Share

07. Kehidupan Baru

~Dari awal kita salah, ini permainan takdir~

....

Ashton menggeram pelan, sudah terhitung lebih dari beberapa kali ia berusaha membangunkan Lynelle namun hasilnya tetap sama.

"Sebenarnya dia pingsan atau tertidur?" jengah Ashton.

Saat ini mereka berada di depan apartemennya, dengan terpaksa ia harus membawa Lynelle kesini. Semula ia sempat menghubungi Ben untuk menanyakan alamat Lynelle namun sama saja, lelaki itu juga tak tahu dimana tepatnya alamat rumah Lynelle.

Setelah memasukan password, pintu pun terbuka. Sambil membopong Lynelle, Ashton melangkah masuk kedalam apartemennya tersebut. Dihempasnya tubuh Lynelle diatas ranjang.

"Ahh sial!" umpatnya seraya merenggangkan otot tubuhnya. C'mon berat badan Lynelle bisa di katakan lumayan.

Ashton beranjak merapikan apartemennya menyembunyikan beberapa alat berbahaya yang berserakan begitu saja, memasukan semuanya kedalam brankas miliknya.

Helaan nafas panjang terdengar memenuhi ruangan, setelah semuanya selesai. Ia melirik Lynelle sebentar, dan dalam diam ia menghampiri sofa yang tak jauh dari ranjangnya dan berbaring disana. Merebahkan tubuhnya yang cukup lelah hari ini.

Ashton memejamkan matanya sesaat dan sedetik kemudian ia kembali membukanya. Obsidannya menerawang bersamaan dengan hembusan nafas yang terus dilayangkannya. Ia tak pernah seragu ini dalam melenyapkan targetnya. Pikirannya berkecamuk, ia tahu ini kesempatan keduanya, apa lagi Lynelle berada dalam 'sarangnya' namun entahlah ia merasa ini bukanlah waktu yang tepa Bisa saja ia melenyapkan Lynelle sekarang juga namun sudahlah.

"Sial! "

...

Pagi telah menyongsong menunjukan pukul 09:12 Am. Erangan Lynelle menggema begitu dirasakannya rasa mual yang teramat sangat.

Perlahan irisnya terbuka menampilkan hazel miliknya. Sedetik ia mengerjap bingung, begitu hazelnya menangkap langit-langit kamar yang terlihat asing.

"Kau sudah bangun?"

Suara bass milik seseorang menyadarkannya. Hazelnya berpaling "Kau... apa yang terjadi?" gumamnya linglung sembari bangkit terduduk diatas ranjang.

Lynelle hendak kembali bersuara namun rasa mualnya tiba-tiba muncul ke permukaan. Sebelum mendengar balasan Ashton, ia telah terlebih dahulu berlari memasuki bilik kamar mandi -dimana Ashton baru saja keluar dari sana-

"Hoeek.." muntahnya untuk kesekian kalinya.

Ashton yang baru saja keluar kembali memasuki bilik kamar mandinya menyusuli Lynelle.

"Hey kau kenapa? Apa kau baik-baik saja?"

Lynelle tak menjawab, wanita itu sibuk berusaha memuntahkan sesuatu dari dalam perutnya.

Ashton bergeming, sepertinya ia juga mendapati suara yang serupa semalam. Dalam diam ia mendekat, mengelus punggung Lynelle lembut.

"Kau benar-benar tak apa?"

Lynelle menggeleng sambil menopang kedua tangannya pada sisi wastafel. Dengan nafas terengah ia menatap pantulan dirinya dan Aahton. Perasaannya mendadak memburuk saat hazelnya beradu dengan obsidian Ashton. Seperti tak asing.

"Apa kau baik-baik saja?" Ashton kembali bertanya begitu dirasanya Lynelle sudah terlihat tenang.

Lynelle mengangguk kecil sebagai jawaban, dibasuhnya bibirnya pada wastafel yang ada sedangkan Ashton ia memilih segera keluar dari situ.

Lynelle dengan sedikit lemas berjalan menuju sofa di ruang tengah sembari berusaha mengingat kejadian kemarin.

