~Dari awal takdir sudah menentang kita~
...."Lyn, ada apa denganmu? Tatapanmu seakan ingin membunuhku." celetuk Rose."Ya. Aku sangat ingin membunuhmu!" balas Lynelle.Saat ini suasana hatinya sedang buruk ditambah lagi dengan Rose yang tiba-tiba datang memberitahukannya untuk mengumpulkan tugas Mr. Zerc minggu ini."Bukankah aku sudah bilang? kerjakan juga punyaku bodoh!" rutuk Lynelle.Rose menggaruk tengkuknya sambil cengengesan."Maaf, aku lupa. Lagian pula saat itu kau mengatakannya dengan suara ciuman pria disampingmu, bagaimana bisa aku menangkap ucapanmu dengan baik." bela Rose.Lynelle melirik Rose membunuh."Ahh, beruntunglah kau temanku!"Rose mengedikan bahunya, matanya memicing sesaat ketika melihat Jay berjalan menghampiri mereka."Priamu datang." komentarnya.Lynelle menoleh kearah pandangan Jay. Sh*t! Pria itu semakin menggoda saja, ada apa dengan pakaiannya hari ini? Sangat panas.Lynelle menjilat bibirnya seduktif saat Jay tiba dihadapannya.Tanpa banyak kata ia langsung menyambar bibir pria tersebut. Mereka berciuman intens di depan koridor,mengabaikan fakta Rose disamping mereka.Selang tak lama Lynelle melepas ciuman mereka dengan nafas yang memburu. Ia hendak kembali mencium Jay namun Rose tiba-tiba menyenggolnya. Bukan tanpa alasan pasalnya wanita itu baru saja melihat siluet Ashton di ujung koridor."Apa? Kau sangat menganggu Rose!" sentak Lynelle. Ia sedikit emosi karena kegiatannya diganggu."Calm down girl, priamu takkan kemana-mana dan ingat ini fakultas bukan bar!" balas Rose tak kalah sewot.Saat ia menoleh siluet Ashton telah menghilang.Jay menatap Rose curiga."Apa yang kau lihat?" Pria itu mengikuti arah pandang Rose, merasa tertarik Lynelle juga mengikuti."Tidak. Ia sudah pergi!" gumam Rose."Siapa yang pergi?" potong Lynelle.Rose menoleh "Kenapa kau penasaran sekali? Urusi saja nafsumu, aku harus bergegas mengumpulkan tugasku."Belum sempat Rose beranjak, kerahnya telah lebih dahulu ditarik Lynelle."Sorry, Jay. Sepertinya aku juga harus mengerjakan tugasku. Aku akan menghubungimu nanti." kedip Lynelle.Jay mengangguk mengerti dan pamit pergi."Kenapa kau menahanku?" protes Rose.Lynelle menatapnya intens "Kenapa? YA BANTU AKU BODOH!'"Tck!"...Ashton berjalan tenang mengitari Fakultas Kedokteran. Ia menatap sekeliling berusaha mencari orang yang dicarinya."Ashton! Disini !" Teriak seseorang.Ia tersenyum kala orang yang meneriakinya sama dengan yang sedang dicarinya."Hai Ben...!"Ben, lelaki berdarah london itu menyambut hangat kedatangan Ashton."Aku sudah mencarimu kemana-mana, ternyata kau disini. Mengapa handphonemu tidak aktif?""Pacarku menyitanya." balas Ben.Ashton duduk dihadapannya, posisi mereka lumayan jauh dari keramaian."Kau sangat takut pada Qerty bung."Ben mengangguk."Yeah..Jadi bagaimana?" tanyanya to the point.Ashton menyeringai samar."Aku mendapat target yang lumayan mudah."Ben menyerngit "Maksudmu? Targetku bahkan perdana menteri.""Kau pasti kenal dia mengingat kalian berada di Fakultas yang sama, Lynelle Ainsley! Dia targetku, dude."Ben membuka mulutnya lebar. Siapa yang tak mengenal Lynelle? Playgirl satu itu sangat populer. Bahkan kemarin pada saat pesta ulang tahunnya, wanita itu membuat kekacauan dengan menantang Ashton."Lynelle? Kau yakin? Kau harus membunuhnya?" Bisik Ben terkejut. Ini hal yang baru, Tuan Ferland (Tuan atau bos Ashton saat ini) sungguh gila, bagaimana bisa dia mengincar wanita 20 tahun tersebut?Ashton mengangguk "Ya. Aku harus, aku dibayar untuk itu bung."Ben benar-benar tak mengerti. "Apa kau sudah menanyakan alasan kau harus membunuhnya?""Tidak! Yang aku tahu dia putri tunggal pewaris Ainsley Corp, ia hanya memiliki seorang adik perempuan. Tuan Ferland mengatakan bahwa dia saingan berat yang harus segera disingkirkan, itu