Keberhasilan Calvin Law menjadi sang juara tak terkalahkan menjadikan namanya semakin terkenal di arena pertarungan bebas. Ucapan selamat datang dari segala arah, namun Calvin tahu, kemenangan hanyalah pembuka dari awal sebuah kehancuran yang jauh lebih dahsyat di banding dengan pertarungan sehebat apa pun.
Beberapa hari kemudian, Miguel terbang kembali ke negaranya, Meksiko, untuk mengurus bisnisnya. Kepergian itu menjadi celah yang tak pernah Calvin dan Nadya rencanakan. Pertemuan pertama setelah pertandingan terjadi di sebuah kafe tersembunyi di sudut kota. Nadya datang dengan mantel panjang, rambutnya dibiarkan terurai. Mereka duduk berhadapan, awalnya hanya berbicara ringan - tentang pertandingan, tentang hidup, tentang mimpi. Tapi semakin lama, percakapan itu merayap ke wilayah yang lebih pribadi. Yang awalnya hanya tatap-tatapan singkat berubah menjadi sentuhan singkat di meja, lalu menjadi pertemuan rutin. Mereka mulai saling mencari alasan untuk bertemu, berjalan di malam hari, atau hanya duduk di mobil memandangi hujan. Rahasia itu mereka jaga rapat-rapat. Tidak ada foto bersama, tidak ada pesan yang disimpan lama. Mereka tahu akibat yang akan mereka hadapi, tapi justru di situlah letak daya tariknya. Hari-hari berjalan, dan apa yang dimulai sebagai rasa penasaran kini berubah menjadi. cinta yang membakar. Nadya menemukan ketulusan di balik tatapan Calvin, sesuatu yang tak ia dapatkan dari Miguel. Calvin menemukan kelembutan dan perhatian yang selama ini tidak pernah ia rasakan dari siapa pun. Di balik gemerlap lampu kota dan sorak kemenangan di arena, mereka membangun dunia mereka sendiri - dunia yang hanya milik berdua, di mana waktu seakan berhenti, dan cinta tumbuh liiar di antara bayang-bayang rahasia. ***** Malam itu, di sebuah kamar hotel sederhsna namun hangat, hujan turun perlahan membasahi jendela kaca. Lampu temaram menyinari dua sosok yang duduk saling berhadapan di atas ranjang, bebalut keheningan yang indah. Calvin memandangi wajah Nadya, wanita yang selama enam bulan terakhir telah menjadi bagian dari jiwanya. Bukan sebagai kekasih rahasia, bukan hanya pelarian, tapi sebagai cinta sejati. Nadya menunduk perlahan, menggenggam tangan Calvin dengan lembut. NADYA: "Aku sudah memikirkan ini sejak lama, sayang. Aku tak ingin lagi hidup dalam bayang-bayang. Aku lelah menjadi milik seseorang hanya karena kekayaan. Mobil mewah, perhiasan, apartemenz--semua itu tak ada artinya jika di bandkng denganmu. Aku ingin selalu bersamamu. Calvin menarik napas dalam-dalam, jari-jarinya membelai pipi Nadya yang halus. CALVIN: "Aku juga merasa hal yang sama seperti yang kau katakan. Kau tahu aku bukan pria kaya. Tapi aku bisa bekerja keras, dan aku berjanji akan selalu membahagiakanmu dengan seluruh yang kumiliki." Nadya tersenyum, namun air matanya menetes pelan - bukan karena sedih, melainkan karena bahagia. NADYA: "Kita akan kembali semuanya dari nol kan? Tinggalkan semuanya. Aku rela kehilangan seluruh kemewahan ini, asalkan kau selalu ada di sampingku setiap hari." Calvin memeluknya erat. Didadanya, detak jantung Nadya terasa damai. CALVIN: "Pertarunganku Minggu depan, akan menjadi yang terakhir. Setelah itu... aku akan melamarmu. Kita akan mulai hidup yang baru." NADYA : "Kau sudah