"Kita akan melewati ini semua bersama," bisik Nicholas.
Bella merasa matanya hangat, begitu juga dengan hatinya. Saat ini, Bella merasa sangat beruntung dengan keberadaan Nicholas di sisinya.
Bella melangkah masuk melewati pagar rumah dan kembali berbalik menatap Nicholas yang masih menatap dirinya.
"Pulanglah!" ujar Bella sambil menggerakkan tangannya meminta pria itu segera pergi.
"Selamat malam," ujar Nicholas sambil melambai pada Bella.
Bella menunggu sampai Nicholas menghilang baru membuka pintu rumah. Namun, tangannya yang diletakkan di kenop pintu terhenti, saat sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan rumah mereka.
Bella berbalik dan melihat seorang pria berpakaian rapi keluar dari pintu pengemudi, berjalan ke arah pintu penumpang bagian belakang dan membuka pintu itu. Bella melihat sepertinya pria itu adalah seorang supir, jika dilihat dari pakaiannya yang terlihat seperti seragam.
Crystal turun dari mobil dan pria itu membantu mengangkat kantong belanjaan yang begitu banyak. Pria itu buru-buru membuka pintu pagar dan mempersilahkan Crystal masuk.
"Buka pintu!" perintah Crystal kepadanya Bella.
Bella yang masih tercengang, patuh mengikuti perintah Crystal dan buru-buru membuka pintu rumah.
Pria itu melewati Bella dan meletakkan semua kantong belanjaan di dalam rumah. Lalu, memberi hormat kepada Crystal sebelum keluar meninggalkan rumah.
Ibu yang keluar dari kamar, menatap Crystal dengan penuh rasa curiga.
"Dari mana kamu mendapatkan semua ini?" tanya Nyonya Swan dingin.
"Beli!" jawab Crystal ketus, sambil melepaskan sepatunya.
"Beli? Uang dari mana?" tanya Nyonya Swan kembali.
Crystal menatap ibunya sambil memutar bola mata. Dengan suara mengejek, Crystal berkata, "Jangan terlalu banyak bertanya! Satu hal yang penting, itu bukan uang Ibu."
Plak!
Sebuah tamparan melayang ke wajah cantik Crystal.
Bella memekik dan menutup mulut dengan kedua tangannya, terkejut. Ibu tidak pernah memukul mereka, tidak pernah!
"K-kau .... Ibu tahu jelas bagaimana kamu mendapatkan semua ini! Ibu menyekolahkan dirimu dengan bersusah payah dan–"
Ucapan ibu terhenti, karena Crystal melempar tas tangannya ke lantai dan melangkah mendekati ibu. Bella buru-buru berlari ke arah mereka, dirinya tidak ingin ada hal buruk kembali terjadi.
"Ini adalah hidupku! Artinya, aku memilih jalan mana yang akan aku lalui. Aku tidak ingin berkahir seperti ibu! Hidup dalam kemiskinan dan penderitaan." Crystal berujar dari sela-sela giginya yang terkatup rapat.
Bella melihat, mata ibu yang mulai berkaca-kaca dan berkata, "Cukup! Kakak membuat Ibu menangis."
"Begitu juga dirimu! Aku tidak ingin seperti dirimu yang tidak berguna!"
Crystal mengambil semua tas belanjaannya dan berjalan ke arah kamar. Tangan Crystal yang telah memutar kenop pintu terhenti dan berbalik menatap mereka.
"Aku akan membayar semua uang Ibu dan segera keluar dari rumah kumuh ini!"
Setelah berkata seperti itu, Crystal masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan membantingnya keras.
Air mata mengalir membasahi wajah ibu dan hal itu membuat Bella segera menyentuh pundaknya. Namun, ibu segera berbalik dan kembali masuk ke dalam kamar, mengabaikannya.
Bella terdiam melihat bagaimana reaksi ibu. Dirinya tahu, ibu masih membencinya karena masalah ayah. Bella berjalan ke arah pintu dan keluar. Dengan berlari kecil, Bella menuju pos polisi yang didatanginya waktu itu.
Tiba di depan pos polisi, Bella mengintip ke dalam berusaha menemuka Inspektur David Baker.
"Apakah kamu ingin bertemu denganku?"
Suara seorang pria dari belakang mengejutkan Bella. Dengan tubuh sedikit terlonjak, Bella berbalik dan menghadap pria yang ingin ditemuinya.
"Eh, selamat malam. Bisakah ..., bisakah kita berbicara sebentar?" tanya Bella.
Inspektur David mengangguk dan mempersilahkan Bella masuk ke dalam pos. Di sana, Bella duduk di salah satu kursi yang ada di dekat meja bulat.
