Home / Urban / Badai Sang Pemberani / 005. Romansa Sejuta Angan

Share

005. Romansa Sejuta Angan

Author: Iq Nst
last update Last Updated: 2025-08-10 06:57:47

Keberhasilan Calvin Law menjadi sang juara tak terkalahkan menjadikan namanya semakin terkenal di arena pertarungan bebas. Ucapan selamat datang dari segala arah, namun Calvin tahu, kemenangan hanyalah pembuka dari awal sebuah kehancuran yang jauh lebih dahsyat di banding dengan pertarungan sehebat apa pun.

Beberapa hari kemudian, Miguel terbang kembali ke negaranya, Meksiko, untuk mengurus bisnisnya. Kepergian itu menjadi celah yang tak pernah Calvin dan Nadya rencanakan.

Pertemuan pertama setelah pertandingan terjadi di sebuah kafe tersembunyi di sudut kota. Nadya datang dengan mantel panjang, rambutnya dibiarkan terurai. Mereka duduk berhadapan, awalnya hanya berbicara ringan - tentang pertandingan, tentang hidup, tentang mimpi. Tapi semakin lama, percakapan itu merayap ke wilayah yang lebih pribadi.

Yang awalnya hanya tatap-tatapan singkat berubah menjadi sentuhan singkat di meja, lalu menjadi pertemuan rutin. Mereka mulai saling mencari alasan untuk bertemu, berjalan di malam hari, atau hanya duduk di mobil memandangi hujan.

Rahasia itu mereka jaga rapat-rapat. Tidak ada foto bersama, tidak ada pesan yang disimpan lama. Mereka tahu akibat yang akan mereka hadapi, tapi justru di situlah letak daya tariknya.

Hari-hari berjalan, dan apa yang dimulai sebagai rasa penasaran kini berubah menjadi cinta yang membakar. Nadya menemukan ketulusan di balik tatapan Calvin, sesuatu yang tak ia dapatkan dari Miguel. Calvin menemukan kelembutan dan perhatian yang selama ini tidak pernah ia rasakan dari siapa pun.

Di balik gemerlap lampu kota dan sorak kemenangan di arena, mereka membangun dunia mereka sendiri - dunia yang hanya milik berdua, di mana waktu seakan berhenti, dan cinta tumbuh liar di antara bayang-bayang rahasia.

*****

Malam itu, di sebuah kamar hotel sederhana namun hangat, hujan turun perlahan membasahi jendela kaca. Lampu temaram menyinari dua sosok yang duduk saling berhadapan di atas ranjang, bebalut keheningan yang indah. Calvin memandangi wajah Nadya, wanita yang selama enam bulan terakhir telah menjadi bagian dari jiwanya. Bukan sebagai kekasih rahasia, bukan hanya pelarian, tapi sebagai cinta sejati.

Nadya menunduk perlahan, menggenggam tangan Calvin dengan lembut.

NADYA: "Aku sudah memikirkan ini sejak lama, sayang. Aku tak ingin lagi hidup dalam bayang-bayang. Aku lelah menjadi milik seseorang hanya karena kekayaan. Mobil mewah, perhiasan, apartemen--semua itu tak ada artinya jika di banding denganmu. Aku ingin selalu bersamamu.

Calvin menarik napas dalam-dalam, jari-jarinya membelai pipi Nadya yang halus.

CALVIN: "Aku juga merasa hal yang sama seperti yang kau katakan. Kau tahu aku bukan pria kaya. Tapi aku bisa bekerja keras, dan aku berjanji akan selalu membahagiakanmu dengan seluruh yang kumiliki."

Nadya tersenyum, namun air matanya menetes pelan - bukan karena sedih, melainkan karena bahagia.

NADYA: "Kita akan kembali semuanya dari nol kan? Tinggalkan semuanya. Aku rela kehilangan seluruh kemewahan ini, asalkan kau selalu ada di sampingku setiap hari."

Calvin memeluknya erat. Didadanya, detak jantung Nadya terasa damai.

CALVIN: "Pertarunganku Minggu depan, akan menjadi yang terakhir. Setelah itu... aku akan melamarmu. Kita akan mulai hidup yang baru."