yakin?" Calvin menatap Nadya dalam-dalam."Aku selalu yakin dengan yang ku katakan, apalagi itu tentang kamu. Hanya satu yang ku takuti dalam hidupku." "Apa itu?" tanya Nadya. "Kehilanganmu. Lebih baik aku kehilangan segalanya daripada harus kehilanganmu di hidupku," ucap Calvin cepat. Nadya tersenyum, matanya berkaca-kaca, "Kau tahu, dulu aku berfikir cints hanya soal kenyamanan. Tapi kenyataannya, cinta itu... seperti ini. Sederhana. Menenangkan, membuat jantung berdebar. Sangat sulit. untuk di rangkai dengan kata-kata. Hanya hati yang bicara." Calvin membelai rambut Nadya dengan lembut. "Dan aku hanya berfikir bertarung dan menjadi yang terhebat di atas ring. Tapi setelah mengenalmu, aku baru sadar... pertarungan terbesar adalah mempertahankan cinta sejati yang bersemi dan harus diperjuangkan." Nadya tersenyum. Mereka saling bertatapan, dan dalam setiap pandangan yang terjadi, ada janji yang lebih kuat dari sumpah manapun. CALVIN: "Kita akan bahagia, sayang. Aku janji. Aku akan bekerja dengan giat dan jujur., dengan cinta suci... kita akan bangun semuanya... bersama sampai anak cucu." Raut bahagia terpancar dari keduanya. Pelukan mereka pada malam itu bukan hanya pelukan sepasang kekasih, melainkan penyatuan dua jiwa yang telah siap meninggalkaan kehidupan lama demi menjalani dunia baru, yang mungkin lebih sulit - tapi jauh lebih berarti bagi cinta mereka yang tulus. Dalam biskan hujan dan kehangatan hembusan angin malam yang sejuk, mereka berdua menyadarii bahwa cinta ini bukan untuk sesaat. Tapi awal dari selamanya. ***** Hubungan jalinan asmara antara Nadya dan Calvin tersembunyi rapi selama berbulan-bulan, tapi semuanya hanya sementara. Miguel Cortez akhirnya mengetahui jalinan asmara yang terjalin antara keduanya. Malam itu, Miguel duduk diam di ruang kantornya yang mewah, memandangi layar tablet yang menampilkan foto-foto hasil penyelidikan dari pengintai yang di bayar oleh Miguel. Di sana, terlihat jelas - Calvin dan Nadya berjalan berdua di malam hari, tertawa, saling menggenggam tangan, berpelukan di sudut jalanan sepi. Tak butuh waktu lama bagi Miguel untuk menyimpulkan segalanya. Dadanya bergemuruh. Tangannya mengepal di atas meja, bergetar bukan karena amarah semata, tapi karena luka yang dalam. Selama ini ia begitu mencintai Nadya sepenuh hati, memberikan segalanya--apartemen, mobil mewah, perhiasan mahal, dan seluruh keperluannya, semua ia penuhi. Dan Calvin adalah petarung tak terkalahkan, mesin penghasil dolar baginya. Namun dua manusia yang paling ia percayai, ternyata bermain gila di belakangnya. "KALAU DIA BUKAN MILIKKU... MAKA TAK SEORANG PUN BOLEH MEMILIKINYA." Miguel berbisik lirih, suaranya dingin seperti baja. Ia masih menahan diri. Ia tetap tersenyum saat bertemu Calvin, seolah tak ada yang berubah. Bahkan memeluknya, memberi semangat untuk pertarungan besar minggu depan. Ia masih mencium pipi Nadya dengan hangat saat mereka bertemu di ruang publik. Namun di balik semua itu, Miguel telah merancang segalanya. Rencana itu akan berjalan tepat setelah pertarungan Calvin. Setelah pertandingan, Miguel akan melaksanakan rencananya. Sebuah rencana keji yang telah ia susun sebagai rasa sakit hati yang di pendam dari sebuah pengkhianatan. Ia tak peduli seberapa gelap jalan yang akan ia