saja." jelas Ashton.Ben menyandarkan bahunya."Hmm.. Good luck! Ku rasa kau akan cepat. Oh ya soal Nola.. Itu benar-benar gila, mengapa kalian tidak langsung membunuhnya?"Ashton memijit pelipisnya sesaat "Kami ingin, hanya saja ada seorang bocah yang lewat dan menggagalkan rencana kami."Ben sontak tertawa "Bocah? Kau takut pada bocah? Hmmph-hahaha sungguh!"Ashton melayangkan tatapan dinginnya "Bocah yang kau maksud itu Lynelle!" koreksinya.Ben berhenti tertawa "What? Wow.. Dia benar-benar sesuatu. Dia bahkan pernah melakukan hubungan intim denganmu, melihat aksimu dan sekarang menjadi targetmu? Hebat bukan? Ini seperti Takdir!"Ashton bergeming "Takdir kematian tepatnya.".........Jam kelas telah menunjukan Pukul 07:03 P.M tepat ketika mata kuliah berakhir.Lynelle menguap pelan sembari melangkah keluar kelas, menuju parkiran dimana mobilnya terparkir.Namun langkahnya terhenti begitu hazelnya menangkap seseorang disamping mobilnya.Semakin dekat, ia semakin mengenali orang itu."Aish br*ngsek!' umpatan itu mengalun spontan.Ashton yang mendengarnya segera mendongak, mengabaikan layar handphone-nya, ia beralih menatap Lynelle."Apa maumu? Ah kau ingin mengganti handphone-ku?" Lynelle berspekulasi.Ashton hanya menyeringai mendengarnya."Sayangnya, aku tidak sebaik itu nona."Lynelle menatap Ashton tak bersahabat. "Jadi, kenapa kau kemari? Apa kau ingin mengajakku berkelahi?""Apa aku terlihat seperti itu?" balas Ashton.Lynelle menyandarkan tubuhnya pada mobilnya, menatap Ashton penuh curiga."Aku hanya mampir dan sedang menunggu temanku. Ini mobilmu? Aku bahkan tak tahu."Ashton berucap cuek diatas motornya, sesekali ia melirik handphone-nya.Belum sempat Lynelle membalas, Jay tiba-tiba muncul di belakan mereka."Lynelle? Ashton?"Ashton melirik pria itu sesaat namun kembali tak peduli, berbeda dengan Lynelle.Entah bagaimana ceritanya mereka sudah berlumat panas.Ashton sedikit terganggu tapi ia coba mengabaikannya."Jay, Ayo Pergi." ucapan Lynelle menjadi akhir kehadiran mereka.Entah, Ashton tak peduli.Lima belas menit kemudian Ben pun muncul."Maaf membuatmu menunggu dude." sesal Ben.Ashton mengibaskan tangannya tak masalah.Saat ini ia membutuhkan Ben untuk mendapatkan sedikit informasi serta bantuan darinya.Ayolah, cuma dia temannya tang berasal dari fakultas ini dan jika di telusuri sepertinya Ben cukup dekat dengan Lynelle. Cuma dia satu-satunya sumber saat ini."Bisakah kita singgah di Bar pamanku dulu? Ada sesuatu yang harus kuambil disana."Ashton bergumam pelan "Ya, Baiklah."Ben pun masuk kedalam mobilnya sedangkan Ashton bersiap mengendarai motornya.Tak butuh waktu lama mereka pun tiba, Ashton dan Ben segera masuk kedalam.Paman Bob menyapa mereka begitu mereka menginjakan kaki di pintu bar."Paman, pesananku yang kemarin apakah sudah dipisahkan?" tanya Ben."Ahh..! Paman belum memisahkannya, aku sangat sibuk hari ini. Masuklah kedalam ruangan lalu pisahkan sendiri."Ben menatap Ashton memelas "Sepertinya kita akan sedikit lama."Sementara Ben pergi, Ashton terduduk di depan meja bartender sambil menyesap vodka yang disediakan.Obsidiannya bergerak mengamati seisi bar hingga terhenti pada sosok yang sangat ia kenal di pojok bar."Bukankah itu Jay dan Lynelle?" lirihnya.Dan benar saja, itu memang Lynelle. Wanita itu berdiri sebentar dan beranjak menuju bilik Toilet.Seketika Ashton meletakan Vodkanya lalu mengikuti Lynelle dalam diam.......Flassh backSesaat yang lalu didalam mobil Lynelle, Jay mengatakan pada wanita itu untuk ke bar. Ia menginginkan minuman untuk membuatnya tenang karena beberapa masalah, Lynelle mengiyakannya.Dan disinilah mereka, namun entah mengapa sedari tadi Lynelle merasa pusing sekaligus mual dengan bau minuman-minuman keras yang menyengat tersebut.Dia mencoba bertahan dengan mencium