Beranda / Romansa / Bad Boy Vs Playgirl / 06. Kegagalan Pertama

Share

06. Kegagalan Pertama

Penulis: Alara1004
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-07 18:48:17

~Kadang takdir sebercanda itu~

.....

Ashton berjalan pelan di lorong sebuah gedung tua sambil membopong Lynelle di punggungnya.

Hentakan demi hentakan langkahnya menggelegar di seluruh gedung.

Gedung tua nan kosong ini adalah bekas pabrik tekstil tak terpakai lagi akibat kebakaran beberapa tahun yang lalu.

Sedikit berhat-hati Ashton meletakan tubuh Lynelle yang tak sadarkan diri di lantai mermar penuh debu tersebut. Dan dengan cekatan ia membuka tasnya, mengambil masker dan topi serta sarung tangan. Bagaimana pun ia harus berjaga dalam situasi ini, apapun bisa saja terjadi mungkin wanita itu akan tersadar. Saat ini keadaan darurat. Suatu kesempatan yang tidak ia duga dan rencanakan, sialnya ia tak membawa bius maupun suntik sianida dalam tasnya, jadi ia harus menyelesaikannya secepat mungkin. Ini adalah kesempatan satu-satunya.

Setelah menggunakan perlengkapannya, pada akhirnya ia mengeluarkan sepaket peralatan dari kantong tasnya yang paling terakhir. Ia harus membedah dan membawa organ tubuh yang bisa dijual.

Ia melirik Lynelle sebentar, memastikan wanita itu masih dalam keadaan tak sadarkan diri.

"Pukul 11:54 P.M." gumam Ashton.

Dalam remangnya pencahayaan, ia menulis angka tersebut pada secarik kertas.

Ia kembali menyeringai, ditatapnya Lynelle intens.

"Sorry!"

Dan tanpa ragu pisau bedah ditangannya hendak menerjang kulit Lynelle namun sayang, sebelum itu terjadi hazel yang tadinya tertutup itu seketika terbuka.

"AKHHH..! A-apa yang kau lakukan?"

Ashton membelalak lebar begitu hazel tersebut menubruk obsidiannya.

"Kau..."

SREK..

Ashton segera menyambar tasnya dan berlari secepat mungkin keluar dari gedung tersebut.

"Sh*t! Hampir saja!" umpatnya sesal.

.......

"Indah." Itulah kata yang dapat Lynelle deskripsikan saat ini, suara tawa khas anak-anak terdengar nyaring. Lynelle tersenyum dan menoleh begitu seorang balita memeluk lututnya erat.

Ada yang aneh, balita itu tak tersenyum. Raut sedih yang sangat jelas terukir di wajahnya.

"Why are you crying, little beauty?" tanyanya. Nalurinya bertindak menghapus setetes air mata yang mengalun lembut menyusuri pipi gembul balita tersebut.

"Dangel!"

Lynelle menyerngit begitu tangan kecil balita itu memukul dadanya kuat beriringan dengan suara cemprengnya.

"What?" tanya Lynelle tak mengerti.

Tangan kecil itu semakin bringas memukulnya hingga membuatnya hampir terjatuh.

Lynelle hendak memarahinya namun tangan kecil tersebut terulur menunjuk sesuatu di belakangnya. Lynelle berbalik dan seketika itu juga hazelnya membelalak begitu sebuah pisau diarahkan keaarahnya.

.....

"AKHH..! A-apa yang kau lakukan?"

Lynelle tersentak, pandangannya mengabur. Namun, tak sampai disitu keterkejutannya. Begitu kesadarannya  kembali, pisau itu tepat didadanya, hendak perlahan menembus kulitnya. Lynelle berseru shock tak percaya.

Ketika ia mendongak, hazelnya menubruk sebuah manik bewarna obsidian pekat.

Entah mengapa warna mata itu terasa tak asing.

"Kau..."

SREK

Belum sempat Lynelle melanjutkan kata-katanya, pria bermasker itu telah berlari meninggalkannya.

Hazelnya memburam, tak ada pencahayaan di sekitar sini. Ya kecuali sinar bulan dari atap gedung yang sedikit terbuka. Sinar itu menerobos tepat di sekitarku.

Perlahan Lynelle bangun. Rasa pusing masih menderanya tak ayal hal itu membuatnya semakin susah mencerna semua kejadian barusan.

Tapi satu hal yang dapat ia pastikan yaitu sesorang berniat membunuhnya.

Tapi siapa? Itu yang menjadi pertanyaan sekarang. Dan apakah barusan itu mimpi? Apakah itu bertanda?

Lynelle menggeleng pelan, berharap semua spekulasinya salah.

Setelah beberapa saat terdiam, ia memutuskan untuk bangkit, mengebas sudut jaket dan celananya yang berdebu.