Ia mendesah panjang begitu kejadian kemarin terekam pikirannya dan terputar ulang bagai potongan-potongan film.

Melihat Lynelle yang termenung, Ashton mendekati wanita itu dengan penampilan fresh dan kasual, berbanding terbalik dengan penampilan Lynelle.

"Jangan salah paham, aku membawamu kemari karena aku tak tahu dimana tepatnya letak rumahmu." jelas Ashton.

Lynelle tak menggubris, sepertinya bukan hal itu yang menganggu pikirannya.

"Lupakan! Bisa kau antarkan aku ke bar milik Ben? Aku harus mengambil mobilku dan pergi ke suatu tempat." ujar Lynelle tiba-tiba. Hazelnya memancarkan kekhawatiran yang amat sangat.

"Baiklah." angguk Ashton tanpa banyak bertanya.

Tak butuh waktu lama, dengan kecepatan diatas rata-rata mereka sampai di tempat yang dimaksud. Hari ini akhir pekan jadi mereka bebas dari kegiatan perkuliahan.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Lynelle langsung turun dan berlari menuju mobilnya, yang satu-satunya terparkir disana.

Ashton mengamatinya dalam diam, gelagat Lynelle sedikit mencurigakan. Apakah ada rahasia yang disembunyikan wanita itu? Ia harus cepat bertemu dengan Ben dan mencari informasi tentang Wanita tersebut. Ia sudah melewatkan dua kesempatannya semalam, jadi kali ini ia tidak boleh gagal. Tekadnya.

...

Lynelle mengemudikan mobilnya dengan bringas menuju rumah sakit. Dalam perjalanan ia singgah sebentar untuk membeli handphone baru dan kemudian menelfon dokter Luce, membuat janji temu dengan dokter yang sering menanganinya tersebut. Beruntung hari ini dokter Luce tak memiliki jadwal yang padat jadi ia bisa menemuinya sekarang.

Tidak ia perdulikan lagi Ashton yang ia inggalkan begitu saja. Jika di pikir-pikir sejak kapan mereka dekat, sampai harus berpamitan satu sama lain?

Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah kata semoga. Sungguh, Lynelle benar-benar gugup dan takut dalam waktu yang bersamaan. Ia berusaha tenang dan berpikir jernih namun tidak bisa, rasa mual dan pusing yang deritanya tidak seperti biasa. Ia mencoba untuk masa bodoh dan berpura-pura baik-baik saja, tapi.. Arghhh...!

Lynelle memakirkan mobilnya pada tempat yang tersedia. Sedikit merapikan penampilannya yang acakan, ia keluar dari dalam mobil.

Dengan perasaan gelisah yang amat luar biasa, Lynelle melangkah masuk kedalam gedung rumah sakit tersebut. Ia menekan angka 6 pada lift, dimana lantai tempat dokter Luce berada.

"Hhhh~." desahnya sebelum mengetuk pelan ruangan dokter tersebut.

"Hai Lynelle! Apa yang membuatmu kemari, sweetie? Sesuatu terjadi?" tanya dokter Luce begitu Lynelle masuk.

Lynelle tersenyum canggung dan duduk dihadapannya.

"Ehmm sepertinya. Aku merasa ada sesuatu yang terjadi dengan diriku." balas Lynelle ragu.

Dokter Luce menatap Lynelle intens.

"Apa maksudmu sweetie? Katakan dengan jelas agar aku bisa mengerti."

Lynelle menarik nafasnya sepanjang mungkin dan mulai menceritakan semua yang terjadi tanpa menutupinya sedikit pun. Dokter Luce adalah dokter yang mendiagnosis penyakitnya, jadi ia percaya pada dokter tersebut.

Setelah selesai menjelaskan, dokter Luce menatap Lynelle seakan ia juga tahu apa yang terjadi.

"Kau melakukannya? Seharusnya kau sudah tahu apa yang terjadi, sweetie." senyumnya.

"Apa kau bercanda dok? Aku hanya melakukannya satu kali, itu tidak mungkin terjadi." sangkal Lynelle.

Dokter Luce semakin mengembangkan senyumnya.