ganas bibir Jay namun sama saja.Rasa pusing dan mualnya semakin menjadi-jadi. Disela-sela ciuman mereka ia mengerut sesaat, kepalanya terasa pening, sesuatu dalam dirinya bergejolak ingin segera dimuntahkan. Dengan kasar ia mendorong Jay dan terburu-buru menuju toilet."Hoek.. Ahhh.."Lynelle menyerngit aneh begitu tak ada satu pun yang keluar dari mulutnya. Ia yakin, ia merasa sangat mual saat ini."Hoek..Hoekk.." ia mencobanya lagi namun nihil, hasilnya tetap sama.Lynelle berjongkok pelan guna menahan rasa pusing yang mendera."Sh*t!" umpatnya begitu rasa mualnya kembali menyeruak.Dia berdiri berusaha memuntahkan apapun namun sama. Dia menjerit tertahan. "ARRRGHHH!"Lynelle tertunduk sembari menahan kedua lututku yang mendadak lemas. "Ada apa ini? Aku bisa gila." gumamnya lemah.Dengan lunglai Lynelle memutuskan keluar dari bilik tersebut namun baru beberapa langkah ia merasa hazelnya memburam dan yang terakhir yang terlihat hanyalah kegelapan.......BRAKAshton dengan sigap menahan tubuh Lynelle tepat setelah wanita tersebut membuka pintu.Ia sudah sedikit curiga mendengar suara wanita itu yang seakan memuntahkan sesuatu.Tanpa sadar Ashton meletakan punggung tangannya pada kening Lynelle."Tidak demam." ujarnya begitu mendapati suhu tubuh Lynelle baik-baik saja.Ia pun mengangkat wanita tersebut keluar dari dalam bar melalui pintu belakang.Ia mengirimi pesan pada Ben bahwa ia telah pergi, karena ada sesuatu yang harus diurus.Seulas seringai membahayakan terpatri di bibirnya."Aku mendapatkanmu tanpa bersusah payah."...Kini Ashton duduk didepan tuan Ainsley, suasana yang ada terasa dingin dan mencekam. Pria setengah baya tersebut menatap Ashton menyelidik. Belum sampai satu bulan lebih Ashton datang kemari dan mengambil Lynelle untuk tinggal bersamanya. Tiba-tiba ia mendapat kabar bahwa Lynelle akan pulang. Selain itu permasalahan dengan tuan Ferland sudah ia tangani, pria muda didepannya hanya tinggal menunggu panggilan wawancara dan menghadiri sidang. Semua sudah terkendali dan aman, jadi... dengan alasan apa lagi Ashton ingin memulangkan putrinya?"Mengapa kau memulangkan putriku? Kau tidak ingin bertanggungjawab terhadapnya setelah semua yang terjadi?"Ashton menghembuskan nafasnya kasar, pertanyaan tuan Ainsley membuat kepalanya semakin pening, bukan ia tidak ingin bertanggungjawab, hanya... keadaan tidak memungkinkan. "Dari awal kau menginjakkan kakimu disini dan dengan enteng mengaku bahwa kau yang menghamili Lynelle, terlihat jelas bahwa kau tipe lelakinya yang tidak dapat dipercaya. Kau ba
Hari telah berganti begitu cepat, padahal baru sejenak Lynelle memejamkan matanya. Satu per satu pakaian yang ada di lemari ia ambil dan masukan kedalam koper. Sedari ia bangun sampai sekarang, ia sama sekali tidak berbicara sepatah katapun dengan Ashton. Ia lelah dengan semua sikap tertutup Ashton. Pria tersebut membuat semuanya rumit.Ashton yang baru selesai mandi, hanya terdiam depan kamar memperhatikan Lynelle yang tengah mengepak barang-barangnya. Sungguh, ia bukan ingin mengusir Lynelle.Kini Lynelle menyeret kopernya menuju mobil Ashton. Keheningan masih meliputi mereka.Ashton tahu itu kesalahannya karena menutupi semua hal dari Lynelle. Tanpa banyak kata, mobil bewarna hitam tersebut melaju, membelah jalanan kota Chicago yang padat...."Akhirnya kau pulang.. dan kau masih hidup!" seru Lyvi kala retinanya menangkap sosok sang kakak dan pacarnya di depan pintu rumah.Lynelle menghunuskan tatapan tajamnya pada Lyvi, gadis itu...sungguh!Secepat mungkin kaki mungil Lyvi berlar