tempuh. Karena bagi Miguel Cortez, cinta yang dikhianat, dan pengorbanan yang tak di hargai... adalah alasan sah untuk sebuah kehancuran. Dan semua itu telah tersimpan dalam benaknya. Sebuah keputusan akibat nafsu dari perasaan hati yang telah di rasuki. Cinta yang di anggap suci menjadi sebuah kebencian yang merasuki dalam pikiran manusiia seperti Miguel. SEBESARNYA-BESARNYA PERTARUNGAN BUKAN YANG TERJADI DI ARENA PERTANDINGAN ATAU DI MEDAN PERANG, TAPI ADA DALAM DIRI MANUSIA. KEMENANGAN SEJATI APABILA SESEORANG MAMPU MENGALAHKAN NAFSU DALAM DIRINYA.Wasit memberi aba-aba, dan Lisbet langsung meluncur bagai macan lapar. Pukulan beruntun, tendangan cepat, semua di arahkan ke tubuh Valeri tanpa henti. Penonton bersorak histeris melihat intensitas serangan sang juara bertahan. Namun berbeda dengan babak sebelumnya, kali ini Valeri tidak gegabah. Ia bergerak gesit dan lincah, mundur selangkah, memiringkan badan, menangkis seperlunya. Sesekali ia hanya mengangkat lengan untuk menutup serangan, lalu melangkah ke samping menghindar. Lisbet semakin garang, keringat membasahi wajahnya, nafas mulai memburu. Pukulan kerasnya beberapa kali hanya mengenai udara kosong. Valeri seolah tahu persis kapan harus mundur dan kapan harus menghindar. Tribun penonton semakin gaduh. "Kenapa Lisbet tidak berhasil mendaratkan serangan?!" teriak salah seorang komentator." "Valeri sepertinya sengaja mempermainkan tempo pertandingan! ada strategi dalam jurusnya - memancing emosi lawan." Lisbet mulai frustasi. Ia menghentak matras dengan kakinya, la
Di tribun VIP, Mellisa dan Alvaro duduk tenang memperhatikan. Mellisa melipat tangannya di depan dada, matanya tajam mengamati sang putri. Alvaro, dengan ekspresi santai, hanya sesekali tersenyum tipis, seolah menikmati drama di balik sorakan ribuan orang itu. Sementara Hilda terus berteriak, mengabaikan semua suara lain: "Fokus Valeri! kamu pasti juara!" Dan sorak sorai penonton makin menggila ketika announcer dengan suara lantang mulai memanggil nama finalis ke arena. Pertarungan final kejuaraan karate itu digelar dengan sistem dojo selama tiga ronde, setiap ronde berdurasi tiga menit. Suasana di dalam GOR Nasional begitu riuh. ribuan pasang mata menanti duel antara Lisbet Manuhutu, sang Juara bertahan tiga tahun berturut-turut, melawan Valerie Marcel, sang debutan cantik jelita yang baru pertama kali menembus final. Di sisi kanan arena, Lisbet tampak berdiri tegap. Wajahnya penuh percaya diri, sorot matanya tajam menantang. Ia berpengalaman, mengerti cara menguasai pang
Suasana GOR Nasional sore itu begitu riuh. Sorakan para suporter yang sudah berdatangan menggema, bendera-bendera kecil berkibar, dan dentuman musik penyemangat membuat udara semakin panas. Semua tertuju pada dua nama yang akan bertarung nanti malam. Hari itu bukan sembarang hari. Tapi sebuah momen final perebutan medali emas kejuaraan nasional karate mahasiswa. Dan yang lebih istimewa, pertandingan kali ini mempertemukan dua sosok dengan reputasi yang kontras: * LISBET MANUHUTU, sang juara bertahan tiga tahun berturut-turut. Wanita asal Ambon itu dikenal garang, berpengalaman, dan memiliki teknik mematikan. Namanya sudah menjadi legenda di arena karate nasional. * VALERIE MARCEL, sang debutan cantik jelita. Untuk pertama kalinya ia berhasil menembus final. Banyak yang awalnya meremehkan, menganggap kecantikannya lebih cocok menghiasi panggung modeling, bukan atlit karate. Namun langkah demi langkah, ia membuktikan kualitasnya dengan menyingkirkan lawan-lawan tangguh, hingga kin
