Home / Urban / Badai Sang Pemberani / 006. Senyum Terakhir yang Membekas

Share

006. Senyum Terakhir yang Membekas

Author: Iq Nst
last update Last Updated: 2025-08-11 09:42:31

Arena malam itu bergemuruh. Sorak penonton membahana ketika Calvin memasuki ring, tatapannya tajam, ia siap bertarug dan hari itu di hatinya berkata: ini adalah pertarungan terakhir.

Dari sudut matanya. Ia memandang kearah tribun VVIP, disana tampak Miguel duduk santai di kursii paling depan, mengenakan pakaian rapi, di sampingnya Nadya yang begitu anggun mempesona dalan gaun merah. Mereka tampak seperti biasa, tersenyum dan bertepuk tangan.

Calvin merasa bahagia, tanpa ia sadari. Hari itu adalah awal hari kelam dalam hidupnya bersama Nadya.

Gong pertama berbunyi, dan pertarungan dimulai. Lawan Calvin adalah petarung yang masih baru dan bukan tandingan berarti bagi sang juara. Dalam waktu singkat, Calvin begitu mendominasi dengan pukulan dan tendangan presisi. Penonton berdiri bersorak, dan ketika pukulan terakhirnya menjatuhkan lawan, arena bergemuruh dalam tepuk tangan dan teriakan yang membahana.

Wasit langsung mengangkat cepat tangan Calvin, mengumumkan kemenangan mutlak. Hati Calvin senang dan bangga untuk sesaat. Tapi raut wajahnya seketika berubah, matanya memandang ke arah tribun VVIP dengan seksama. Tak ada senyum sang kekasih di sana. Senyum yang selalu bersemi dan membuat kelelahan bertarung tak berarti.

Di tribun VIP, Miguel dan Nadya menghilang. Tidak ada tanda kemana mereka pergi. Sorak penonton yang memuja kemenangannya terasa jauh dan hampa

Calvin berdiri mematung di tengah ring, dadanya berdegup kencang. Ada rasa ganjil yang merayap di hatinya--sesuatu yang hilang, seperti bagian dari dirinya yang hilang di rampas paksa.

Di tengah gemuruh kemenangan, Calvin justru diliputi kegelisahannya. Senyum Nadya yang ia harap akan menjadi hadiah manis setelah pertarungan... kini lenyap tanpa jejak.

Dan entah mengapa, firasat buruk mulai menyelimuti pikirannya kala itu.

Rasa takut akan kehilangan, gelisah yang berlebihan, berbaur menjadi satu. Ketakutan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

*****

Langit malam di atas laut gelap pekat, hanya dihiasi bulan pucat dan bintang-bintang yang redup di balik awan tipis. Angin membawa aroma air laut, memecah keheningan dengan desiran ombak yang menghantam sisi kapal pribadi milik Miguel - sebuah kapal kecil tapi mewah yang malam itu menjadi saksi bisu tragedi yang tak disangka akan terjadi.

Di ruang kabin utama yang mewah, lampu kuning temaram menerangi dua sosok yang duduk saling berhadapan.

Miguel Cortez menatap tajam wanita cantik didepannya, jemari bermain mengetuk meja kayu mahal di antara mereka

MIGUEL: "Nadya... apakah semua yang kudengar tentang hubunganmu dengan Calvin adalah benar? Jawab yang sebenarnya, Nadya." suara Miguel berat seperti badai yang tertahan.

Nadya menatap langsung ke mata Miguel, tanpa rasa ragu sedikitpun.

NADYA: "Ya, semua yang kau dengar dan kau lihat adalah benar. Aku mencintai Calvin bahkan sangat mencintainya. Kami sudah siap hadapi apapun. Kami telah berjanji untuk hidup bersama, mulai dari awal. Semua kemewahan yang kau berikan akan ku kembalikan, Miguel. Apartemen, mobil, dan perhiasan mewah yang kupakai.... kau ambil semuanya. Tapi aku mohon padamu. Jangan halangi kami. Kami hanya ingin hidup sederhana, penuh ketenangan dan rasa cinta yang sebenarnya."

Miguel menghela napas panjang, lalu tersenyum tipis, senyum yang tak sampai ke matanya.