ClekSuara pintu yang dibuka pada tengah malam, membuat Lynelle terjaga. Ia tidak tidur, meskipun matanya tertutup namun tidak dengan pikirannya. Sedari tadi ia menunggu Ashton, lelaki itu mengatakan akan pulang secepatnya, tapi...apa ini? Jarum jam yang ditampilkan layar handphone telah menunjukkan pukul empat subuh, sedikit lagi hari akan berganti. Masih pantaskah ini disebut tengah malam?"Kau pulang?" tanya Lynelle, berjalan perlahan menyalakan lampu ruang tengah.Ashton membeku. 'Mengapa Lynelle belum tidur?' "Kau bau alkohol dan rokok. Kau darimana saja? Kau bilang ada urusan penting yang mendadak harus kau urus. Apakah urusan penting itu adalah mabuk-mabukan sampai subuh bersama teman-temanmu?"Ashton berdehem, mencairkan suasana yang menegang. Dari nada bicara Lynelle, ia tahu wanita tersebut marah."Aku akan menjelaskannya nanti.""Mengapa harus nanti? Tidak bisakah sekarang? Kau selalu menyembunyikan semua hal dariku.""Aku tidak. Hanya... aku tidak ingin menganggu pemikira
Dalam perjalanan pulang, Ashton hanya diam. Pikirannya kalut memikirkan apa yang barusan dikatakan Ben di telfon beberapa menit lalu.Lynelle terus mengamati Ashton. Ia sadar ada yang berbeda dengan pria disampingnya. Ashton seketika menjadi pendiam saat keluar dari mall. Ingin sekali Lynelle menanyakan apa ada yang salah? Namun, pertanyaan itu tertahan di kerongkongannya. Lynelle takut semakin ia bertanya, semakin memperburuk keadaan yang ada."Kita sampai, turunlah."Ashton berujar dingin, dan langsung membuka bagasi mobilnya, mengambil barang-barang yang mereka beli dan meletakkannya di apartemen.Lynelle masih diam terpaku didepan pintu sembari menatap Ashton yang sibuk menata barang-barang. Gelagat Ashton yang dingin dan cuek membuat Lynelle gugup. Lynelle takut Ashton yang dulu kembali."Lynelle, maaf sepertinya hari ini aku tidak bisa menemanimu. Aku ada beberapa urusan diluar, jika kau tak bisa memasak, kau bisa pesan delivery, jangan tunggu aku."Sudah Lynelle duga ada sesuat
Lynelle memutarkan tubuh berisinya di depan cermin dengan antusias. Kali ini, ia mengenakan gaun putih sebatas lutut yang agak longgar dipadukan dengan jaket mantel dan sepatu bots. Tidak lupa syal bewarna abu mengikat leher mungilnya.Ashton mengetuk pintu kamar Lynelle dan melongokan kepalanya, memastikan apakah Lynelle sudah selesai bersiap atau tidak."Sudah selesai?""Uhm...Sudah!" Angguk Lynelle setelah sedikit merapikan poninya yang menjuntai."Kita hanya akan ke mall, mengapa kau sangat lama bersiap? Seolah-olah kita akan menghadiri sebuah pesta. Dan satu lagi.. mengapa kau menggunakan gaun? Cuaca hari ini masih dingin. Ganti lah, gunakan celana panjang."Aku merasa sesak jika menggunakan celana. Lagian aku juga menggunakan jaket mantel, jangan khawatir, aku tidak akan mati kedinginan."Ashton hanya bisa menghela nafasnya kasar. Lynelle benar-benar keras kepala. "Yasudah, ayo pergi. Perhatikan langkahmu, awas jatuh.""Wow.. kau menjadi sangat posesif."Ashton tidak membalas
Cium*n yang awalnya lembut itu perlahan menjadi panas dan berlanjut hingga ke tempat tidur Ashton.Dikukungnya Lynelle dengan kedua lengannya, bibir mereka bergerak liar, memagut dan menyecap satu sama lain, seolah menyampaikan betapa rindunya mereka akan sentuhan satu sama lain."Eungh...Ash!" desah Lynelle di sela-sela cium*n panas tersebut. "Apa aku menyakitimu?" Ashton melepaskan tautan bibir mereka dan menatap Lynelle dalam. Lynelle menggeleng kecil. "Tidak, tapi tolong pelan-pelan. Aku sedang hamil."Ashton merunduk sesaat, melihat perut Lynelle yang kelihatan mulai membesar di balik bush yang dikenakannya.Kejadian masa lalu, dimana dengan tegas ia menolak anak yang berada dalam kandungan tersebut dan menyuruh Lynelle menggugurkannya, kembali menyapa Ashton.Rasa bersalah itu muncul. Dia sangat kejam bukan? Baik pada Lynelle maupun calon bayi mereka.Jemari-jemari Ashton bergerak, mengelus perut Lynelle. Ia tersenyum sendu. Hatinya mencelos. "Jika kau tak nyaman, katakan! Aku