"Aku tidak akan meminta apa pun padamu. Kau tidak perlu takut atau khawatir. Sejak awal, aku selalu bilang bahwa aku tidak berminat masuk dalam permainanmu. Kau boleh pergi jika memang sudah bosan. Kepedulianku padamu dan Alena adalah hakku. Kau tidak berhak melarang. Permisi."
Zeeya mendorong Allendra kemudian berlalu dari tempatnya. Dia menyeka bibir, menggosok bekas ciuman yang tadi dia lakukan dengan Allendra. Cukup jauh gadis itu melangkah, tangannya lalu dicekal Allendra lagi.
"Kau salah jalan, harusnya ke sana!" kata Allendra menunjuk helikopter yang masih setia menunggu mereka.
"Apa yang kau inginkan dariku Allendra? Kumohon, jangan usik hidupku karena semua ini terlalu membingungkan. Aku takut terbiasa dengan kehadiranmu dan kuyakin kau tidak akan suka itu."
Allendra terganggu dengan tatapan tulus Zeeya. Dia merasakan keanehan pada dirinya sendiri. Beberapa saat lalu, dia seolah ingin menghempas Zeeya dari kehidupannya. Namun ketika gadis i
Zeeya merasakan tubuhnya begitu ringan meski ada beberapa bagian dalam dirinya yang terasa linu. Kelopak matanya memgerjap perlahan menyesuaikan dengan cahaya pagi yang masuk lewat celah-celah gorden dalam ruangan besar itu. Matanya terbuka sempurna, dia merasakan sensasi dingin yang tak biasa. Dilihatnya tubuhnya belum mengenakan pakaian apapun dan masih tergulung di balik selimut yang semalam menjadi saksi betapa gila gadis itu beraksi.Mata Zeeya terbelalak begitu sadar bahwa yang ia lalui semalam bersama Allendra bukanlah mimpi. Ia benar-benar menyerahkan diri pada pria terlarang itu dengan suka rela dan tidak ada yang memaksanya. Bahkan Zeeya ingat betul Allendra berusaha menghentikannya dan sudah sering mewanti-wanti. Gadis itu menepuk jidat beberapa kali merutuki kebodohannya yang sudah terpedaya emosi dan nafsu. Mau ditaruh di mana nanti mukanya di depan Allendra? Harga diri yang selama ini dia agung-agungkan disajikan dengan begitu mudah dan murah. Ahhh, Zeeya ingin
"Yah, hujan, Kak."Alena membuka tirai di kamar Sera, memeriksa keadaan di luar. Ia baru akan pamit pulang padahal."Tidak apa-apa, kehujanan tidak akan membuatku mati.""Ih, ngomongnya, nanti kalau hujan-hujanan lukisan aku hancur. Mending Kakak menginap saja di sini.""Tidak mau.""Kenapa? Aku tidurnya tidak ngorok, kok, serius.""Aku tidak pernah tidur di rumah orang lain.""Aku bukan orang lain tapi teman kakak.""Ya, maksudnya aku belum pernah menginap di rumah siapa pun.""Makanya Kakak harus coba, ah aku ada ide, kita pesta piyama saja malam ini, bagaimana?"Alena berdiri lantas mengambil lukisan dan tas gendongnya."Aku tetap mau pulang.""Telepon pengawal kakak kalau begitu.""Untuk apa?""Ya untuk jemput kakak ke sini. Aku tidak akan membiarkan Kakak pulang sendirian dalam keadaan hujan lebat.""Jangan harap aku akan melakukannya.""Ya, itu artinya Kakak memilih
Alena terus mengubah posisi tidurnya karena merasa tidak nyaman. Mungkin dia tidak biasa tidur di tempat asing karena itulah dia kesulitan memejamkan mata. Sementara Sera sudah tidur nyenyak usai kelelahan main uno sambil ketawa-ketiwi heboh. Alena menyerah, dia tidak bisa memaksa agar matanya memejam cepat. Gadis itu pun turun dari ranjang dan memutuskan keluar kamar Sera.Biasanya kalau tidak bisa tidur Alena akan diam di paviliun dekat kamarnya untuk mencari udara segar. Sekarang, dia tidak tahu harus ke mana dan berakhir mematung di depan pintu kamar Sera. Didengarnya suara ketikan keyboard dari kamar sebelah. Itu kamar Liam yang keadaan pintunya masih terbuka, Alena mendekat lantas mengintip lelaki itu sedang berkutat dengan komputer. Entah apa yang sedang dikerjakan laki-laki itu malam-malam begini.Tadinya Alena ingin kembali ke kamar Sera, tapi setelah ia ingat sesuatu gadis itu kembali diserang penasaran. Dia belum tahu alasan Allen