"Tunggu sebentar!" ujar Inspektur David kepada Bella dan berjalan masuk ke dalam salah satu ruangan yang ada di dalam sana.
Tidak lama, pria itu kembali dengan dua cangkir coklat hangat dan meletakkan satu di hadapannya.
"Minumlah! Cuaca sangat dingin belakangan ini."
Bella mengangguk dan mengambil cangkir itu, lalu meneguknya perlahan. Terasa sangat nikmat dan menghangatkan tubuhnya yang memang kedinginan.
"Ada apa?" tanya Inspektur David yang sudah duduk dihadapannya.
"A-apakah ada cara untuk membebaskan ayahku?" tanya Bella langsung.
Inspektur David menatap Bella sejenak dan meletakkan cangkir miliknya ke samping. Lalu, pria itu melipat kedua tangannya di atas meja.
"Begini, sepertinya kamu harus tahu bahwa ayahmu mengakui semua perbuatannya."
Bella menatap Inspektur David dengan mulut menganga dan seakan kehilangan kata-kata.
"Jika tersangka tidak mengakui kesalahannya, maka lebih banyak prosedur yang harus kami laksanakan! Namun, pada hari ayahmu ditangkap, beliau secara sukarela menyerahkan diri dan mengakui kesalahannya. Dari apa yang aku lihat, beliau memang ingin menjalani hukuman. Mungkin, itu salah satu cara agar dapat mengurangi rasa bersalah terhadap kalian, keluarganya."
Apa yang dikatakan oleh Inspektur David masih terngiang di telinganya, saat Bella berjalan kaki pulang ke rumahnya. Karena sudah begitu larut, Inspektur David bersikeras ingin mengantarnya pulang. Bella berjalan di depan dengan Inspektur David mengikutinya dari belakang.
Sampai di depan jalan kecil menuju rumahnya, Bella berbalik dan berkata, "Anda bisa kembali! Rumahku sudah sangat dekat."
"Masuklah! Aku akan menunggu di sini."
Bella mengangguk, dirinya tidak lagi memiliki tenaga untuk berargumen masalah sepele seperti ini.
David Baker menatap punggung kurus Isabella Swan. Gadis itu, membuatnya teringat akan adik perempuannya di desa. David turut prihatin dengan kehidupan keluarga Swan. Dirinya tahu jelas, bagaimana gadis itu merasa sangat bersalah dan menyesal. Namun, itu semua bukanlah tanggung jawabnya melainkan Tuan Swan menghendaki dan mengakui kesalahannya.
Setelah memastikan gadis itu masuk ke dalam rumah dengan aman, barulah David berbalik dan kembali ke pos.
***
Keesokan harinya, hal sama dialami oleh Bella. Dirinya dipecat dengan alasan dirinya adalah anak seorang narapidana. Dengan langkah berat, Bella pulang ke rumah. Ibu hanya menatapnya sekilas saat dirinya pulang begitu awal. Tidak perlu ditanya, Bella yakin ibu sudah menduga apa yang terjadi padanya.
"Selesaikan boneka di bungkusan itu," ujar ibu tidak menatapnya dan menunjuk ke arah kantong plastik transparan yang berisi begitu banyak boneka tanpa mata
"Semakin banyak mata boneka yang terpasang, maka bayaran semakin banyak," ujar ibu yang masih sibuk menjahit mata boneka.
Bella mengangguk dan mengambil kantung plastik itu. Duduk di hadapan ibu, mereka berdua bekerja dalam diam. Bella tidak ingin berbicara, dirinya tidak ingin merusak momen damai seperti saat ini.
Pekerjaan yang sederhana, ternyata cukup melelahkan. Tangan Bella tertusuk jarum puluhan kali dan matanya mulai perih karena terus fokus ke lubang kancing yang begitu kecil.
Mereka makan dengan lauk seadanya. Pendapatan dari menjahit mata boneka sangat kecil, tetapi itu lebih baik karena mereka tidak perlu keluar rumah dan mendapatkan tatapan menuduh dari para tetangga.
Pintu depan rumah terbuka dan Nicholas yang datang.
"Selamat sore, Nyonya Swan."
Nicholas datang dengan keranjang buah yang cukup besar dan menyerahkannya kepada Bella.
"Tidak perlu repot-repot," ujar Nyonya Swan menatap Nicholas yang sudah dianggap putranya sendiri. Dirinya yakin cepat atau lambat, Bella akan menikah dengan Nicholas. Hal itu, satu-satunya yang membuat dirinya merasa bahagia saat ini.
