"Itu pantas! Ayah sudah mengkalkulasi, kami akan mengambil cicilan untuk 10 tahun. Jadi, uang muka tidak terlalu berat," ujar Tuan Hall tersenyum bahagia.
"Tapi-"
Nicholas tidak memiliki kesempatan untuk mengutarakan keberatan, karena ibunya lanjut berkata, "Turuti perkataan orang tuamu! Itu akan membuat dirimu lebih dipandang tinggi!"
"Namun, kami masih kekurangan sedikit untuk pembayaran uang muka! Bella, apakah kamu mau membantu Nicholas? Aku yakin, kamu tidak akan keberatan!" ujar Nyonya Hall menatapnya tajam.
Bella menelan ludah. Dirinya memiliki sedikit tabungan, tetapi itu untuk biaya kuliahnya tahun depan.
"Ayolah, Bu! Jangan merepotkan Bella, dirinya sendiri harus-"
Kembali ucapan Nicholas terpotong, tetapi kali ini oleh Bella yang buru-buru berkata, "Tentu! Aku akan membantu Nicholas!"
Seketika senyum merekah di wajah Tuan dan Nyonya Hall. Hal itu membuat Bella merasa sedikit tenang, walaupun itu artinya dirinya akan kehilangan uang tabungannya. Namun, itu sepadan jika kedua orang tua Nicholas dapat menerimanya kembali.
"Namun, Ibu juga berharap, kamu dapat membantu membayar cicilan bulanan. Hanya pada saat kami mengalami kesulitan, tentunya!" lanjut Nyonya Hall.
Bella hanya dapat mengangguk setuju, selama Nicholas dan orang tuanya merasa bahagia, maka itu pantas.
Nicholas tidak lagi keberatan, pria itu tertawa gembira. Memang sulit saat harus berbaur dengan anak-anak keluarga mampu, itu membuat Nicholas sedikit berkecil hati. Awalnya, dirinya mencoba menyinggung sedikit perihal mobil kepada ibunya, tetapi siapa sangka Ibu mengerti dan bergerak cepat. Bahkan kekasihnya Bella, juga turut membantu.
***
Di sudut kota lainnya, tepatnya di ruang VVIP salah satu klub malam berkelas.
Crystabella Swan duduk di samping salah satu bos rumah produksi. Tidak hanya dirinya, tetapi beberapa gadis dari sekolah model yang sama dengannya juga berada di dalam ruangan ini, menemani pria-pria berpengaruh dalam industri ini. Bukan rahasia umum, mereka yang ingin segera terkenal akan menghalalkan segala cara, termasuk dirinya.
Crystal tidak ingin berakhir seperti ibunya, hidup sulit dalam kemiskinan. Dirinya akan melakukan apa saja untuk menghilangkan kata miskin dalam kamus kehidupannya.
Tangan gemuk dan berkeringat diletakkan di atas pahanya. Tangan pria tua bertubuh gempal, pemilik rumah produksi. Pria disampingnya ini adalah pria paling tua dan gemuk yang berada di ruangan ini, tetapi paling berkuasa dengan kekayaan melimpah.
"Kamu sangat cantik! Berapa usiamu?" tanya pria gemuk itu dengan tangannya diletakkan di atas paha Crystal.
"20 tahun."
Sebenarnya usianya belum genap 20 tahun, masih sekitar delapan bulan lagi. Namun, biasanya pria hidung belang tidak ingin bermain dengan gadis terlalu muda, dengan alasan masih di bawah umur. Jadi, Crystal menaikkan umurnya 1 tahun.
"Kamu paling cantik di antara mereka semua! Namun, aku tidak ingin mendapatkan masalah! Aku dengar, ayahmu di penjara bukan?" tanya pria itu.
Tangan Crystal mengepal erat di samping tubuhnya. Namun, Crystal tersenyum manis mendengar perkataan pria itu dan seraya berkata, "Aku tidak tahu, Tuan begitu penuh kekhawatiran. Namun, alasanku memilih duduk di samping Tuan adalah karena aku tahu Tuan menyukai wanita perawan, bukan?"