NADYA : "Kau sudah yakin?"

Calvin menatap Nadya dalam-dalam."Aku selalu yakin dengan yang ku katakan, apalagi itu tentang kamu. Hanya satu yang ku takuti dalam hidupku."

"Apa itu?" tanya Nadya.

"Kehilanganmu. Lebih baik aku kehilangan segalanya daripada harus kehilanganmu di hidupku," ucap Calvin cepat.

Nadya tersenyum, matanya berkaca-kaca, "Kau tahu, dulu aku berfikir cinta hanya soal kenyamanan. Tapi kenyataannya, cinta itu... seperti ini. Sederhana. Menenangkan, membuat jantung berdebar. Sangat sulit untuk di rangkai dengan kata-kata. Hanya hati yang bicara."

Calvin membelai rambut Nadya dengan lembut. "Dan aku hanya berfikir bertarung dan menjadi yang terhebat di atas ring. Tapi setelah mengenalmu, aku baru sadar... pertarungan terbesar adalah mempertahankan cinta sejati yang bersemi dan harus diperjuangkan."

Nadya tersenyum. Mereka saling bertatapan, dan dalam setiap pandangan yang terjadi, ada janji yang lebih kuat dari sumpah manapun.

CALVIN: "Kita akan bahagia, sayang. Aku janji. Aku akan bekerja dengan giat dan jujur., dengan cinta suci, kita akan bangun semuanya... bersama sampai anak cucu."

Raut bahagia terpancar dari keduanya. Pelukan mereka pada malam itu bukan hanya pelukan sepasang kekasih, melainkan penyatuan dua jiwa yang telah siap meninggalkaan kehidupan lama demi menjalani dunia baru, yang mungkin lebih sulit - tapi jauh lebih berarti bagi cinta mereka yang tulus.

Dalam bisikan hujan dan kehangatan hembusan angin malam yang sejuk, mereka berdua menyadari bahwa cinta ini bukan untuk sesaat. Tapi awal dari selamanya.

*****

Hubungan jalinan asmara antara Nadya dan Calvin tersembunyi rapi selama berbulan-bulan, tapi semuanya hanya sementara. Miguel Cortez akhirnya mengetahui jalinan asmara yang terjalin antara keduanya.

Malam itu, Miguel duduk diam di ruang kantornya yang mewah, memandangi layar tablet yang menampilkan foto-foto hasil penyelidikan dari pengintai yang di bayar oleh Miguel. Di sana, terlihat jelas - Calvin dan Nadya berjalan berdua di malam hari, tertawa, saling menggenggam tangan, berpelukan di sudut jalanan sepi. Tak butuh waktu lama bagi Miguel untuk menyimpulkan segalanya.

Dadanya bergemuruh. Tangannya mengepal di atas meja, bergetar bukan karena amarah semata, tapi karena luka yang dalam. Selama ini ia begitu mencintai Nadya sepenuh hati, memberikan segalanya--apartemen, mobil mewah, perhiasan mahal, dan seluruh keperluannya, semua ia penuhi. Dan Calvin adalah petarung tak terkalahkan, mesin penghasil dolar baginya.

Namun dua manusia yang paling ia percayai, ternyata bermain gila di belakangnya.

"KALAU DIA BUKAN MILIKKU... MAKA TAK SEORANG PUN BOLEH MEMILIKINYA." Miguel berbisik lirih, suaranya dingin seperti baja.

Ia masih menahan diri. Ia tetap tersenyum saat bertemu Calvin, seolah tak ada yang berubah. Bahkan memeluknya, memberi semangat untuk pertarungan besar minggu depan. Ia masih mencium pipi Nadya dengan hangat saat mereka bertemu di ruang publik.

Namun di balik semua itu, Miguel telah merancang segalanya.

Rencana itu akan berjalan tepat setelah pertarungan Calvin. Setelah pertandingan, Miguel akan melaksanakan rencananya. Sebuah rencana keji yang telah ia susun sebagai rasa sakit hati yang di pendam dari sebuah pengkhianatan.

