“Hey!” seru Esther kencang melawan deru hujan disekitar mereka. Sebab Gaara tiba-tiba saja terbangun dan menarik Esther ke dalam pelukannya.
Sebelum Esther bisa mengucapkan apa-apa lagi, Gaara mendorong Esther hingga punggung gadis itu menempel ke mobil, kemudian tanpa ba bi bu pria itu langsung melumat bibir Esther secara serampangan.
“!” Esther terlalu kaget dengan apa yang baru saja terjadi diantara mereka berdua. Tubuhnya membeku, tetapi tanpa sadar gadis itu mengerang ketika lidah Gaara bergerak membuka bibirnya. Tindakan pria itu membuat Esther dapat mengecap rasa alkohol beserta rasa dari makanan yang mereka makan.
Mula-mula memang Esther terlalu terkejut untuk bisa menghentikan Gaara, tetapi beberapa saat kemudian dia sudah tidak peduli lagi soal benar dan salah. Gelombang gairah yang memabukan terlalu membutakan buatnya, menerpa hingga dia tidak bisa berpikir secara rasional.
‘Sial, oh Tuhan … ciuman pertamaku’ sisi dalam pikirannya berteriak. Tidak pernah terbayangkan sedikitpun bahwa ciuman pertamanya akan terjadi di tengah hujan, tubuhnya dihimpitkan ke mobil, dan yang paling tidak masuk akal adalah dia melakukan semua ini dengan seorang Gaara Maxwell. Orang yang lekat dengan sebutan badboy di kampus.
Kedua tangan Gaara yang tadinya berada dibahu Esther mulai meluncur turun ke pinggangnya.
“Hmmp …!” Esther sempat terkesiap ketika Gaara menarik pinggulnya agar mereka semakin menempel satu sama lain. Tak cukup sampai disitu tangan kanannya bahkan bergerak ke balik sweater tipis Esther yang telah basah kuyup. Gaara dengan mudah membuka kaitan bra yang Esther kenakan dengan tangannya merayap ke baliknya. Tangannya mula-mula hanya mengusap, kemudian berlanjut dengan belaian.
“Ngh ….” Tindakan Gaara memancing erangan gairah bercampur panik dari tenggorokan Esther. Sensasi ini terlalu liar, dan Esther sangat takut tidak bisa melarikan diri lagi, dia takut tidak bisa mengontrol responnya sendiri ketika ciuman Gaara semakin panas.
Detik berikutnya Esther tersentak hebat, Pria ini sedang mabuk dan bergairah, dan Esther hanyalah perempuan yang kebetulan berada disekitarnya. Pikiran tersebut berhasil mengumpulkan kembali sisi kewarasannya dan mengusir seluruh gairah menggebu-gebu yang menerpanya. Lalu dengan sekuat tenaga Esther mendorong pria itu, tetapi dia tetap saja tidak bergeming.
Menyadari mendapatkan penolakan dari pasangannya, Gaara akhirnya mengangkat kepalanya membuat Esther lega. Tetapi sejurus kemudian dia malah melakukan hal yang lebih parah, mencium rahang, dagu, lalu turun ke lehernya. Tangan kiri yang tadi berada di pinggang Esther mulai merayap ke atas dan menyentakan kepala gadis itu hingga mendongak agar Gaara bisa lebih bebas mengeksplorasi lehernya. Tangan kanannya yang sejak tadi berada dalam pakaian Esther mulai bergerak makin liar.
“Oh my God.” Esther hanya bisa mendongak, menatap langit, menatap hujan yang sangat disukainya. Ini gila! Tubuhnya terasa luluh lantah oleh sentuhan Gaara, isi kepalanya semraut tidak karuan. Esme sudah pasrah, kenikmatan ini tidak bisa dia lewatkan.
“HEY APA YANG KALIAN LAKUKAN DISANA?!”