"Kau melakukannya sekali dengan satu pria, tapi berapa lama kau melakukannya malam itu?"

What the hell! Lynelle mengumpati dokter tersebut dalam diam, sungguh mulutnya tak bisa di kontrol.

Dokter Luce menyeringai tipis melihat keterdiaman Lynelle namum tak lama wajahnya menampilkan raut serius. Ia juga menghela nafasnya panjang, menatap Lynelle sesaat.

"Mendengar dari gejala yang kau sebutkan, kau mengalami morning sick, namun kondisi ini sebenarnya bisa terjadi kapan saja, baik pagi, siang, malam maupun sepanjang hari. Hal ini terjadi karena produksi hormon kehamilan dan adanya peningkatan hormon estrogen. Jika kau mengalami mual di pagi hari, bangunlah secara perlahan dari tempat tidur. Kalau memungkinkan makanlah sepotong roti atau biskuit sebelum berdiri, selain itu hindari bau-bau yang membuat kau pusing dan yang terakhir cobalah konsumsi suplemen kehamilan." ujar Dr. Luce menjelaskan.

Lynelle membuka mulutnya lebar. Ia bahkan belum di periksa tetapi sudah dinyatakan hamil. Apa-apan ini?

"Dok.. Kau belum memeriksaku, bisa saja aku masuk angin. Jangan menyimpulkan begitu saja." protesnya.

Dokter Luce mencebik "Aku seorang dokter, sweetie. Aku bisa mengetahui apa yang terjadi padamu lewat ceritamu. Berhentilah melakukan pembelaan."

Lynelle mengerang frustasi,mimpi buruk itu terjadi. Apa yang harus ia katakan pada Ayah dan Ibu?

Ashton! Lelaki itu.. Sial! Apa ia harus menghampirinya dan meminta pertanggung jawabannya? Itu terdengar gila. Atau apa ia harus menggugurkannya? Ini bahkan baru beberapa hari. Ia rasa bisa.

Tanpa Lynelle sadari dokter Luce tengah mengamatinya.

"Kau tidak berniat menggugurkannya kan, sweetie? " celetuk Dr. Luce.

Sontak Lynelle terlonjak kaget dan menggeleng cepat. "T-tentu tidak!"

"Baguslah. Kau tahu banyak pasangan mengindamkan anak tapi tidak bisa terwujud, bersyukurlah. Jangan jadikan kehamilanmu sebagai pukulan telak, kau spesial.. Jarang ada yang seperti ini. Lagian pula kau bukan pembunuh, ingat itu!"

Lynelle menggigit bibirnya, cemas. Sekarang ia harus bagaimana? Firasatnya benar. Argggghhh seandainya ia tidak melakukannya.

Lynelle bukan tipe orang yang akan menyalahkan orang lain atas keadaannya, ia lebih suka menanggunya sendiri dan berdiam diri.

Namun jika keadaannya seperti ini siapa yang berada di pihaknya? Ayah dan ibunya bisa berada di pihaknya jika Ashton bertanggung jawab.

Sepertinya ia memang harus berbicara dengan Ashton secepat mungkin. Entah apa yang terjadi dan dikatakan pria itu, Lynelle akan menerimanya. Ini tidak bisa di biarkan.

Kilasan malam kemarin dimana ia hampir di bunuh tiba-tiba menghampiri Lynelle. Sial! Dia lupa! Selain hamil, seseorang juga mengincarnya. Mimpi buruknya seakan tidak berakhir. Ini bahkan lebih buruk dari pertama kali ia di diagnosis hanya bisa sekali hamil.

Lynelle benar-benar bingung sekarang. Dengan lesuh ia tersenyum tipis dan berpamitan dari ruangan Dr. Luce setelah dokter tersebut memberikan beberapa suplemen vitamin untuknya.

'Brengs*k!' batinnya menjerit.

....

Ashton baru saja keluar dari rumah Ben setelah mendapat beberapa informasi tentang Lynelle dari pria tersebut. Jika di lihat dari latar belakang, Lynelle benar-benar sangat kaya.