Mendengar kata perawan membuat mata pria tua itu berbinar.
"Jangan katakan bahwa kamu masih perawan!" seru pria gemuk itu gembira.
Sssttt!
Crystal meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, meminta pria itu mengecilkan suaranya.
"Apakah, Tuan masih memiliki kekhawatiran terhadap diriku?" tanya Crystal manja.
"Tidak! Tidak!" jawab pria tua itu terburu-buru.
"Tuan tahu, aku sangat kesulitan menjaga kesucianku ini. Jadi, jika ada pria yang menginginkannya, maka syarat-"
"Katakan! Katakan apa yang kamu inginkan!"
Pria tua itu memotong perkataan Crystal. Wanita cantik ada dimana-mana, tetapi wanita perawan sangatlah langka. Jadi, harga berapapun akan dibayar oleh pria itu.
"Aku ingin menjadi model utama di perusahaan Tuan! Tentunya, aku hanya akan melayani Tuan seorang dan menjadi kekasih Tuan."
Crystal menargetkan posisi model utama perusahaan pria itu. Pria tua itu memiliki perusahaan kosmetik ternama, walau masih kalah dibandingkan dengan merek luar negeri. Namun, ini akan menjadi batu loncatan untuk karier modeling Crystal. Perusahaan lain akan meliriknya, itu terbukti dari seberapa terkenalnya model utama perusahaan pria itu saat ini.
Pria tua itu terdiam sejenak, dan mempertimbangkan permintaan Crystal. Lalu, menilai wajah dan tubuh Crystal secara terang-terangan.
Pria tua itu mengangguk dan berkata, "Penampilanmu tidak kalah darinya dan satu hal yang tidak lagi dimiliki oleh model itu, yaitu usia muda!"
"Mulai malam ini, kamu adalah kekasihku. Apapun yang kamu inginkan, maka cukup katakan saja. Apartemen, mobil mewah, tas ataupun berlian, katakan saja!" ujar pria tua itu sambil menatap tubuh Crystal.
"Satu hal yang harus kamu ingat! Jangan sampai hubungan kita diketahui oleh istriku! Jika itu terjadi, maka kita berdua akan mati! Satu lagi, kamu hanya boleh tidur denganku, tidak dengan pria lain!"
Crystal mengangguk, dirinya tidak butuh pria lain, jika pria tua bodoh ini bisa memenuhi semua permintaannya.
"Namun, kesepakatan baru dapat disetujui, jika ..." ujar pria itu mulai mengelus paha Crystal.
Crystal menahan rasa mual yang segera menghampirinya. Dirinya buru-buru berdiri, Crystal ingin ini semua segera selesai dan lembar kehidupan barunya mulai dibuka.
Pria tua itu berdiri dengan tertawa gembira. Tingginya hanya sampai bahu Crystal, tetapi begitu melebar ke samping. Tangan pria itu diletakkan di pinggang Crystal, lalu mereka berdua pergi meninggalkan klub malam dan menuju ke salah satu hotel bintang lima.
Crystal memejamkan matanya selama hal itu berlangsung. Dirinya merasa risih dan jijik dengan setiap sentuhan pria tua itu di tubuhnya. Namun, Crystal hanya dapat bertahan
"Hei! Permintaanmu begitu besar, setidaknya lakukan dengan benar! Jika tidak, kesepakatan kita batal!" seru pria tua itu yang merasa Crystal seperti patung hidup.
Crystal mengatupkan giginya kuat dan membuka matanya menatap pria tua itu. Dirinya sudah mencari tahu semua hal mengenai cara memuaskan seorang pria, tetapi tampang pria itu membuatnya mual. Mau tidak mau, Crystal menuruti setiap perintah pria itu, berharap ini semua segera berakhir.
***
Kembali kepada Bella dan Nicholas.
Nicholas mengantar Bella pulang, mereka berjalan kaki sambil bergandengan tangan.
"Maaf, aku tidak pergi ke rumah sakit, menjenguk dirimu!" ujar Nicholas.
Bella tersenyum tipis dan berkata, "Tidak apa-apa! Hanya luka kecil."
