Share

Gadis Berkaki Indah

Penulis: Rucaramia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-23 10:58:00

Gaara terbangun dalam kondisi kepala serasa mau pecah. Pemuda itu mengerang seraya menahan rasa sakit yang menusuk di kepala. Sambil menggertakan gigi, Gaara turun dari ranjang dan menyadari secara misterius dia telah mengenakan piyama. Dia sudah tidak ingat lagi apa yang dia kenakan semalam, dan peduli setan siapa yang mengganti pakaiannya.

Dengan malas-malasan Gaara menyeret langkahnya menuju ke bawah, berharap dapat menemukan aspirin untuk mengurangi rasa sakit yang makin menjadi-jadi. Rasa kesal kian menjadi-jadi ketika dia tidak menemukan siapapun yang dapat dia suruh untuk mengambilkannya benda itu.

“Kemana para bedebah itu berada saat aku membutuhkan mereka?” rutuk Gaara masih menyeret langkahnya yang gontai sepanjang jalan.

Ketika dia memasuki dapur, seluruh kekesalannya sirna seketika berganti dengan kebingungan tatkala mendapati sosok seorang gadis yang tidak dia kenal. Perempuan itu sedang memunggunginya, sehingga Gaara tidak bisa melihat bagaimana wajahnya. Hanya saja berkat penampakan tersebut Gaara jadi terpaksa mengingat-ingat kejadian yang barangkali dia sempat lupakan kemarin.

Rambut gadis itu pirang dengan panjang mencapai pertengahan punggung. Dia bergerak kesana kemari hanya mengenakan kaos yang Gaara kenali adalah salah satu dari miliknya. Tetapi rasanya lucu melihat pakaiannya di kenakan perempuan itu, sebab di badan si gadis kaos Gaara yang pas bisa jadi oversize untuknya bahkan panjangnya mencapai pertengahan paha. Pemandangan yang lumayan indah untuk disaksikan dipagi hari mengingat sepasang kaki gadis itu cukup elok untuk dipandangi.

“Apa kau memakai sesuatu dibalik kaos itu?” celetuk Gaara yang serta merta langsung mengagetkan si gadis yang sedang sibuk sendiri disana.

Dia bahkan nyaris menjatuhkan ketel air ditangannya bila dia tidak sigap menjaga keseimbangan. Dan begitu berbalik, barulah Gaara mengingat siapa sosok perempuan yang berada di dapurnya sekarang.

Esther?

“Selamat pagi,” sapa perempuan itu sambil menganggukan kepalanya dengan gerakan yang canggung, kedua matanya juga tampak berusaha keras untuk menghindari kontak mata yang lebih dari sedetik dengannya. “Uh … maaf aku menggunakan dapurmu. Tapi aku ingin teh hangat, tetapi aku tidak bisa menemukan siapapun jadi …”

Penjelasan darinya terputus begitu saja sebab Gaara menanggapi perkataan Esther dengan hanya sebatas mengangkat bahu. Lagipula walau dia si pemilik rumah, sejujurnya kalau ditanya kemana semua orang pergi Gaara juga tidak bisa berkomentar apa-apa atas raibnya semua orang di rumah besarnya.

“Oh ya aku membuatkan ini untukmu,” tutur Esther seraya pelan-pelan menuangkan isi ketel yang beberapa saat lalu hampir dia jatuhkan ke dalam cangkir teh yang sudah dia siapkan di atas meja dapur. “Ini manjur untuk menghilangkan hangover,” tambahnya lagi sambil mendorong cangkir tersebut agar Gaara dapat meraihnya dengan lebih dekat. Gaara hanya mengangkat alis menyadari bahwa perempuan ini cukup baik hingga memberikannya pelayanan seperti ini. Diam-diam Gaara jadi berspekulasi.

“Apa semalam aku menidurimu?” tanya Gaara santai ketika sekali lagi dia menatap penampilan Esther yang mengenakan salah satu pakaiannya dan berkeliaran di dapurnya pagi-pagi hanya untuk membuatkannya teh. Seolah dia tahu betul kondisinya semalam.

Mendengar pertanyaan Gaara yang terlalu to the point, kontan wajah Esther merah padam dia terlihat gelagapan. “T—tidak! ma—mana mungkin kan? bu—bukan begitu, ah sial! ini semua terjadi karena tengah malam kau datang ke rumahku!” tutur Esther yang untungnya lancar di akhir kalimat.