Sekarang entah mengapa ia menyesal tidak membunuh Lynelle semalam. Ia yakin jika ia membunuh Lynelle, bayaran yang akan ia dapatkan sangat besar mengingat wanita itu benar-benar anak konglomert.

Drrrtt

Getaran pada handphonenya mengalihkannya sesaat.

'Tuan Ferland? Ada gerangan apa ia menelfonku?'

"Halo Tuan?"

"Oh Ash, bisakah kita bertemu? Ada informasi penting yang harus ku beritahukan padamu. "

"Apa?"

Tut...

Sambungan terputus begitu saja. Perkataannya ambigu.

Tanpa berlama-lama Ashton angsung menuju ke tempat kediaman Tuan Ferland.

Sesampainya disana ia langsung disambut oleh pria berumur tersebut.

"Ada apa anda ingin bertemu denganku, Tuan? Bukankah kau memberiku waktu 3 minggu untuk menghabisi targetku?" tanya Ashton.

Tuan Ferland mengangguk lalu melemparkan beberapa dokumen diatas meja.

"Ini adalah dokumen bangkrutnya perusahanku serta orang-orang yang perusahaan-perusahaannya bekerja sama denganku menjadi korban."

Ashton menyerngit bingung. Ia tidak peduli dengan hal itu. Tugasnya hanyalah membunuh target yang ditentukan tuannya.

Namun semuanya lenyap begitu matanya menangkap nama orang tuanya pada dokumen tersebut.

Kejadian 9 tahun silam kembali terulang.

Hari dimana rumahnya di geledah dan ayahnya di temukan tak sadarkan diri.

Flashback on

"Ayah!" teriakan Ashton menggema membela duka yang menyelimuti kediaman mewahnya. Kenyataan itu begitu dalam meninggalkan luka dalam hatinya. Berkali-kali ia memanggil dan berusaha meraih tubuh ayahnya namun pria itu tetap terbujur kaku tanpa gerak dan suara.

Semenjak itu hari silih berganti, kepedihan itu tak kunjung lenyap bahkan semakin melingkari tiap hembusan nafasnya.

Lima hari berselang kepergian ayahnya, musuh dalam selimut itu semakin menampakan batang hidungnya, mendekat dengan perlahan dan merampas paksa perusahaan milik keluarganya tanpa jejak. Bahkan seluruh aset keluarganya turut terampas oleh manusia-manusia keparat itu.

Tak ada satu pun yang dapat dilakukannya, Ashton hanyalah seorang anak laki-laki berumur 9 tahun, terlalu lemah merampas kembali apa yang menjadi miliknya.

Ia tak memiliki apapun selain ibunya kala itu, hidup bertumpu pada belas kasih orang lain, tanpa derajat dan kerap dipandang sebelah mata. Namun Ashton tetap bertahan demi ibunya. Walau berjuang sekuat apapun untuk bertahan hidup, angin hitam itu kembali berhembus. Menghempas seluruh harapan hidupnya. Tiba-tiba saja ibunya jatuh sakit. Ashton tak memiliki biaya lebih untuk menyembuhkan penyakitnya hingga kematian itu kembali merenggut satu-satunya miliknya yang berharga.

Sejak hari itu, jalan hidupnya berubah total. Ia masuk dalam komunitas pembunuh. Membunuh dan di bayar untuk hidup.

Flashback off

Ashton menatap dokumen tersebut membara. Selama ini ia hidup tanpa arah, membunuh tanpa alasan. Hanya mengikuti apa yang di perintahkan tuannya. Tak ada satu pun yang diinginkannya selama ini. Namun sekarang ia sepertinya memiliki tujuan. Terutama pada seseorang yang menjadi benang merah dalam kesengsaraannya

Ditatapnya tuan Ferland menuntut. "Apakah Ainsley Corp adalah perusahaan di balik semua ini?" desisnya.

Tuan Ferland mengangguk. "Yah.. 13 tahun lalu mereka lah dalang dari semuanya, bahkan mereka membayar hakim untuk kasus ini."

"Serahkan padaku. Aku berjanji kali ini aku akan benar-benar menghabisi putrinya, tak akan kusia-siakan lagi kesempatan yang ada."

...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status