Bella mengangkat tangannya yang diperban dan menunjukkannya kepada Nicholas. Dirinya yakin, alasan Nicholas tidak menjenguknya, pasti karena dilarang oleh kedua orang tua pria itu. Namun, Bella dapat mengerti kekhawatiran Tuan dan Nyonya Hall. Tidak semua keluarga mengalami masalah serius seperti keluarga Swan.
"Dan, maaf juga karena membuatmu mengeluarkan uang untuk membeli mobil! Setelah aku lulus kuliah dan bekerja, aku akan membayar semua beserta bunganya dan setelah itu, mari kita menikah."
Perkataan manis Nicholas membuat Bella terbuai dan merasa aman. Dirinya hanya akan melihat ke arah Nicholas, masa depannya dan mengabaikan pandangan hina orang lain terhadapnya.
Mereka berdua tidak lagi berbicara dan hanya berjalan sambil bergandengan tangan.
"Kamu kembalilah!" ujar Bella, saat mereka sudah berada di depan jalan kecil menuju rumahnya.
"Aku antar! Aku ingin menyapa ibumu!" jawab Nicholas.
"Mungkin lain kali! Ibuku tidak begitu sehat dan para tetangga masih memperhatikan kami, karena kejadian kemarin. Jadi ..." Bella tidak melanjutkan kata-katanya, karena Nicholas sudah memeluk dirinya erat.
David bukanlah pria suci, walaupun memiliki impian yang mulia. David sudah begitu sulit mengendalikan diri, terhadap setiap rayuan yang dilancarkan oleh Bella. David tahu, dirinya hanya akan menjadi bagian dari rencana balas dendam wanita ini. Mirisnya, peran yang dipikul hanyalah sebatas teman kencan bagi Bella, tidak lebih.Apakah dirinya mampu menjalani hubungan seperti itu? Apakah dirinya mampu melanggar semua norma yang dijunjung tinggi selama ini? Yang terpenting adalah, bagaimana dirinya menjalani hidup pada saat Bella meninggalkannya?Bella mempererat pelukan dan memperdalam ciumannya. Bibir pria ini amat berbeda dengan bibir Ben. Bella menyukai rasa David, bahkan ingin rasa pria ini yang tertinggal pada dirinya.Pertahanan David luluh lantak. Ya, anggap saja ini bagian dari petualangan yang tidak berarti.Malam itu, Bella menerima David dengan penuh sukacita. Perlakuan David yang begitu lembut dan memuja dirinya, membuat B
Anehnya, kedua orang tuanya sama sekali tidak menghubungi. Namun, hal itu lebih membuat David merasa khawatir. Seakan, ada sesuatu yang direncanakan oleh kedua orang tuanya itu.TING TONG!Bel apartemennya berbunyi."Sial!" gerutu David dan bangkit dari sofa. Dirinya tahu, ayah dan ibu tidak akan tinggal diam. Mereka pasti datang untuk membicarakan apa yang terjadi tadi.Namun, David akan mengusir mereka pergi. Bagaimana mereka tidak mengerti, bahwa dirinya butuh waktu sendirian.Dengan kesal, David membuka pintu kasar."BUKANKAH SUDAH KUBILANG-"Teriakan David terhenti saat melihat siapa yang berada di depan pintu apartemennya.Bella langsung melangkah masuk dan memeluk pria itu. Seperti perkiraannya, memeluk pria ini terasa begitu tepat dan nyaman. Seakan apa yang menggerogoti jiwanya seketika sirna, ditelan kehangatan pria itu.David mengangkat kedua tangannya ke atas. M