Nicholas mengobrol dengan ibu dan ibu terlihat banyak tersenyum.
Setidaknya, hari ini Bella dapat melihat ibunya tersenyum dan dirinya berterima kasih karena kedatangan Nicholas.Hari-hari berlalu dengan cepat, tidak terasa tiga tahun sudah berlalu. Saat ini, Bella berusia 20 tahun. Enam bulan lagi, ayahnya akan dibebaskan. Karena kelakuan ayah yang baik, beliau mendapatkan remisi.Bella tidak lagi kuliah. Keuangan keluarga mereka sangat buruk. Uang yang di dapat dari menjahit boneka tidak seberapa. Terlebih, Bella masih harus ikut membayar cicilan kendaraan Nicholas. Namun, Bella tidak keberatan. Nicholas tumbuh menjadi pemuda yang begitu memukau dengan otak brilian.Terkadang, Bella akan merasa berkecil hati saat bersama dengan Nicholas. Banyak hal yang tidak lagi dapat mereka bicarakan, bisa dikatakan jenjang sosial mereka sudah berbeda. Bahkan, Bella sudah jarang pergi ke rumah keluarga Hall. Orang tua Nicholas beberapa kali secara terang-terangan menolak kehadirannya, dengan mengabaikan deringan bel yang dibunyikan olehnya.
"Apa yang membawamu kemari sepagi ini?" tanya Bella yang segera menghampiri Nicholas.Nicholas tidak menjawab pertanyaan itu. Dirinya tahu, setiap hari Sabtu pagi Bella akan ditinggal sendirian oleh ibunya dan karena alasan itulah dirinya datang ke sini pagi-pagi sekali.Bella menatap lekat ke arah Nicholas. Setelah mengenal pria itu begitu lama, Bella tahu ada yang mengganggu pikiran pria itu."Ada apa?" tanya Bella cemas.Nicholas menyentuh wajah Bella dan berpikir, Bella begitu berbeda dengan saudarinya itu. Bella tidak memiliki kecantikan Crystal, tetapi senyum Bella dapat menerangi hatinya. Bahkan, pakaian yang dikenakan adalah pakaian itu-itu saja. Kaos dan celana jeans lusuh. Tidak ada riasan apapun di wajah manis Bella dan itu dulu yang disukainya, saat dirinya belum memiliki pergaulan seluas sekarang. Nicholas akan mulai membandingkan penampilan Bella dengan kenalan wanita lainnya dan itu membuat Nicholas merasa begitu buruk.
Bella meletakkan gagang telepon kembali ke tempatnya. Kecewa, benar dirinya merasa kecewa. Namun, itu hanya ditelannya sendiri dan tidak diutarakan kepada kekasihnya itu. Bella menghela napas dan kembali duduk di ruang tamu, kembali menjahit mata boneka. Perlahan, air mata mulai membasahi wajahnya. Di lubuk hatinya, Bella tahu Nicholas malu akan dirinya. Namun, ada rasa berhutang yang membuat pria itu tetap bertahan di sisinya.Seharusnya, waktu itu Bella tidak menyerahkan kesuciannya kepada Nicholas. Hal itu, malah akan membuat Nicholas terikat padanya. Namun, rasa takut ditinggalkan membuat Bella menyerahkannya.Impiannya yang tersisa, tinggal satu. Hanya satu, yaitu menjadi istri Nicholas Hall. Hanya pria itu yang dimilikinya. Jika, Nicholas meninggalkannya maka dirinya tidak lagi memiliki harapan dan impian. Jadi, karena alasan itulah Bella bersedia menyerahkan kesuciannya, pagi itu. Saat ini, dirinya hanya berharap mengandung dan Nicholas segera meminang
"Crystal, kemarilah!" Tuan Mark Adams meminta Crystal duduk di sofa yang ada di hadapannya. Tentu, malam ini pria itu akan menjaga sikap di hadapan calon tim hukum perusahaannya."Silahkan duduk!" kembali Tuan Mark Adams mempersilahkan mereka.Mereka membahas masalah bisnis dan ternyata Tuan Adams cukup profesional. Begitu juga dengan Crystal, yang sangat cerdas dan kembali membuat Nicholas merasa kagum.Pertemuan mereka berjalan lancar. Pertemuan ditutup dengan jabatan tangan dan senyuman di wajah mereka masing-masing. Tuan Mark Adams tergila-gila dengan Crystal, jadi apapun yang dikatakan oleh wanita itu akan didengarkan dan dipatuhinya.Nicholas merasa semua berjalan begitu lancar dan hal itu membuat rasa percaya dirinya semakin kuat. Setelah selesai membahas bisnis, Tuan Mark Adams menjamu mereka dengan anggur yang mahal. Nicholas minum satu gelas, dirinya tidak pernah minum minuman beralkohol. Pengecualian untuk malam ini, dirinya