Begitu mendengar suara seorang perempuan membelah gemuruh hujan, Esther langsung tersentak, Gaara juga kaget sehingga akhirnya Esther bisa memanfaatkan kesempatan itu untuk menjauh dari Gaara. Secepat kilat Esther memperbaiki pakaiannya yang nyaris diporakporandakan oleh pria itu. Meskipun tidak banyak yang bisa dia lakukan karena pakaiannya sudah diguyur habis-habisan oleh air hujan.
“Gaara, sebaiknya kau masuk.” Suara Esther terdengar mencicit, dia tidak berani menatap Gaara sama sekali. Ini terlalu memalukan. Jadinya dia hanya mendorong punggung pria itu agar dia mau mendaki tangga menuju pintu di depan sana.
Tepat di depan pintu tersebut berdiri seorang gadis bertubuh mungil dengan rambut pendek sebahu, kedua tangannya tersilang di depan dada dan wajahnya memerah karena campuran marah dan juga malu. Esther tahu kalau dia melihat apa yang baru saja mereka perbuat.
“Siapa kau?” tanyanya tajam pada Esther. “Apa kau pacarnya, Master Gaara?” tuntutnya.
“Tidak … aku bukan …” Mendadak dia merasa linglung karena masih belum terbebas sepenuhnya dari adegan tadi. Dia masih terbawa intensitas ciuman yang tadi diberikan oleh Gaara padanya. “Aku … hanya temannya dikampus.”
Gaara yang tidak mengindahkan si gadis rambut coklat langsung masuk ke dalam rumah begitu saja sambil menarik tangan Esther bersamanya. “H—Hei! Aku harus pulang,” ujar Esther sambil mencoba menarik tangannya agar terbebas.
“APA? PULANG?” teriak gadis itu lagi, membuat Esther terlonjak. Apakah dia punya hobby berteriak atau apa?
“Ya, rumahku tidak ja—”
“Dengan pakaian seperti itu dan cuaca seperti ini? apa kau mau kena pneumonia? Tidak. tidak. Kau harus menginap disini malam ini.”
“Ha?”
Esther benar-benar tidak memahami cara berpikir gadis itu, beberapa saat lalu dia bersikap bak membenci Esther dan mencurigainya. Bukannya tadi ini dia marah karena melihat Gaara menciumnya? Kenapa sekarang dia malah memintanya menginap?
Tanpa menyahut, gadis itu segera menutup pintu kemudian berbalik dan menarik Gaara menjauh dari Esther dengan segera. “Kau tunggu disini sebentar, aku perlu mengurus Master Gaara lebih dulu. Nanti aku bawakan kau handuk.” Gaara melepaskan pegangan tangannya pada Esther lalu mengikuti gadis itu naik ke tangga mewah yang pastinya menuju ke kamar pribadinya.
Sebelum Esther bisa memprotes, mereka sudah menghilang. Jadi pada akhirnya Esther yang belum sepenuhnya bisa memproses rangkaian kejadian tadi hanya bisa berdiri termenung. Tanpa sadar dia bahkan menyentuh bibirnya yang membengkak, bibir yang beberapa saat lalu dilumat oleh Gaara. Wajahnya langsung merah padam. Dia baru saja kehilangan ciuman pertamanya, apakah hal itu akan ada dampaknya pada kehidupan sosialnya nanti? Apa kata ayahnya kalau dia tahu anak perempuannya menginap di rumah orang lain, terutama rumah seorang anak laki-laki? Esther begidik memikirkannya.
“Kau bisa menggunakan handuk ini untuk mengeringkan tubuhmu.” Suara feminim kembali terdengar, Esther menatap si gadis tadi dan kini ditangannya sudah ada handuk yang disodorkan kepada Esther.
“Terima kasih, tetapi sebetulnya rumahku tidak jauh. Hanya berada di ujung jalan ini. Jadi aku tidak akan mengi—”
“No way!” gadis itu menyela perkataan Esther. “Aku sudah menelepon Ms. Amber, begitu aku menyebutkan ciri-cirimu beliau bilang kau harus menginap dirumahnya malam ini.”