Ia tak peduli seberapa gelap jalan yang akan ia tempuh. Karena bagi Miguel Cortez, cinta yang dikhianat, dan pengorbanan yang tak di hargai... adalah alasan sah untuk sebuah kehancuran. Dan semua itu telah tersimpan dalam benaknya. Sebuah keputusan akibat nafsu dari perasaan hati yang telah di rasuki. Cinta yang di anggap suci menjadi sebuah kebencian yang merasuki dalam pikiran manusia seperti Miguel.

SEBESARNYA-BESARNYA PERTARUNGAN BUKAN YANG TERJADI DI ARENA PERTANDINGAN ATAU DI MEDAN PERANG, TAPI ADA DALAM DIRI MANUSIA. KEMENANGAN SEJATI APABILA SESEORANG MAMPU MENGALAHKAN NAFSU DALAM DIRINYA.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Badai Sang Pemberani   057. Pelarian Malam

    Sekitar dua kilometer dari desa nelayan itu, empat kendaraan tanpa plat nomor diam diam melintasi jalan tanah yang sunyi, tanpa lampu menyala. Di dalamnya, delapan orang polisi khusus dari unit anti teror India tengah mempersiapkan penyergapan. Dua di antaranya adalah pembunuh bayaran berdarah dingin yang sudah menerima instruksi dari Alvaro."Target harus hidup hanya untuk beberapa menit interogasi. Setelah itu, pastikan mereka lenyap untuk selamanya."Komandan unit, pria bernama Inspektur Dinesh Verma, telah menerima laporan dari seorang informan anonim, bahwa buronan internasional yang terlibat pembunuhan dua warga India dan sebagai penyusupan perairan nasional, tengah bersembunyi di sebuah rumah panggung tua di ujung desa pesisir.Dines mengecek jam tangannya. 03.24 dinihari. Waktu ideal untuk membekuk target tanpa menarik perhatian warga desa."Jangan bersuara. Gunakan peluru senyap. Tangkap mereka hidup-hidup jika bisa. Tapi kalau melawan..." Dinesh mengisyaratkan lehernya deng

  • Badai Sang Pemberani   056. Desa Persembunyian

    Langit pagi di desa nelayan itu seakan selalu lebih lembut bahkan lebih dari yang lain. Kabut tipis masih menggantung di atas laut, dan bau asin yang bercampur aroma kayu bakar menyambut setiap langkah. Rumah rumah berdinding bambu dan beratap ilalang berdiri rapuh namun hangat, seperti masyarakatnya yang sederhana tapi penuh penerimaan. Valeri duduk di atas dermaga kayu kecil, kakinya menjuntai menyentuh air laut yang jernih. Wajahnya yang biasanya tegar tampak teduh, tersapu sinar matahari pagi. Di sampingnya, Badai memancing dalam diam, namun hatinya tidak tenang. Bukan karena ikan yang enggan datang, tapi karena dia tahu kedamaian ini bisa sewaktu waktu runtuh. Valeri berbicara pelan: "Badai....kalau hidup kita normal, mungkin pagi seperti ini seperti biasa ya. Tapi sekarang...rasanya seperti mimpi." Badai melirik sekilas: "Mimpi yang bisa runtuh kapan saja. Desa ini seperti jeda di antara dua peluru." Valeri tersenyum samar: "Tapi aku bahagia...kalau kamu ada di sisiku. Ba

  • Badai Sang Pemberani   055. Mimpi Sepasang Kekasih

    Di tengah pelabuhan sepi yang hanya diisi suara debur ombak dan denting rantai kapal, Alfaro berdiri mengenakan mantel hitam panjang, wajahnya tersembunyi dalam bayang. Di hadapannya, seorang perwira polisi india berpangkat menengah dan dua pria bertubuh kekar, bertato, dengan mata seperti binatang pemburu.Dua orang itu bukan orang sembarangan. Mereka adalah pembunuh bayaran yang dikenal dalam dunia hitam India selatan bernama Rajan dan Babu bersaudara, ahli dalam beladiri dan pembunuhan senyap.Alvaro berbicara dengan datar dan tenang dalam bahasa inggris:"Saya tidak bayar kalian untuk memastikan mereka hidup. Saya bayar kalian untuk memastikan....mereka mati. Kalau mereka sudah mati, bagus. Tapi kalau mereka masih bernapas....pastikan napas itu adalah yang terakhir."Babu, salah seorang dari pembunuh bayaran menyela:"Kami tidak membunuh anak anak atau wanita."Salah seorang pembunuh bayaran yang bernama Rajan ikut menyela sambil tertawa dingin. "Kecuali bayarannya bagus. Dan kam