"Kak Alen, jalannya jangan cepet-cepet, ih!" kesal Sera saat ia tak sengaja berpapasan dengan Alena di halaman depan sekolah."Lelet," komentar Alena dan langsung membuat Sera cemberut lucu."Tadi kakak pulangnya pagi sekali, tidak bilang dulu padaku lagi.""Siapa suruh tidurmu seperti kerbau.""He he, kecapekan kayaknya, Kak. Kita ngobrol semalaman, kan.""Tepatnya kau yang mengoceh sendirian.""Iya juga, sih, he he. Eh, iya, semalam aku tidak sengaja bangun terus turun ke dapur untuk minum. Kulihat kakak dan kak Liam sedang asyik berduaan di ruang tamu. Ngobrolin apa, sih?""Mau tahu saja.""Ciyeee, Kakak, sudah main rahasia-rahasiaan nih sama aku.""Apa, sih?" Alena mulai kesal dengan godaan Sera namun gadis itu tidak berhenti mengoceh."Kak Liam lagi renggang tahu, Kak, sa
Allendra sedikit tidak nyaman ketika Zeeya memperhatikan kegaiatan makannya dengan intens. Perempuan itu menangkup dagu tanpa kedip, menyungging senyum aneh yang membuat Allendra merasa sedang diejek entah kenapa."Kau minta kucium?" tandas pria itu setelah berhasil menelan makanannya.Zeeya menggeleng dan masih menjaga senyum tadi dengan baik."Lalu kenapa kau menatapku dengan senyum seperti itu?""Memangnya kenapa, ada yang salah dengan senyumku?""Mm, aku merasa disudutkan."Zeeya menurunkan tangannya dari dagu, saat ini mereka sedang ada di kafe biasa, yang letaknya dekat SMA Sevit. Allendra mengajak Zeeya makan siang bersama sebelum kembali ke kantornya."Bagaimana rasanya berbaikan dengan Alena?""Aku tidak baikan dengannya.""Kau manis sekali saat menggendongnya ke UKS tadi."
"Terima kasih ya, Zee, sudah menyempatkan datang," ungkap Mark saat dia menghampiri Zeeya.Gadis itu terlihat sedang mengambil minuman seorang diri, Mark yang melihatnya buru-buru mendekat dan menyapa orang yang sejak tadi dia tunggu."Sama-sama, dapat makanan gratis mana mungkin aku melewatkannya. Terlebih aku tidak perlu repot berkendara untuk tiba di rumahmu.""Syukurlah, aku pikir kau tidak akan datang karena tadi orang tuamu hanya datang berdua.""Tadi aku harus memeriksa tugas anak-anak dulu jadi datangnya sedikit telat. Oh, ya, kau bilang pesta kecil-kecilan, ini sih meRia.""Biasa, keinginan orang tua. Aku manut-manut saja.""Bibi dan paman mana?" tanya Zeeya karena tak melihat kedua orang tua Mark, dia ingin menyapa mereka."Di dalam, sedang mengobrol dengan orang tuamu dan beberapa teman mereka yang lain.""
Zeeya menggigit bibir bawahnya pelan menghadapi situasi tak terduga ini. Tadi, saat di pesta Mark, wanita itu tak sempat memikirkan konsekuensi yang akan muncul akibat perbuatannya dan Allendra. Kini, setelah ia kembali menghadapi kenyataan, Zeeya harus menyiapkan seribu satu alasan untuk menjawab setiap pertanyaan yang akan diajukan kedua orang tuanya. Zeeya prediksi pertanyaannya akan banyak menyinggung hubungan asmaranya dan Allendra."Zeeya tidak pernah cerita loh nak Al kalau dia sudah punya kekasih," ujar ibu Zeeya.Mereka sedang di ruang tamu kediaman Zeeya. Usai menghadiri pesta Mark, orang tua wanita itu bergegas mengajak Zeeya dan Allendra pulang ke rumah mereka. Ya, tujuannya pasti untuk momen ini. Apa lagi memangnya."Anaknya jahat ya Bu, pacar sendiri tidak diakui," canda Allendra mengalir saja.Dia tidak terlihat canggung diajak interaksi oleh orang tua Zeeya, malah tampak santai. Justr
"Kuakui aku salah, maaf."Sunny menunduk penuh sesal di hadapan Liam. Setelah berhari-hari dia renggang dengan kekasihnya itu, akhirnya Sunny menekan egonya sekuat mungkin dan memutuskan untuk meminta maaf duluan pada Liam. Dia tidak ingin mereka bertengkar terlalu lama."Oke, aku maafkan. Tapi tolong jangan ulangi kejadian seperti tempo hari."Sunny mengembangkan senyum senangnya, gadis cantik berambut panjang itu pun langsung memeluk Liam sebentar setelahnya ia bergelayut manja di lengan lelaki itu. Sunny tahu Liam ini pemaaf, saat sedang marah, dia memang menyeramkan tapi itu hanya berlaku sesaat sampai kemarahannya benar-benar padam."Nah, begitu dong. Ini. Baru pacarku. Eh, Sayang, ada yang mau kutunjukkan padamu. Lihat, ini."Sunny menunjukkan rekaman singkat dirinya dan boneka pemberian Liam. Tadinya rekaman itu hendak dikirim tadi malam untuk membujuk Liam memaafkannya, t