Eh? Apa? Amber Maxwell mengenalnya? Esther tidak pernah ingat dia pernah bertemu secara langsung dengan sang supermodel kenamaan itu sebelumnya. Tetapi kalau dipikir-pikir bisa saja dia mengenal Esther karena ayahnya.
“Ms. Amber tidak menerima penolakan,” tambah gadis itu lagi sambil memberikan cengiran kepada Esther. “Ngomong-ngomong namaku Stella. Aku asisten Master Gaara selama Ms. Amber berada diluar negeri,” jelas Stella seraya menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan, dan Esther menerimanya kemduian.
“Esther,” sahutnya. Mendadak si Stella ini tidak segalak di depan pintu depan tadi. Kini dia malah seperti sedang menilai Esther.
“Aku akan mengantarkanmu ke kamar tamu,” ajak Stella dan Esther kembali ragu-ragu mengikutinya yang membuat gadis itu kembali melihat Esther lagi. “Kelihatannya kau juga harus pakai baju ganti.”
“Tidak usah aku—”
“Kau tidak boleh tidur nekat dalam kondisi telanjang. Tenang, urusan baju ganti biar aku yang atur,” ujar Stella seraya mengedipkan matanya kemudian bergegas menuju kamar tamu yang diikuti oleh Esther dibelakangnya. Kini Esther malah disibukan dengan pikiran-pikiran lain soal pengalaman menginap perdananya dirumah Gaara. Kenapa jadi begini?
Baiklah ini mungkin sedikit tentang keluarga pasutri muda. sebenarnya tidak ada yang terlihat wah atau bagaimana kecuali fakta bahwa mereka mulanya adalah pasangan yang terlihat abnormal tetapi nyatanya bisa membuat sebuah keluarga yang terlampau manis bak gulali, apple candy, dan kue lapis legit. Namun terkadang juga bisa sepahit kopi, se asam lemon, se asin garam. Ya, barangkali inilah alasan mengapa hidup itu tidak selalu tentang satu rasa, sebab manis itu sendiri tidak akan pernah berarti bila tidak ada rasa yang lain. Hidup tidak melulu soal bahagia.Matahari sudah meninggi, teriknya telah menghidupkan semesta mencoba mengintip dari celah tirai jendela yang sengaja belum dibuka. Seiring dengan langkah Gaara yang sampai di ujung tengah dan lekas membuka pelan pintu kamarnya.Lelaki itu berjalan tanpa suara, seraya mengukir senyum yang paling sempurna. Kedua matanya memancarkan cahaya yang lembut, tampak sekali bahwa pria tersebut menyukai sosok wanita yang masih meringkuk nyaman d
Tidak disangka hari yang ditunggu akan tiba. Dia juga tidak habis pikir bahwa akan tiba masanya dia akan mengenakan pakaian serba putih dan didandani dengan cantik, terlebih nantinya dia akan bersanding dengan pria yang dia cintai. Senyuman manis terpatri di wajah Esther yang sudah dipoles dengan make up sedemikian rupa. Gadis itu sama sekali tidak bisa berhenti tersenyum untuk moment ini. Hari ini dia akan menikah, dengan seseorang yang dulunya adalah bad boy di kampus, lelaki yang mulanya hanya dijadikan sebagai objek taruhan antara dia dengan Vinson. Ceritanya memang selucu itu, tetapi tidak memudarkan bahwa cinta yang dia miliki kepada sang pria adalah cinta yang tulus.Setelah lulus dan berpacaran selama kurang lebih tiga tahun, Gaara datang ke kediamannya dan dengan gentle meminang Esther di depan ayahnya. Lamaran itu datang tanpa diduga sama sekali oleh Esther, dan dia teramat bahagia mendengar kesungguhan Gaara terhadapnya. Selang beberapa waktu, pria itu langsung sibuk memper