MIGUEL: "Kau sadar dengan ucapanmu, Nadya? Aku telah berkorban banyak untukmu, memberimu segalanya, membahagiakanmu. Sebelumnya kau tak pernah merasakan itu. Kau menjadi ratu di hatiku. Dan sekarang... segampang itu_kau katakan akan meninggalkan semuanya... kau akan meninggalkanku? Dan pergi bersama pria itu? Kau katakan kau mencintainya? cukup, Nadya! hentikan, kau masih punya waktu, mengubah keputusanmu."

NADYA: "Tak bisa, Miguel. Aku tak akan pernah akan bisa merubah keputusanku walau kau mengancam nyawaku sekalipun. Calvin adalah hidupku, masa depanku, sesuatu yang belum pernah ku temukan selama ini. Dan kau bukan apa-apa. Aku tidak pernah mencintaimu. Kemewahan yang kau berikan bagiku tak seberapa jika di bandingkan dengan cinta kami berdua."

Miguel terdiam beberapa saat. Matanya berkilat, wajahnya sangat tegang. Ia masih mencoba menahan emosinya yang sudah menggumpal dalam benaknya.

MIGUEL: "Kembalilah engkau padaku, Nadya. Kita lupakan semua ini. Aku berjanji akan lebih baik lagi kepadamu. Aku... aku juga tak bisa kehilanganmu."

Nadya menggelang perlahan tapi matanya tegas dengan keputusannya.

NADYA: "Maafkan aku, Miguel. Hatiku sudah bulat. Tak mungkin bisa berubah. Tak ada jalan kembali. Mulai saat ini kami telah putuskan semua dan kami akan pergi memulai dari nol. Membina hubungan atas nama cinta yang sebenarnya."

Hening menyelimuti ruangan. Lalu, seperti lilin yang padam tertiup angin, ekspresi Miguel berubah. Matanya menggelap, rahangnya mengeras. Napasnya memburu, dan senyum tipis itu sudah lenyap dari wajahnya. Digantikan dengan tatapan dingin seorang pria yang telah kehilangan segalanya.

MIGUEL: "Kalau aku harus kehilanganmu... tak mungkin, Nadya... Aku tak akan rela kehilanganmu. Jika itu terjadi. Kau tak akan bisa menjadi milik siapapun selain diriku. Siapa pun tak akan bisa memilikimu."

Nadya tersentak mendengar ucapan Miguel, sontak ia memundurkan kursinya, nalurinya merasakan suatu bahaya dari tatapan Miguel kepadanya.

Tapi sebelum ia sempat bangkit, Miguel sudah melangkah cepat, tangannya mencekik leher Nadya dengan kekuatan yang lahir dari amarah membara.

Nadya coba untuk meronta, jemarinya mencakar tangan Miguel, suaranya tercekik, sulit untuk bernapas. Nadya dengan sisa napas yang tersisa mencoba bertahan.

NADYA: "Miguel... to...long..lepas..kan..."

Namun tatapan Miguel tak lagi mengenal belas kasih. Ia mendorong tubuh Nadya ke lantai. Lalu meraih pisau lipat dari saku jasnya. Kilatan tajam itu memantul singkat di cahaya lampu sebelum menembus tubuh Nadya.

Jeritan Nadya teredam oleh suara ombak yang menghantam sisi kapal. Darah mengalir di lantai kayu. membentuk pola yang tak beraturan. Tatapan matanya yang dulu penuh kehidupan dan bercahaya indah kini kosong, tubuhnya terkulai di atas lantai dingin.

Miguel berdiri terengah, tangannya berlumuran darah. Ia mengatur napas perlahan, butuh beberapa detik baginya untuk kembali bernapas normal. Namun bukan rasa bersalah yang hadir -hanya kehampaan semata.

Ia menatap tubuh Nadya, wanita yang dulu ia cintai, kini hanya seonggok tubuh tanpa nyawa.

Tanpa sepatah kata, Miguel mengangkat tubuh itu. Beratnya terasa berbeda--bukan lagi tubuh nadya yang hangat, tapi seperti beban dingin dari keputusan kejamnya. Ia membawanya keluar kabin, melewati dek kapal yang diterangi cahaya bulan setengah.

