Share

08. "Aku Hamil"

~ Permainan takdir kita sedikit kejam~

.....

Lynelle Pov

...

Awan mulai menggelap bertanda hujan musim dingin akan mengguyur kota Chicago yang padat. Aku masih bergelung di balik selimutku, padahal waktu setempat sudah menunjukan pukul tujuh sore. Sepulang dari rumah sakit, aku langsung ke rumah dan mengurung diri didalam kamar.

Tok..

Tok..

"Lyn.. It's me, Lyvi."

Suara pintu yang diketuk diikuti suara khas Lyvi membuatku beranjak sebentar.

"Ada apa?" tanyaku bersandar pada pintu.

"Semalam kau kemana? Dad pulang dan ia menanyakanmu." seru Lyvi sambil melenggang masuk, duduk di atas ranjangku.

Aku mengikutinya lalu duduk di tepi ranjang "Aku menginap di rumah teman."

Lyvi menaikan satu alasnya, menatapku tak percaya. "Teman yang mana? Dad bahkan menghubungi Rose."

Aku memasang raut malas. Ayolah temanku bukan Rose seorang. "Please to the point.. Apa yang Dad katakan dan ingin kau sampaikan padaku?" jengahku.

"Hmm.. Sepertinya Dad ingin kau memegang bisnisnya. Dad sempat murka saat mengetahui kau tidak mengubah jurusan serta program studimu." jelas Lyvi.

Tck.. Dad masih gencar membuatku melakukan semua keinginannya? Sungguh egois. Tidak bisakah ia seperti mom yang it's ok dengan jurusan kedokteranku. Entah kenapa Dad terobsesi sekali membuatku sama dengannya.

Kami sudah membahas hal ini saat awal masuk perkuliahan dan yang terakhir sebulan yang lalu, aku pikir saat Dad mengalah berdebat denganku berarti ia menyerah dan membiarkanku dengan pilihanku. Sepertinya tidak, ternyata aku salah. Ia seperti Dad yang biasanya. Sangat keras kepala, egois dan tak terbantahkan.

Aku memijit pelipisku pelan lalu menatap Lyvi. "Apa Mom tidak mengatakan sesuatu?"

"Yeah.. Tentu saja, apa yang kau harapkan? Mom hanya akan menanggapi jika itu berkaitan dengan butiknya."

Aku mencebik mendengar perkataan Lyvi. Gadis kecil itu benar-benar membuatku semakin frustrasi.

"Dan kau.. Kenapa tidak membelaku?"

Livy meloncat turun dari atas ranjang sembari melontarkan lidahnya "What the hell.. Hidupku bukan untuk mengurusimu."

Aku hanya tertawa kecil melihat tingkahnya. Adikku itu sungguh memiliki mulut yang sadis. Namun ia adalah satu-satunya orang yang menjadi jembatan dalam menyampaikan semua hal yang terjadi di rumah ini.

Aku mendesah panjang menatap pintu kamarku yang tak ditutupnya. Bagaimana aku harus mengatakan ini?

....

02:25 PM~

Dengan malas aku keluar dari dalam kamar. Keadaan rumah sudah sangat sepi.. Lyvi telah berangkat menuju sekolahnya dari jam delapan pagi tadi, sedangkan Mom ia sudah pergi ke butiknya. Dad? Ia selalu sibuk, aku bahkan tak tahu ia telah berada di negara mana sekarang.

Aku memiliki jadwal kuliah jam 3 sore sebentar dan masih setengah jam lagi untukku bersiap. Aku mengunyah apel diatas meja sambil meminum jus advokat dari dalam kulkas.

Hazel-ku sangat terasa lelah. Pagi tadi aku sempat mual beberapa kali dan itu benar-benar menyiksa. Setelah bersantai sebentar aku kembali masuk kedalam kamarku, bersiap menuju kampus.

Saat tiba di sana, Rose telah menungguku bersiap melayangkan pertanyaan.

"Hei Girl. Kemarin kau kemana? Dad-mu menelfonku."

Sudah kuduga, aku melepas rangkulannya pada pundakku.

"Aku kemana bukan urusanmu nona." balasku tak acuh.

Bisa kudengar Rose mencibirku sesaat. Tck.. Aku tak peduli. Hari ini aku hanya ingin menghabiskan jadwal kuliahku secepatnya dan pergi bertemu Ashton. Aku tidak didalam mood yang baik. Aku merasa stress dengan semua masalah yang kuhadapi.

Tak lama setelah aku duduk di bangkuku, Prof. Thom pun masuk dan mulai menjelaskan materinya.

Tepat pukul 04 : 45 PM, jam kuliah saat itu berakhir. Aku memasukan noteku kedalam ransel dan beranjak secepatnya menuju fakultas teknik.

Tidak sampai lima menit, mobilku sudah terparkir indah di depan fakultas tersebut. Setelah menata degup jantungku yang dilanda gugup, aku keluar dari dalam mobil. Baru saja kakiku menapaki pekarangan fakultas tersebut, hazel-ku telah menangkap siluet Ashton yang berjalan kemari bersama teman-temannya.

Begitu ia mendongak, Obsidian-nya bertemu dengan hazelku.

Entah.. Apa ini hanya perasaanku saja. Tatapannya sungguh menakutkan. Nyaliku seketika menciut. Aku berusaha tenang dan terus melangkah menghampirinya.