Gaara sejujurnya sedikit terhibur dengan reaksi gadis itu. Maka setelahnya untuk menutupi ekspresi sebenarnya dia meraih cangkir teh yang disajikan padanya dan menyesap cairan itu secara perlahan. Seketika ekspresinya memberenggut, itu bukan rasa yang dia harapkan. “Ini tidak enak.”

“Rasanya memang seperti itu, kalau kau mau membaik habiskan sampai tidak tersisa setetespun.”

Tanpa berkomentar, Gaara menatap wajah gadis itu secara intens. Beberapa potongan memori mulai datang menghampiri, tetapi detailnya dia masih belum meyakini. Tepat seperti yang dikatakan Esther dalam ingatannya dia memang mengunjungi rumah gadis itu. Hanya saja sisa ingatannya tidak berjalan mulus.

Kali ini Gaara memposisikan dirinya untuk duduk dan meniup cairan panas misterius buatan Esther sebelum meminumnya. “Hei, ceritakan padaku apa yang terjadi semalam setelah aku datang ke rumahmu.”

Nadanya terdengar memerintah. Bak pesuruh yang patuh, Esther menghela napasnya. Gadis itu menceritakan segalanya tetapi dia melewatkan fakta bahwa Gaara telah merenggut ciuman pertamanya. Sepanjang cerita, Esther tidak sekali pun memandang Gaara lama. Dia hanya sesekali melirik lalu kembali menatap ke arah lain. Sejujurnya Esther memang masih canggung berduaan seperti ini dengan sang berandal kampus.

“Itu saja?” sahut Garaa yang kemudian menghabiskan seluruh isi cangkir di genggamannya dalam sekali teguk.

Esther menganggukan kepala. “Ya. Hanya itu.”

“Kau yakin tidak terjadi hal-hal lain diantara kita?” selidik Gaara sekali lagi.

“Tidak ada.”

Gaara menyipitkan mata, entah dia terlalu sensitif atau memang merasa ada yang aneh saja. Tetapi dia merasa yakin bahwa ada sesuatu yang masih belum tuntas. Terlebih dari gerak geriknya, gadis itu sedikit gelisah. Gaara sebetulnya punya kesimpulannya sendiri. Hanya saja melihat Esther yang was was begini, dia jadi sedikit ingin menjahilinya sedikit.

“Kalau cuma itu, lantas kenapa kau bisa memakai bajuku?”

Esther menatap kaos yang dia kenakan sebelum menjawab. “Stella memberikan kaos ini sebagai baju ganti karena bajuku basah kuyup semalam. Jadi dia bilang sebelum bajuku kering aku harus pakai baju ganti. Dan aku dipinjami milikmu. Maaf memakainya tanpa izin lebih dulu,” sahut Esther sedikit menundukan kepalanya sebagai gesture penyesalan dan permintaan maaf yang tulus.

“Tidak masalah,” sahut Gaara.

Kalau boleh jujur walau yang dilakukan si care taker itu terbilang lancang. Tetapi Gaara tidak bisa marah padanya. Sebab berkat dia, Gaara bisa mendapatkan pemandangan indah dipagi buta. Terlebih Gaara juga tidak bisa menyangkal bahwa si Esther yang dia pikir biasa saja ini malah jadi terlihat seksi ketika memakai baju-nya. Secara naluriah, kedua mata Gaara mulai menjelajahi sekujur tubuh gadis itu dan sengaja berlama-lama menatap kedua kakinya yang tidak terbalut apa pun.

Bagaimana bisa dia tidak tahu? Bagaimana bisa dia melewatkan kedua kaki se-seksi ini di kampus?

Well, yang aku tanyakan sejak awal adalah apa kau memakai sesuatu dibalik kaos itu? kau belum menjawabnya tadi,” ujar Gaara persisten.

“Tentu saja pakai!” Dengan sedikit sebal lantaran dituding tidak memakai apa-apa, Esther secara impulsif mengangkat sedikit kaos yang dia kenakan ke atas untuk memperlihatkan celana yang terbilang kependekan untuk dia pakai. “Ini celana punya-nya Stella.”

Gaara menyeringai melihat wajah Esther yang tiba-tiba memerah. Jelas sekali kalau dia sekarang merasa malu dan tidak nyaman karena tindakan impulsifnya sendiri.