"Sh*t! Tempat ini benar-benar menyeramkan." ujar Lynelle seraya menatap sekelilingnya dan bergidik ngeri. Ia tak menyangka di balik gemerlapnya Chicago, masih ada tempat seperti ini.

Kakinya melangkah keluar dari gedung tersebut. Hal pertama yang menyapa pandangan Lynelle adalah jalanan sepi.

Lynelle tertawa hambar "What the hell!"

Ia bahkan tidak mengenali kawasan ini . Segera ia  meraih saku jaketnya, mencari benda persegi empat disana. Lynelle bergeming begitu jemarinya tak mendapati benda yang dimaksud.

"AHHH!" Lynelle menjerit kesal begitu menyadari bahwa ia sama sekali belum membeli handphone baru. Dengan putus asa Lynelle berjongkok diatas trotoar. Jujur, ia frustasi dengan keadaannya sekarang.

"AHH SH*T!!"

...

Ashton membuka jaket yang tengah dikenakannya dengan kasar. Nyaris saja! Tak henti-hentinya bibirnya menyeruak kesal, menghela nafasnya panjang. Saat ini ia sudah berada di dalam apartemennya. Menyadarkan punggung tegapnya pada bantalan sofa.

Pikirannya kembali melayang pada kejadian barusan. Obsidiannya menatap tajam pisau bedah yang tergeletak didepannya.

"Apakah pergerakanku kurang cepat?" batinnya bergumam.

Ia tak pernah segagal ini, paling minim targetnya harus mempunyai 'tanda' di tubuhnya atau menetap beberapa hari di rumah sakit. Ini benar-benar rekor baru. Namun bukan itu yang menjadi kekwahtirannya sekarang melainkan dugaan bahwa apakah Lynelle mengetahui identitasnya?

Jika dilihat dari situasi dan keadaan, sejenak Ashton berpikir itu sangat tidak mungkin bagi Lynelle untuk mengenalnya. Pasalnya tak ada pencahayaan didalam sana dan nilai plusnya ia menggunakan masker. Bila ingin mengingat, tatapan wanita itu juga sedikit aneh. Ia seperti menahan pusing dan mencoba bertahan dalam kesadaran.

Menyadari hal penting tersebut Ashton mengumpat pelan.

"Kenapa aku tidak membunuhnya? Ia bahkan dalam kondisi yang lemah. Sial!" Ashton mengumpat kesal.

Ia mengusap wajahnya kasar. Tak lama kemudian ia bangkit berdiri, berjalan keluar dari apartemennya.

Entah apa yang ada dalam pikirannya, ia sama sekali tidak membawa ranselnya. Sesampainya di parkiran, ia langsung menghampiri motornya lalu mengendarainya.

Sementara itu, si waktu yang bersamaan Lynelle masih terlihat putus asa. Wanita yang dikenal playgirl itu tak beranjak sedikit pun dari posisinya.

Rasa pusing dan mualnya kembali menghampiri, ia sungguh akan gila jika seperti ini.

Berbeda dengan Lynelle, Ashton menambah kecepatannya hingga ke tempat yang dituju.

"Kau masih disana?" tanyanya entah pada siapa.

Yup. Saat ini, tak jauh dari tempat Lynelle berada, Ashton mengamati wanita itu. Ia bahkan sudah mengganti pakaiannya. Tak ada orang disana selain mereka. Ashton ragu apakah ia harus melanjutkan serangannya pada Lynelle atau membiarkan wanita tersebut.

Beberapa menit Ashton masih di posisi yang sama hingga pada akhirnya ia mengalah. Mungkin ini bukan saat yang tepat atau memang takdir wanita itu bukanlah sekarang?

...

Suara raungan motor yang terdengar familiar mendekatinya.

"Lynelle? Apa itu kau?"

Suara itu tak asing, Lynelle mendongak sedetik kemudian hazelnya menatap sayu pengendara tersebut.

Ya, itu Ashton.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya.

"Kumohon tolong aku, aku benar-benar pusing. Kumohon!"

"Apa?"

Entah dorongan dari mana, Lynelle melangkah pelan mendekati Ashton. Melawan rasa pusingnya ia berdiri dihadapan pria tersebut.

"Kumohon! Seseorang ingin membunuhku, aku sungguh takut. Ahhh aku benar-benar pusing saat ini, kumohon." pinta Lynelle dengan kosakata yang berantakan. Tidak peduli dengan harga dirinya, saat ini yang dipikirkannya adalah kembali ke rumah. Ia bahkan tak peduli bagaimana ceritanya Ashton bisa berada di sana.

Ashton menatap Lynelle tak bergeming. Meneliti wanita tersebut.

Ia menyeringai samar.