Angin dingin malam menerpa wajahnya, membawa aroma darah yang menusuk hidung.

Di tepian dek kapal, Miguel menatap lautan yang bergelombang. Ia menutup mata sejenak, lalu melempar tubuh kaku Nadya dalam kegelapan. "BYURRR"

Suara gemercik terdengar saat tubuh menyentuh lautan, lalu tenggelam, di telan samudra tanpa jejak.

Miguel berdiri, menatap air yang kembali tenang seolah tak menerima tamu malam itu. Ombak terus bergerak, bulan tetap menggantung. Bintang-bintang menjadi saksi dari kejauhan.

Di dalam hati Miguel. Cinta yang tumbuh bersama Nadya kini berganti menjadi kebencian yang mengeras seperti karang. Dan malam itu - sosok Miguel berubah seperti iblis yang melangkah ke titik paling berbahaya dalam hidupnya.

Pertarungan Calvin Law telah selesai. Tapi di kedalaman lautan, rahasia kelam Miguel akan muncul ke permukaan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Badai Sang Pemberani   030. Sang Juara Baru

    Wasit memberi aba-aba, dan Lisbet langsung meluncur bagai macan lapar. Pukulan beruntun, tendangan cepat, semua di arahkan ke tubuh Valeri tanpa henti. Penonton bersorak histeris melihat intensitas serangan sang juara bertahan. Namun berbeda dengan babak sebelumnya, kali ini Valeri tidak gegabah. Ia bergerak gesit dan lincah, mundur selangkah, memiringkan badan, menangkis seperlunya. Sesekali ia hanya mengangkat lengan untuk menutup serangan, lalu melangkah ke samping menghindar. Lisbet semakin garang, keringat membasahi wajahnya, nafas mulai memburu. Pukulan kerasnya beberapa kali hanya mengenai udara kosong. Valeri seolah tahu persis kapan harus mundur dan kapan harus menghindar. Tribun penonton semakin gaduh. "Kenapa Lisbet tidak berhasil mendaratkan serangan?!" teriak salah seorang komentator." "Valeri sepertinya sengaja mempermainkan tempo pertandingan! ada strategi dalam jurusnya - memancing emosi lawan." Lisbet mulai frustasi. Ia menghentak matras dengan kakinya, la

  • Badai Sang Pemberani   029. Duel dan Kenangan

    Di tribun VIP, Mellisa dan Alvaro duduk tenang memperhatikan. Mellisa melipat tangannya di depan dada, matanya tajam mengamati sang putri. Alvaro, dengan ekspresi santai, hanya sesekali tersenyum tipis, seolah menikmati drama di balik sorakan ribuan orang itu. Sementara Hilda terus berteriak, mengabaikan semua suara lain: "Fokus Valeri! kamu pasti juara!" Dan sorak sorai penonton makin menggila ketika announcer dengan suara lantang mulai memanggil nama finalis ke arena. Pertarungan final kejuaraan karate itu digelar dengan sistem dojo selama tiga ronde, setiap ronde berdurasi tiga menit. Suasana di dalam GOR Nasional begitu riuh. ribuan pasang mata menanti duel antara Lisbet Manuhutu, sang Juara bertahan tiga tahun berturut-turut, melawan Valerie Marcel, sang debutan cantik jelita yang baru pertama kali menembus final. Di sisi kanan arena, Lisbet tampak berdiri tegap. Wajahnya penuh percaya diri, sorot matanya tajam menantang. Ia berpengalaman, mengerti cara menguasai pang

  • Badai Sang Pemberani   028. Menjelang Pertarungan

    Suasana GOR Nasional sore itu begitu riuh. Sorakan para suporter yang sudah berdatangan menggema, bendera-bendera kecil berkibar, dan dentuman musik penyemangat membuat udara semakin panas. Semua tertuju pada dua nama yang akan bertarung nanti malam. Hari itu bukan sembarang hari. Tapi sebuah momen final perebutan medali emas kejuaraan nasional karate mahasiswa. Dan yang lebih istimewa, pertandingan kali ini mempertemukan dua sosok dengan reputasi yang kontras: * LISBET MANUHUTU, sang juara bertahan tiga tahun berturut-turut. Wanita asal Ambon itu dikenal garang, berpengalaman, dan memiliki teknik mematikan. Namanya sudah menjadi legenda di arena karate nasional. * VALERIE MARCEL, sang debutan cantik jelita. Untuk pertama kalinya ia berhasil menembus final. Banyak yang awalnya meremehkan, menganggap kecantikannya lebih cocok menghiasi panggung modeling, bukan atlit karate. Namun langkah demi langkah, ia membuktikan kualitasnya dengan menyingkirkan lawan-lawan tangguh, hingga kin