Bella bangun saat langit masih gelap. Dirinya membantu menyiapkan sarapan dan ibu sibuk mencuci pakaian. Itulah rutinitas mereka sehari-hari. Crystal di kamar, selesai mandi dan sibuk merias diri dan berganti pakaian.Tok Tok Tok!Pintu diketuk dan itu membuat Crystal keluar dari kamar."Bella, buka pintu!" seru Crystal."Siapa yang datang sepagi ini?" gerutu ibu yang sedang mengepel lantai."Entahlah!" jawab Bella dan berjalan ke arah pintu, diikuti oleh Crystal.Bella membuka pintu."Selamat pagi!" ujar dua orang pria bertubuh tegap di depan pintu.Dari postur dan cara berpakaian, Crystal tahu mereka adalah polisi."Pagi!" sapa Bella kembali."Mobil itu milikmu?" tanya salah satu pria itu."Iya! Itu miliknya!" jawab Crystal."Siapa kalian?" tanya Crystal kemudian."Kami kepolisian bagian Barat kota! Ada kecelakaan di persimpang
"Apakah itu Bella?" tanya Crystal.Nicholas duduk di dalam mobil putih milik Crystal. Ya, Crystal langsung datang menjemput dirinya setelah Bella pergi dengan polisi tadi."Aku sudah meminta bantuan Mark Adams dan mencari tahu akan wanita itu!" ujar Crystal dan mencengkeram kemudi mobil dengan kuat.Crystal belok dan menghentikan mobilnya di bahu jalan. Dirinya tidak dapat fokus, karena kejadian ini."Wanita itu meninggal dalam kondisi hamil! Sialnya, wanita itu adalah kekasih Benedict Knight! Pengusaha terkenal itu. Makanya, kecelakaan ini begitu cepat terungkap dan mereka menemukan beberapa saksi. Ada rekaman pada kamera mobil yang lewat, menangkap mobilmu berhenti di dekat lokasi wanita itu tergeletak. Beruntung saat itu kita masih di dalam mobil dan karena hujan lebat, kamera tidak menangkap sosok pengemudi." Crystal menjelaskan apa yang diketahuinya dari seorang polisi, kenalan sugar daddy nya itu.Semalaman Nicho
Mengabaikan ibu yang sekarat, Crystal berlenggak masuk ke dalam kamar dan menyusun barang-barangnya. Lalu, mandi. Ya, Crystal mandi dan menunggu sampai satu jam kemudian, barulah menghubungi ambulans.Tidak lama ambulans tiba dan beberapa staff medis mengetuk pintu."CEPATLAH!" teriak Crystal dengan berlinang air mata."A-aku mandi dan..., dan saat aku keluar Ibu sudah tergeletak di sana!" jelas Crystal kepada salah satu staff medis dengan berlinang air mata."Tidak ada denyut!" seru salah seorang staff yang berlutut di samping tubuh Nyonya Swan yang mulai membiru."Lakukan CPR!"Mengikuti perintah itu, staff medis mulai memompa dada Nyonya Swan. Tidak ada yang berubah."Bawa ke ambulans! Gunakan AED untuk mencoba mendapatkannya kembali!"Lalu, dua orang staff medis memindahkan tubuh Nyonya Swan ke atas tandu dan buru-buru dibawa masuk ke dalam ambulans."Apakah..., apakah Ibuku akan baik
Bella layaknya mayat hidup, air mata sudah mengering dan dirinya tidak lagi memiliki tenaga untuk menangis. Bella hanya ikut kemana dirinya dibawa.Bella didudukan dalam bus tahanan dan dibawa ke rumah tahanan khusus wanita di pinggir kota. Selama perjalanan, Bella menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Kematian sang ibu membuatnya lebih shock, dibandingkan dengan hukuman 5 tahun penjara yang diterimanya.Tiba di rumah tahanan, Bella turun dari bus bersama dengan beberapa tahanan wanita lainnya. Sinar mentari yang terik menyambut kedatangannya. Masih dengan tatapan dan pikiran kosong, Bella hanya mengikuti apa yang diperintahkan padanya.Dimulai dengan pemeriksaan seluruh tubuh, untuk memastikan apakah mereka menyembunyikan benda terlarang. Ya, mereka diperlakukan layaknya bukan manusia, tetapi Bella tidak merasakan apapun dan hanya perasaan mati rasa.Setelah semua pemeriksaan selesai, mereka berbaris untuk diambil fo