeleng. "Tidak. Tuan Ferland sudah menelfonku puluhan kali, aku yakin pasti ada sesuatu."

"Apa? Tuan Ferland memanggilmu? Itu pasti sesuatu yang penting."

Ashton mengedikan bahunya. "Yeah and sampai jumpa!"

Begitu kakinya menapaki parkiran, ia dikejutkan dengan kehadiran Lynelle disamping motornya.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya tak bersahabat.

Seakan tersadar Lynelle berbalik, menatap Ashton mencemooh.

"Kau terlihat tenang b*stard, seakan tidak ada masalah." ujar Lynelle ambigu.

Ashton menyerngit. Sembari mengambil helmnya, ia menatap Lynelle menyelidik.

"Apa maksudmu?"

"Menurutmu? Sungguh bagus aktingmu, good job for you!"

Ashton mulai termakan emosi menatap wanita dihadapannya.

"Jangan membuatku menonjokmu lagi!"

"Jadi kau berniat menonjokku, br*ngsek?" Lynelle melayangkan pertanyaan kembali. Sudah jelas ia memancing Ashton.

"Cepatlah katakan apa tujuanmu, aku tak punya waktu." geram Ashton. Ia sangat jengah sekarang.

Lynelle mendekatinya lalu menggoyakan handphone miliknya tepat di depan wajah Ashton.

Ashton tak bertanya, ia hanya menatap Lynelle dingin. Menunggu tindakan wanita itu selanjutnya.

"Nola.."

DEG

"Siapa yang kau katakan?" Obsidian Ashton berkilat.

Belum sempat Lynelle menghindar, Ashton telah terlebih dahulu merebut handphone-nya.

"Jadi semalam, itu kamu benar?"

"Sh*t! Apa yang kau lakukan brengsek? Kembalikan handphone-ku!"

Bukannya mengembalikan handhpone milik Lynelle, Ashton malah mencekram tangan Lynelle yang hendak menggapainya.

"Kau memilih musuh yang salah, nona."

Dalam sekejam handphone milik Lynelle terpental begitu saja.

"SH*T!" maki Lynelle. Hazelnya seketika membelalak lebar.

Tanpa kata ia hendak melayangkan pukulannya pada Ashton namun dengan secepat kilat Ashton membloknya.

"Kau ingin memukulku? Tck!"

"Lepaskan aku br*ngsek!"

Ashton melepas Lynelle lalu menyeringai menatapnya. "Jadi itu kau? Aku sudah cukup pusing memikirkan siapa orangnya, ternyata hanya dirimu. Tck, sungguh menggelikan."

Lynelle hendak kembali melayangkan pukulannya namun sama saja, pergerakannya mudah terbaca.

"Berhentilah atau kau yang akan terluka. Aku sama sekali tidak mengusikmu, tapi kau? Jangan katakan kau ingin minta pertanggung jawabanku lagi?" Ashton terkekeh meremehkan.

Lynelle tak peduli, ia sibuk memunguti handphone -nya.

"BR*NGSEK! JIKA HANDPHONE-KU BENAR-BENAR RUSAK LIHAT SAJA. BERSIAPLAH AKU AKAN MEMBUNUHMU!" teriak Lynelle.

Tanapa sadar Ashton tertawa renyah.

Ekspresi Lynelle saat ini sungguh, ia terlihat seperti bocah yang kehilangan permainannya.

"AKU MENANTINYA, NONA!"

Setelah mengatakan itu, Ashton langsung menaiki motornya. Mengendarai mesin beroda dua itu menuju suatu tempat meninggalkan Lynelle yang terus mengumpat.

...

"Akhirnya kau datang!"

"Maaf Tuan, saya memiliki jadwal kuliah tadi."

"Aku mengerti."

Tuan Ferland membawa Ashton menuju ruangannya.

"Kau kenal orang ini?" ujarnya menyodorkan sebuah amplop berisi foto.

"Lynelle? Lynelle Ainsley, benar ?" tanya Ashton memastikan.

"Rupanya kau telah mengenalnya. Dia targetmu,baku membayarmu untuk itu. Habisi dia, salah satu Pewaris Ainsley Corp."

Ashton terpaku. Dia memang bekerja untuk ini, jika kalian menyebutnya pembunuh bayaran? Ya itulah dia. Bukan hanya dia, teman-temannya pun begitu.

"Kau bisa bukan?"

Ashton menyeringai sesaat.

"Tentu, sangat bisa. Tuan tahu? Beberapa saat yang lalu aku hampir ingin menghabisinya."

Tuan Ferland menatap Ashton bingung.

"Ia merekam aksi pemukulan kami terhadap Nola." jelas Ashton menyadari arti tatapan tersebut.

"Benarkah? Dia sepertinya sangat menyebalkan. Sama seperti ayahnya."

"Tenanglah. Anda tuan saya sekarang, saya akan melakukan apa yang anda perintahkan."

"Segera!"

"Yeah, segera dan secepatnya..!"

...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status