"Kau pusing? Sungguh? Kenapa?" tanyanya beruntun, tak memperdulikan Lynelle yang nampak benar-benar tak sanggup menopang tubuhnya.

"Entahlah b*stard! Tidak bisakah kau menolongku tanpa bertanya? Aku benar-benar tak sanggup sekarang. Aish br*ngsek!" maki Lynelle.

Ashton nyaris tertawa mengejek "Begitukah caramu meminta bantuan? Oh b*tch!"

Lynelle tak peduli. Tanpa persetujuan Ashton, ia telah terlebih dahulu menaiki motor pria terebut.

"Shut up b*stard! Jika bukan karena kau yang menjatuhkan handphoneku, aku takkan seperti ini." Lynelle kembali berulah, menampakkan sifat aslinya.

Ashton menggeram pelan.  "Apa yang kau laku-"

Ashton terdiam tak melanjutkan kata-katanya begitu dirasakannya Lynelle menyandarkan kepalanya pada punggungnya.

"Biarkan seperti ini untuk sesaat. Kumohon, aku benar-benar pusing sekaligus mual.." Suara Lynelle yang mengalun tak berdaya membuat Ashton sedikit menoleh.

"Apa kau baik-baik saja?"

"......"

Ashton terhenyak begitu tak mendapat jawaban dari Lynelle. Hembusan nafas panas wanita tersebut dapat dirasakannya.

"Baiklah, kali ini aku akan membiarkanmu." lirih Ashton .

Ia lalu kembali berbalik dan mulai melajukan motornya membelah jalanan yang nampak sepi tersebut. Tentu saja sepi karena mereka berada di area perbatasan kota.

"OH SIAL, HEY LYN! DIMANA ALAMAT RUMAHMU?"

...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bad Boy Vs Playgirl   25. Tentang Kita

    Kini Ashton duduk didepan tuan Ainsley, suasana yang ada terasa dingin dan mencekam. Pria setengah baya tersebut menatap Ashton menyelidik. Belum sampai satu bulan lebih Ashton datang kemari dan mengambil Lynelle untuk tinggal bersamanya. Tiba-tiba ia mendapat kabar bahwa Lynelle akan pulang. Selain itu permasalahan dengan tuan Ferland sudah ia tangani, pria muda didepannya hanya tinggal menunggu panggilan wawancara dan menghadiri sidang. Semua sudah terkendali dan aman, jadi... dengan alasan apa lagi Ashton ingin memulangkan putrinya?"Mengapa kau memulangkan putriku? Kau tidak ingin bertanggungjawab terhadapnya setelah semua yang terjadi?"Ashton menghembuskan nafasnya kasar, pertanyaan tuan Ainsley membuat kepalanya semakin pening, bukan ia tidak ingin bertanggungjawab, hanya... keadaan tidak memungkinkan. "Dari awal kau menginjakkan kakimu disini dan dengan enteng mengaku bahwa kau yang menghamili Lynelle, terlihat jelas bahwa kau tipe lelakinya yang tidak dapat dipercaya. Kau ba

  • Bad Boy Vs Playgirl   24. Pisah Rumah

    Hari telah berganti begitu cepat, padahal baru sejenak Lynelle memejamkan matanya. Satu per satu pakaian yang ada di lemari ia ambil dan masukan kedalam koper. Sedari ia bangun sampai sekarang, ia sama sekali tidak berbicara sepatah katapun dengan Ashton. Ia lelah dengan semua sikap tertutup Ashton. Pria tersebut membuat semuanya rumit.Ashton yang baru selesai mandi, hanya terdiam depan kamar memperhatikan Lynelle yang tengah mengepak barang-barangnya. Sungguh, ia bukan ingin mengusir Lynelle.Kini Lynelle menyeret kopernya menuju mobil Ashton. Keheningan masih meliputi mereka.Ashton tahu itu kesalahannya karena menutupi semua hal dari Lynelle. Tanpa banyak kata, mobil bewarna hitam tersebut melaju, membelah jalanan kota Chicago yang padat...."Akhirnya kau pulang.. dan kau masih hidup!" seru Lyvi kala retinanya menangkap sosok sang kakak dan pacarnya di depan pintu rumah.Lynelle menghunuskan tatapan tajamnya pada Lyvi, gadis itu...sungguh!Secepat mungkin kaki mungil Lyvi berlar