Mellisa Christina adalah nama yang menggetarkan dunia bisnis tekstil di kawasan Asia. - seorang wanita karir keturunan Jawa-Tiongoa. Pada usianya yang sudah melampaui ke-45 tahun, ia telah menjelma menjadi salah satu wanita paling berpengaruh di benua itu. Perusahaannya, Christina Textile Group, bukan sekedar pabrik kain biasa. Dalam dua dekade terakhir, perusahaan tersebut merajai pasar serat, kain premium, hingga ekspor ke Eropa dan Amerika. Namun di balik gemerlap kekayaannya, kehidupan pribadi Mellisa tak selalu mudah. Ia telah menjanda selama 15 tahun setelah kematian suaminya yang pertama, seorang pengusaha ternama asal Francis bernama Marcel, sejak saat itu Mellisa membangun bisnisnya sendiri hingga menjadi perusahaan raksasa di kawasan Asia, dan dari pernikahan-nya dengan suami asal Francis--Marcel, mereka di karuniai seorang anak perempuan yang cantik bernama: Valerie Marcel. Namun setelah Marcel tewas di sebabkan kecelakaan yang terjadi di Francis, Mellisa memilih menutup
Setelah selesai istirahat siang, rapat kembali di lanjutkan. Aroma kopi hitam masih terasa di udara, sementara raut wajah para perwira tetap penuh ketegangan. Slide baru ditampilkan di layar, berisi bagan jaringan sindikat dan titik-titik merah jalur peredaran barang ilegal yang tersebar di berbagai kota besar Indonesia. Komjen Handoyo kemudian menekan remote control, menampilkan foto beberapa tokoh mafia internasional di layar. Salah satunya: Calvin Law, sang bos besar yang kini namanya bergema di kawasan Asia. "Dia adalah Calvin," ucap Handoyo tegas. "Sosok bayangan yang kita tahu beroperasi di balik banyak bisnis ilegal. Sayangnya, sampai hari ini... dia tak pernah bisa disentuh hukum. Semua upaya kita seakan kandas sebelum sampai kepadanya. Pertanyaannya, siapa yang melindunginya di negeri ini?" Suasana rapat berubah semakin berat. Beberapa perwira saling berbisik, tapi tak ada yang berani bersuara keras. Komjen Handoyo berdiri, menatap semua yang hadir. "Mulai hari ini, s
Malam semakin pekat. Ombak kecil memecah dermaga, sementara angin laut membawa aroma rasa garam yang menusuk. Badai berdiri tegap, wajahnya masih menyimpan ketegangan yang belum luruh. Marta, Josep, dan Yopie menjaga posisi masing-masing, memastikan tidak ada celah bagi Patrik untuk melarikan diri lagi.Tak lama kemudian, suara deru mesin motor laut terdengar mendekat. Lampu sorot menembus gelapnya malam. Tim kepolisian setempat datang lengkap dengan pasukan bersenjata. Mereka turun dengan cepat, menyebar, dan mengamankan area sekitar."Inspektur Badai!" salah satu komandan tim menyapa sambil memberi hormat singkat. "Kami sudah terima semua laporan Anda. Lokasi langsung steril."Badai mengangguk singkat. "Target utama--sang bos sindikat - Patrik - sudah kami amankan. Hati-hati, dia licik dan cerdik, bahkan sempat membuka borgol coba melarikan diri. Sekarang kondisinya luka tembak di kedua kakinya. Butuh penanganan medis segera."Dua polisi medis segera menghampiri, memberi perban seme