"Bisa kita bicara?" ujarku tepat selangkah dihadapannya.

Tatapannya masih sama, sulit kuartikan. Itu bukan tatapan dingin ataupun tak suka. Itu seperti tatapan membunuh. Sangat berbahaya dan menusuk. berbeda dengan teman-temannya yang langsung bereaksi, menatapku heboh dan tak bersahabat.

"Hey Lynelle! Woahh lama tak jumpa, apakah lukamu sudah sembuh?"

"Jarang sekali playgirl kampus berkunjung di fakultas kami. Dimana Pria-mu? Jangan katakan kau ketagihan dengan Ashton kami? "

Aku mengabaikan semua sapaan teman-temannya yang berbau ejekan. Hazel-ku memandang Ashton lurus. Seakan mengisyaratkan, aku benar-benar harus berbicara dengannya.

Seakan mengerti maksudku. Ashton melangkah sejenak dan berhenti tepat disampingku.

"Ayo! Aku tak punya banyak waktu." suara bassnya mengalun dingin menusuk gendangku.

Setelah mengatakan itu, ia lanjut melangkah terlebih dahulu menuju mobilku.

Aku mendesah kuat lalu berbalik, ikut melangkah kearah yang sama.

Teman-temannya menatap kami penuh penasaran, tak perlu di jelaskan, itu terlihat jelas pada mata mereka.

Aku membuka kunci mobilku dan Ashton pun masuk. Aura yang di pancarkannya masih sama hingga membuatku semakin merasa tak nyaman dan takut.

Suasana dalam mobil sangat hening, aku fokus mengemudi sedangkan Ashton. Aku tak berani menoleh, aku yakin saat ini ia sedang menatapku menusuk

Akhirnya kami sampai di sebuah kafe bernuansa dark. Tanpa banyak bicara, Ashton mengikutiku masuk kedalam cafe. Aku memilih meja di sudut ruangan yang nampak remang.

"Jadi.. Apa yang ingin kau katakan?"

Lagi-lagi nada bicara Ashton membuatku menciut begitu pun dengan tatapannya yang tak berubah.

"Uhmm itu.." Aku bergeming sesaat mencari kata yang pas.

Ashtkm masih Setia menatapku.

Aku memejamka hazelku sesaat, sedetik kemudian aku membukanya. Menatap tepat obsidian menusuk milik Ashton, yang entah mengapa itu sungguh tak asing.

"Itu.. Kita pernah melakukan itu bersama, kau ingat bukan?"

"Terus? " tanggapnya tak acuh.

Aku menggigit bibirku pelan. Menarik nafasku dalam.

"Dan aku hamil." ujarku dalam satu tarikan nafas.

Tuk..

Gelas coffee yang di genggam Ashton mendadak membentur meja dengan keras.

"Apa? Coba kau katakan sekali lagi? Aku tidak sedang ingin bercanda." desis Ashton menakutkan. Giginya menggeram kecil.

Obsidian-nya menatapku nyalang, seakan ingin membunuhku saat itu juga. Hazel-ku berkedip menyembunyikan kekhwatiranku.

"Kau pikir aku bercanda? Aku juga serius!" balasku lantang.

"Hahaha.. Tck.. Kita bicara di luar! " dingin Ashton.

Belum sempat aku menjawab, Ashton telah terlebih dahulu menarik pergelanganku kasar dan menyeretku keluar kafe.

"Sial! Lepaskan tanganku, ini sungguh sakit b*stard!"

Ashton tak mengindahkan makianku, dengan dingin ia terus menarikku hingga sampai disamping mobil.

"Katakan sekali lagi?"

Tatapannya sungguh.. Ku singkirkan rasa ketakutanku lalu balas menatapnya menantang.

"Aku hamil! Harus berapa kali aku mengulangnya br*ngsek?" balasku penuh umpatan. Sekali-kali aku mengusap pergelangan tanganku yang baru di lepasnya.

Ia kembali tertawa hambar bersamaan dengan tatapannya yang menakutkan. Aku berusaha tak gentar, menunjukan keseriusanku.

"Kau gila? Atau kau terlalu Lama berkhayal? Sadarlah! Kau seorang playgirl, berapa banyak pria yang kau tiduri? Jangan mencoba menipuku!" Ashton mendekat, menyudutkanku pada pintu mobil.

"Aku serius! Aku memang playgirl tapi aku tidak seperti yang kau katakan. Harus berapa kali ku bilang? Aku takkan gila mengatakan ini. Aku tidak berbohong, br*ngsek! " jeritku tertahan.

Ashton terdiam. Ia menatapku tak percaya seakan aku baru saja mengatakan kebohongan yang besar.

"SIAL!" makinya menonjok sisi mobilku.

"APA YANG KAU LAKUKAN?" Seruku menoleh pada sisi mobil yang di tonjoknya.

"TUTUP MULUTMU B*TCH!"

Hazel-ku memanas, a-aku sungguh.. sangat.. takut sekarang.

Ashton menatapku membara. Ini lebih menakutkan dari beberapa saat yang lalu.

"K-Kenapa aku harus diam? Aku hanya mengatakan kebenaran. Kenapa kau begitu marah?" lanjutku.

Ashton menyeringai lebar.

"Kau ingin tahu? Karena kau akan mati, j*lang!!"

"AKHHHH!! "

....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status