  • Badai Sang Pemberani   027. Kisah Wanita Konglomerat

    Mellisa Christina adalah nama yang menggetarkan dunia bisnis tekstil di kawasan Asia. - seorang wanita karir keturunan Jawa-Tiongoa. Pada usianya yang sudah melampaui ke-45 tahun, ia telah menjelma menjadi salah satu wanita paling berpengaruh di benua itu. Perusahaannya, Christina Textile Group, bukan sekedar pabrik kain biasa. Dalam dua dekade terakhir, perusahaan tersebut merajai pasar serat, kain premium, hingga ekspor ke Eropa dan Amerika. Namun di balik gemerlap kekayaannya, kehidupan pribadi Mellisa tak selalu mudah. Ia telah menjanda selama 15 tahun setelah kematian suaminya yang pertama, seorang pengusaha ternama asal Francis bernama Marcel, sejak saat itu Mellisa membangun bisnisnya sendiri hingga menjadi perusahaan raksasa di kawasan Asia, dan dari pernikahan-nya dengan suami asal Francis--Marcel, mereka di karuniai seorang anak perempuan yang cantik bernama: Valerie Marcel. Namun setelah Marcel tewas di sebabkan kecelakaan yang terjadi di Francis, Mellisa memilih menutup

  • Badai Sang Pemberani   026. Mengembalikan Badai

    Setelah selesai istirahat siang, rapat kembali di lanjutkan. Aroma kopi hitam masih terasa di udara, sementara raut wajah para perwira tetap penuh ketegangan. Slide baru ditampilkan di layar, berisi bagan jaringan sindikat dan titik-titik merah jalur peredaran barang ilegal yang tersebar di berbagai kota besar Indonesia. Komjen Handoyo kemudian menekan remote control, menampilkan foto beberapa tokoh mafia internasional di layar. Salah satunya: Calvin Law, sang bos besar yang kini namanya bergema di kawasan Asia. "Dia adalah Calvin," ucap Handoyo tegas. "Sosok bayangan yang kita tahu beroperasi di balik banyak bisnis ilegal. Sayangnya, sampai hari ini... dia tak pernah bisa disentuh hukum. Semua upaya kita seakan kandas sebelum sampai kepadanya. Pertanyaannya, siapa yang melindunginya di negeri ini?" Suasana rapat berubah semakin berat. Beberapa perwira saling berbisik, tapi tak ada yang berani bersuara keras. Komjen Handoyo berdiri, menatap semua yang hadir. "Mulai hari ini, s

  • Badai Sang Pemberani   025. Berita Sedih

    Malam semakin pekat. Ombak kecil memecah dermaga, sementara angin laut membawa aroma rasa garam yang menusuk. Badai berdiri tegap, wajahnya masih menyimpan ketegangan yang belum luruh. Marta, Josep, dan Yopie menjaga posisi masing-masing, memastikan tidak ada celah bagi Patrik untuk melarikan diri lagi.Tak lama kemudian, suara deru mesin motor laut terdengar mendekat. Lampu sorot menembus gelapnya malam. Tim kepolisian setempat datang lengkap dengan pasukan bersenjata. Mereka turun dengan cepat, menyebar, dan mengamankan area sekitar."Inspektur Badai!" salah satu komandan tim menyapa sambil memberi hormat singkat. "Kami sudah terima semua laporan Anda. Lokasi langsung steril."Badai mengangguk singkat. "Target utama--sang bos sindikat - Patrik - sudah kami amankan. Hati-hati, dia licik dan cerdik, bahkan sempat membuka borgol coba melarikan diri. Sekarang kondisinya luka tembak di kedua kakinya. Butuh penanganan medis segera."Dua polisi medis segera menghampiri, memberi perban seme

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status