Bella menundukkan wajahnya. Setidaknya dengan begitu, dirinya tidak perlu melihat wajah buruk pria itu. Lift berhenti dan pintu terbuka. Ben menarik kasar dirinya keluar dari lift. Sepanjang koridor, dapat dikatakan Bella diseret. Dengan sepatu setinggi ini, membuat Bella sulit menyamakan langkah kaki lebar pria itu.Beberapa kali, Bella hendak terjungkal. Namun itu tidak terjadi, sebab cengkeraman Ben begitu kuat.Bella tidak tahu ini lantai berapa, dirinya bahkan tidak peduli. Dirinya masih membutuhkan pria ini. Saat langkah ini diambil, Bella tahu jelas tidak ada jalan mundur. Kecuali, dirinya melepaskan rasa dendam dan kebenciannya. Namun, itu tidaklah mungkin.Ben memasukkan kartu dan mendorong pintu kamar hingga terbuka lebar. Lalu, dengan satu tarikan kuat, menarik Bella masuk ke dalam dan melepaskannya. Tubuh Bella limbung dan menabrak dinding kamar itu. Ben membanting pintu kuat hingga tertutup dan melangkah maju, menutup jarak di anta
Langkah kaki David terhenti. Tatapannya terkunci pada sosok yang berada di hadapannya. Sosok memukau yang melangkah pasti ke arahnya. Gaun merah itu ikut bergoyang mengikuti hentakan langkah kaki indah itu. Yang sesekali akan menyelinap keluar dari belahan gaun yang begitu tinggi.Semua itu dilihat David dalam gerakan lambat. Seketika suasana di sekitarnya menjadi hening. David hanya mampu mendengar suara detak jantungnya sendiri. Yang perlahan dan pasti, itu berdetak semakin kencang.Bella mengunci tatapannya, hanya kepada pria itu. Selain untuk menghindar dari Crystal, Bella juga ingin membuktikan perubahan dirinya. Apakah dirinya mampu mencium David di tengah ruangan yang ramai ini? Bahkan, di hadapan kedua orang tua pria itu? Bagaimana jika, David mendorongnya? Tidak, Bella tidak akan mengizinkan hal tersebut terjadi.Setelah menjadi seorang wanita dewasa, penuh percaya diri dan sadar akan kemolekannya, Bella yakin, dirinya tidak akan mampu
Mereka tiba di ballroom hotel mewah itu dan tempat itu dihias dengan begitu mewah, nuansa warna hitam dan emas. Penjagaan sangat ketat, hanya mereka yang memiliki undangan dipersilakan masuk.Bella menyerahkan undangan yang dikirimkan oleh Ben. Mereka diantar masuk ke dalam dengan penuh hormat dan menempati bangku di meja paling dekat dengan jalur catwalk.Suasana begitu meriah dan para tamu yang hadir terlihat spektakuler. Bella dan David duduk saling berhadapan, pelayan datang menawarkan sampanye. Bella juga mulai belajar minum minuman beralkohol dan siapa sangka, dirinya memliki daya tahan yang cukup tinggi. Bahkan, dirinya tidak pernah mabuk setelah minum bergelas-gelas. Jadi, Bella tanpa ragu mengambil satu gelas sampanye dan meneguknya.David melakukan hal yang sama, mengambil satu gelas sampanye dan meneguknya. Dirinya tidak lagi khawatir saat melihat wanita itu minum, karena David tahu jelas Bella tidak akan mabuk. Tidak seperti pertama
"Tidak! Itu tidak normal dan perlu ditemukan penyebabnya. Jika tidak, maka itu akan menjadi trauma!" tegas David, yang tidak lagi memiliki selera makan. Dirinya tidak suka membahas hal tersebut dengan Bella, tetapi profesionalitasnya diuji kali ini."Benar, aku yakin juga seperti itu. Itu salah satu alasan, mengapa aku ingin memiliki pengalaman lebih akan hal tersebut," ujar Bella yang sambil menyantap makanannya."Kamu tidak bisa menikmatinya dengan Ben, itu artinya juga akan sulit dengan pria lain. Ben, kamu mengenalnya dan kamu kesulitan. Apalagi dengan pria yang tidak kamu kenal," jelas David.Bella mengangguk dan kembali berkata, "Mungkin itu benar. Tetapi, alasan mengapa aku tidak dapat menikmati percintaan itu adalah saat kami bercinta, aku akan memikirkan bagaimana perlakuan Ben terhadap wanita lain. Itu yang menggangguku! Karena itu, aku ingin memiliki pria lain, seperti Ben!" jelas Bella."Apakah kamu mencintainya? Ada ke