  • Badai Sang Pemberani   054. Keyakinan yang Tetinggal

    Di balik dinding kaca vila yang megah dan taman tropis yang sempurna, Mellisa duduk sendiri di ruang kerja pribadinya. Senyap. Laptop tertutup. Telepon genggamnya tak berhenti bergetar. Pesan dari media, pengacara, bahkan wartawan luar negeri. Tangannya gemetar, tapi bukan karena takut. Karena marah. Karena bingung. Karena luka. Langit sore ubud berwarna tembaga, tapi hatinya abu abu. Mellisa berjalan pelan ke jendela besar yang menghadap kolam datar. Tapi pikirannya bukan di sana. Pikirannya kembali pada malam terakhir ia melihat Valeri sebelum putrinya itu berangkat liburan ke Raja Ampat. Dua minggu yang lalu. Saat mereka bertengkar karena Alvaro. Mellisa duduk kembali di kursi rotan antik warisan keluarganya. Ia membuka album Valeri lama. Tawa penuh cahaya. "Anakku tak mungkin pembunuh." Air mata jatuh. Bukan karena lemah. Tapi karena seorang ibu yang merasa kehilangan dan percaya pada suara hatinya sendiri. ***** Mellisa mengenakan gaun krem elegan dan mantel tipis.

  • Badai Sang Pemberani   053. Belaian Dalam Mimpi

    Nelayan itu tak banyak bicara. Ia memberi mereka air minum dari botol usang dan sepotong roti kering, lalu menatap ke arah cakrawala, memastikan arah pulang. Diwajah tuanya terpahat ketenangan dan kebijaksanaan hidup yang panjang di lautan. Badai sempat bertanya namanya, tapi si nelayan hanya tersenyum samar, lalu menggeleng pelan, seolah mengatakan: namaku tak penting, yang penting kalian selamat. Sesampainya di sebuah desa nelayan kecil di pesisir india, Valeri dan Badai disambut oleh warga dengan tangan terbuka. Meski tempat itu sederhana, mereka diberi tempat untuk beristirahat, makanan hangat, dan pakaian bersih. Badai dan Valeri berterima kasih dalam diam pada kehidupan dan pada si nelayan tua yang menyelamatkan mereka tanpa meminta imbalan. Dalam remang cahaya lampu minyak, Badai duduk memandangi api kecil dari perapian buatan. Valeri mendekat, menyelimuti bahunya dengan selimut yang mereka bagi berdua. "Aku hampir tidak percaya dengan kejadian ini, dari terombang ambing d

  • Badai Sang Pemberani   052. Lompatan Di Tengah Badai

    Valeri dan Badai berdiri di bibir atap. Napas mereka memburu. Darah dan air hujan bercampur di wajah mereka. Laut mengamuk dibawah, gelap dan ganas. Tapi sebelum mereka melompat. ""Whoop whoop whoop...!!!" Sebuah helikopter tempur muncul dari balik badai! Lampu sorotnya menyorot wajah mereka. Suara bilahnya menampar udara seperti palu perang. Pintu heli terbuka. Empat pria bersenjata laras panjang mengarahkan senapan ke arah mereka. Pilot Heli berteriak melalui pengeras suara: "Letakkan diri anda!," angkat tangan!," kalian di kepung!" Valeri memicingkan mata melawan cahaya. Dari belakang, langkah kaki para penjaga menara mulai mendekat. Tangga bergetar. Mereka benar benar terjepit: Langit dan laut bersatu menjadi perangkap maut. Valeri berbisik kepada Badai: "Kalau kita bertahan di sini," kamu pasti ngerti apa yang akan terjadi." Badai menatap ke bawah dan kembali memandang Valeri. "Tapi setidaknya kalau kita melompat bersama, kita belum tahu apa yang akan terjadi n

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status