“Terlebih Gaara ….” Esther memulai. “Mengenai project home ec kita, jika kau memang benar-benar tidak bisa mengerjakannya aku sebenarnya tidak keberatan mengerjakannya sendiri. Aku tidak bermaksud buruk untuk itu hanya saja waktu kita tinggal hari ini dan besok kita harus sudah mengumpulkan hasilnya jadi—”

“Okay, okay, aku tahu,” potong Gaara sebal. Memang betul kalau project itulah yang mengawali seluruh interaksi diantara mereka berdua dan itu pula yang membuat gadis itu sekarang ada dirumahnya. Hanya saja ketika Esther membawa topik itu dalam situasi sekarang Gaara merasa agak terganggu. “Tidak adakah hal lain yang bisa kau pikirkan selain itu?”

“Aku hanya mencoba untuk mengkonfirmasi saja, lagipula niatku baik,” cicit gadis itu lagi.

“Yasudah kita kerjakan sekarang.”

“Sekarang?” Kini giliran Esther yang mendongak kaget.

“Kau bilang besok harus dikumpulkan kan?”

“Memang benar sih, tapi apa kau tidak mau mandi dulu? maksudku kau kan masih hangover?” sahut Esther masih setengah tidak percaya.

Gaara turun dari meja dapur kemudian merenggangkan badannya. Secara ajaib sakit kepala yang beberapa saat lalu menyiksanya hilang entah kemana. Mungkinkah minuman misterius yang dibuat gadis itu benar-benar mujarab?

“Tak apa. Kalau tunggu sampai nanti, aku bisa berubah pikiran.”   

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Badboy yang Harus Aku Taklukan   Side 2

    Baiklah ini mungkin sedikit tentang keluarga pasutri muda. sebenarnya tidak ada yang terlihat wah atau bagaimana kecuali fakta bahwa mereka mulanya adalah pasangan yang terlihat abnormal tetapi nyatanya bisa membuat sebuah keluarga yang terlampau manis bak gulali, apple candy, dan kue lapis legit. Namun terkadang juga bisa sepahit kopi, se asam lemon, se asin garam. Ya, barangkali inilah alasan mengapa hidup itu tidak selalu tentang satu rasa, sebab manis itu sendiri tidak akan pernah berarti bila tidak ada rasa yang lain. Hidup tidak melulu soal bahagia.Matahari sudah meninggi, teriknya telah menghidupkan semesta mencoba mengintip dari celah tirai jendela yang sengaja belum dibuka. Seiring dengan langkah Gaara yang sampai di ujung tengah dan lekas membuka pelan pintu kamarnya.Lelaki itu berjalan tanpa suara, seraya mengukir senyum yang paling sempurna. Kedua matanya memancarkan cahaya yang lembut, tampak sekali bahwa pria tersebut menyukai sosok wanita yang masih meringkuk nyaman d

  • Badboy yang Harus Aku Taklukan   Side 1

    Tidak disangka hari yang ditunggu akan tiba. Dia juga tidak habis pikir bahwa akan tiba masanya dia akan mengenakan pakaian serba putih dan didandani dengan cantik, terlebih nantinya dia akan bersanding dengan pria yang dia cintai. Senyuman manis terpatri di wajah Esther yang sudah dipoles dengan make up sedemikian rupa. Gadis itu sama sekali tidak bisa berhenti tersenyum untuk moment ini. Hari ini dia akan menikah, dengan seseorang yang dulunya adalah bad boy di kampus, lelaki yang mulanya hanya dijadikan sebagai objek taruhan antara dia dengan Vinson. Ceritanya memang selucu itu, tetapi tidak memudarkan bahwa cinta yang dia miliki kepada sang pria adalah cinta yang tulus.Setelah lulus dan berpacaran selama kurang lebih tiga tahun, Gaara datang ke kediamannya dan dengan gentle meminang Esther di depan ayahnya. Lamaran itu datang tanpa diduga sama sekali oleh Esther, dan dia teramat bahagia mendengar kesungguhan Gaara terhadapnya. Selang beberapa waktu, pria itu langsung sibuk memper

  • Badboy yang Harus Aku Taklukan   Life is Funy, Right?