  • Bad Boy Vs Playgirl   23. Rencana Ashton

    ClekSuara pintu yang dibuka pada tengah malam, membuat Lynelle terjaga. Ia tidak tidur, meskipun matanya tertutup namun tidak dengan pikirannya. Sedari tadi ia menunggu Ashton, lelaki itu mengatakan akan pulang secepatnya, tapi...apa ini? Jarum jam yang ditampilkan layar handphone telah menunjukkan pukul empat subuh, sedikit lagi hari akan berganti. Masih pantaskah ini disebut tengah malam?"Kau pulang?" tanya Lynelle, berjalan perlahan menyalakan lampu ruang tengah.Ashton membeku. 'Mengapa Lynelle belum tidur?' "Kau bau alkohol dan rokok. Kau darimana saja? Kau bilang ada urusan penting yang mendadak harus kau urus. Apakah urusan penting itu adalah mabuk-mabukan sampai subuh bersama teman-temanmu?"Ashton berdehem, mencairkan suasana yang menegang. Dari nada bicara Lynelle, ia tahu wanita tersebut marah."Aku akan menjelaskannya nanti.""Mengapa harus nanti? Tidak bisakah sekarang? Kau selalu menyembunyikan semua hal dariku.""Aku tidak. Hanya... aku tidak ingin menganggu pemikira

  • Bad Boy Vs Playgirl   22. Markas

    Dalam perjalanan pulang, Ashton hanya diam. Pikirannya kalut memikirkan apa yang barusan dikatakan Ben di telfon beberapa menit lalu.Lynelle terus mengamati Ashton. Ia sadar ada yang berbeda dengan pria disampingnya. Ashton seketika menjadi pendiam saat keluar dari mall. Ingin sekali Lynelle menanyakan apa ada yang salah? Namun, pertanyaan itu tertahan di kerongkongannya. Lynelle takut semakin ia bertanya, semakin memperburuk keadaan yang ada."Kita sampai, turunlah."Ashton berujar dingin, dan langsung membuka bagasi mobilnya, mengambil barang-barang yang mereka beli dan meletakkannya di apartemen.Lynelle masih diam terpaku didepan pintu sembari menatap Ashton yang sibuk menata barang-barang. Gelagat Ashton yang dingin dan cuek membuat Lynelle gugup. Lynelle takut Ashton yang dulu kembali."Lynelle, maaf sepertinya hari ini aku tidak bisa menemanimu. Aku ada beberapa urusan diluar, jika kau tak bisa memasak, kau bisa pesan delivery, jangan tunggu aku."Sudah Lynelle duga ada sesuat

  • Bad Boy Vs Playgirl   21. Do you remember about Nola?

    Lynelle memutarkan tubuh berisinya di depan cermin dengan antusias. Kali ini, ia mengenakan gaun putih sebatas lutut yang agak longgar dipadukan dengan jaket mantel dan sepatu bots. Tidak lupa syal bewarna abu mengikat leher mungilnya.Ashton mengetuk pintu kamar Lynelle dan melongokan kepalanya, memastikan apakah Lynelle sudah selesai bersiap atau tidak."Sudah selesai?""Uhm...Sudah!" Angguk Lynelle setelah sedikit merapikan poninya yang menjuntai."Kita hanya akan ke mall, mengapa kau sangat lama bersiap? Seolah-olah kita akan menghadiri sebuah pesta. Dan satu lagi.. mengapa kau menggunakan gaun? Cuaca hari ini masih dingin. Ganti lah, gunakan celana panjang."Aku merasa sesak jika menggunakan celana. Lagian aku juga menggunakan jaket mantel, jangan khawatir, aku tidak akan mati kedinginan."Ashton hanya bisa menghela nafasnya kasar. Lynelle benar-benar keras kepala. "Yasudah, ayo pergi. Perhatikan langkahmu, awas jatuh.""Wow.. kau menjadi sangat posesif."Ashton tidak membalas

  • Bad Boy Vs Playgirl   20. Back to home

    Cium*n yang awalnya lembut itu perlahan menjadi panas dan berlanjut hingga ke tempat tidur Ashton.Dikukungnya Lynelle dengan kedua lengannya, bibir mereka bergerak liar, memagut dan menyecap satu sama lain, seolah menyampaikan betapa rindunya mereka akan sentuhan satu sama lain."Eungh...Ash!" desah Lynelle di sela-sela cium*n panas tersebut. "Apa aku menyakitimu?" Ashton melepaskan tautan bibir mereka dan menatap Lynelle dalam. Lynelle menggeleng kecil. "Tidak, tapi tolong pelan-pelan. Aku sedang hamil."Ashton merunduk sesaat, melihat perut Lynelle yang kelihatan mulai membesar di balik bush yang dikenakannya.Kejadian masa lalu, dimana dengan tegas ia menolak anak yang berada dalam kandungan tersebut dan menyuruh Lynelle menggugurkannya, kembali menyapa Ashton.Rasa bersalah itu muncul. Dia sangat kejam bukan? Baik pada Lynelle maupun calon bayi mereka.Jemari-jemari Ashton bergerak, mengelus perut Lynelle. Ia tersenyum sendu. Hatinya mencelos. "Jika kau tak nyaman, katakan! Aku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status