    Esther terbangun karena rasa lapar di perut. Dia berbalik dan menemukan sepasang mata Gaara yang menatapnya dengan intens.Dia tertidur saat ditengah permainan, dan ranjang Gaara sekarang sudah menjadi favorit Esther. Dia tidak mau meninggalkannya.“Hei,” sapa gadis itu pada sang pemuda, dia tersenyum malu-malu.“Hei,” balas Gaara membalas senyumannya. “Kau lapar ya?”Esther mengangguk.“Aku sudah memanaskan sup dan ada sedikit roti juga. Mungkin rasanya tidak akan terlalu cocok, tapi aku pribadi memang jarang makan dirumah.”Esther terkekeh. “Kau seperti cenayang, bagaimana kau bisa tahu aku lapar?”“Aku mendengar suara perutmu.”Wajah Esther memerah, sementara Gaara malah tertawa. Mereka kemudian makan bersama di tempat tidur. Makan terakhir yang Esther makan memang hanya sarapan di pesawat. Rasa lelah membuat Esther melupakan banyak hal termasuk urusan mengisi perut. Dan meski Gaara bilang rasanya mungkin tidak sesuai, tetapi bagi Esther makanan itu adalah yang paling nikmat yang p

  • Badboy yang Harus Aku Taklukan   Body Rhytm

    “Menurutmu apa aku punya pilihan Gaara?” Dia merasakan air mata membasahi pelupuk mata. “Aku sendirian. Jika ada satu kesempatan bagiku untuk bisa menyelamatkan diri, tentu aku akan melakukannya.”“Bagaimana bisa kau melakukan itu sementara—”“Siapa yang kau pikir akan menolongku saat itu? Apakah kau Gaara? Kau? Tentu saja aku tidak pernah berpikir kesana karena aku orang asing bagimu sementara Vinson adalah teman baikmu. Dan apa yang kau lakukan saat kau tahu aku kesulitan di kampus ketika Vinson membully-ku? Kau tidak melakukan apapun.” Gaara hendak memotongnya, tetapi Esther segera mengangkat tangan mencoba untuk menghentikan apapun yang akan lelaki katakan sebagai bentuk dari pada pembelaan. “Kita pernah membicarakan ini dulu sekali. Aku tidak berusaha sedang menyalahkan keadaan ini kepadamu. Faktanya, memang pada saat itu aku tidak punya seorangpun yang bisa menolongku. Pada akhirnya aku hanya harus melakukan sesuatu agar aku bisa menyelamatkan diriku sendiri. Terus terang taruha

  • Badboy yang Harus Aku Taklukan   Penjelasan Dari Esther

    Gaara yakin dia berhalusinasi ketika melihat sosok perempuan berambut keperakan yang berdiri di muka rumahnya.Tidak. Tidak mungkin itu Esther.Selain Gaara hanya ada dua orang yang tahu soal keberadaan rumah ini. Paman Yoshi dan ayahnya.Bahkan saat Gaara turun dari jeep dan melepas kacamata hitamnya untuk memastikan bahwa terik matahari tidak membuatnya berhalusinasi, sosok tersebut masih berada disana. Semakin mendekat, Gaara semakin yakin bahwa sosok itu memang adalah Esther.Perasaannya kian membuncah dan tidak terkendali. Tetapi diantara itu semua, Gaara tidak bisa berbohong bahwa dia bersyukur melihat Esther ada disini. Apalagi mengingat bahwa beberapa saat yang lalu dia nyaris membuat keputusan yang mungkin akan disesalinya.Ketika dia berhasil memeluk sosok itu, rasa lega segera menyebar dalam hatinya. Dia tidak tahu bagaimana caranya Esther bisa berada disini. Namun dia bersyukur bahwa sekali lagi dia masih bisa menyentuh kehangatan kulit gadis itu. Berada didekat Esther mem

  • Badboy yang Harus Aku Taklukan   Nyaris Putus Asa

    Sejak meninggalkan rumah yang dahulu menjadi tempat dia menghabiskan waktu bersama sang bunda tercinta. Gaara tidak menduga bahwa akan ada saatnya dia kembali ke rumah ini. Tepat seperti dugaannya pula tidak ada satu bagian dari rumah ini yang berubah. Ayahnya pasti melakukan segala cara agar rumah tersebut tetap sama persis seperti saat masih ditinggali oleh ibunya terakhir kali. Gaara bisa melihatnya dari taman bunga dan juga gazebo tempat ibunya dulu selalu menghabiskan waktu bersama Gaara untuk membacakannya sebuah dongeng.Gaara tidak bisa membohongi dirinya. Rumah itu sangat mencerminkan kepribadian ibunya. Setiap sudutnya memaksa Gaara mengingat semua memori tentang wanita itu. Ketika Gaara pertama kali melewati pintu depan rumah tersebut, dia merasa seperti melihat hantu ibunya dari masa lalu.Dalam perjalannnya ke Australia, Gaara sebenarnya telah membayangkan ratusan skenario yang ingin dia lakukan pada rumah tersebut. Hal pertama yang mampir ke otaknya adalah membersihkan s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status