Esther terbangun karena rasa lapar di perut. Dia berbalik dan menemukan sepasang mata Gaara yang menatapnya dengan intens.Dia tertidur saat ditengah permainan, dan ranjang Gaara sekarang sudah menjadi favorit Esther. Dia tidak mau meninggalkannya.“Hei,” sapa gadis itu pada sang pemuda, dia tersenyum malu-malu.“Hei,” balas Gaara membalas senyumannya. “Kau lapar ya?”Esther mengangguk.“Aku sudah memanaskan sup dan ada sedikit roti juga. Mungkin rasanya tidak akan terlalu cocok, tapi aku pribadi memang jarang makan dirumah.”Esther terkekeh. “Kau seperti cenayang, bagaimana kau bisa tahu aku lapar?”“Aku mendengar suara perutmu.”Wajah Esther memerah, sementara Gaara malah tertawa. Mereka kemudian makan bersama di tempat tidur. Makan terakhir yang Esther makan memang hanya sarapan di pesawat. Rasa lelah membuat Esther melupakan banyak hal termasuk urusan mengisi perut. Dan meski Gaara bilang rasanya mungkin tidak sesuai, tetapi bagi Esther makanan itu adalah yang paling nikmat yang p
“Menurutmu apa aku punya pilihan Gaara?” Dia merasakan air mata membasahi pelupuk mata. “Aku sendirian. Jika ada satu kesempatan bagiku untuk bisa menyelamatkan diri, tentu aku akan melakukannya.”“Bagaimana bisa kau melakukan itu sementara—”“Siapa yang kau pikir akan menolongku saat itu? Apakah kau Gaara? Kau? Tentu saja aku tidak pernah berpikir kesana karena aku orang asing bagimu sementara Vinson adalah teman baikmu. Dan apa yang kau lakukan saat kau tahu aku kesulitan di kampus ketika Vinson membully-ku? Kau tidak melakukan apapun.” Gaara hendak memotongnya, tetapi Esther segera mengangkat tangan mencoba untuk menghentikan apapun yang akan lelaki katakan sebagai bentuk dari pada pembelaan. “Kita pernah membicarakan ini dulu sekali. Aku tidak berusaha sedang menyalahkan keadaan ini kepadamu. Faktanya, memang pada saat itu aku tidak punya seorangpun yang bisa menolongku. Pada akhirnya aku hanya harus melakukan sesuatu agar aku bisa menyelamatkan diriku sendiri. Terus terang taruha
Gaara yakin dia berhalusinasi ketika melihat sosok perempuan berambut keperakan yang berdiri di muka rumahnya.Tidak. Tidak mungkin itu Esther.Selain Gaara hanya ada dua orang yang tahu soal keberadaan rumah ini. Paman Yoshi dan ayahnya.Bahkan saat Gaara turun dari jeep dan melepas kacamata hitamnya untuk memastikan bahwa terik matahari tidak membuatnya berhalusinasi, sosok tersebut masih berada disana. Semakin mendekat, Gaara semakin yakin bahwa sosok itu memang adalah Esther.Perasaannya kian membuncah dan tidak terkendali. Tetapi diantara itu semua, Gaara tidak bisa berbohong bahwa dia bersyukur melihat Esther ada disini. Apalagi mengingat bahwa beberapa saat yang lalu dia nyaris membuat keputusan yang mungkin akan disesalinya.Ketika dia berhasil memeluk sosok itu, rasa lega segera menyebar dalam hatinya. Dia tidak tahu bagaimana caranya Esther bisa berada disini. Namun dia bersyukur bahwa sekali lagi dia masih bisa menyentuh kehangatan kulit gadis itu. Berada didekat Esther mem
Sejak meninggalkan rumah yang dahulu menjadi tempat dia menghabiskan waktu bersama sang bunda tercinta. Gaara tidak menduga bahwa akan ada saatnya dia kembali ke rumah ini. Tepat seperti dugaannya pula tidak ada satu bagian dari rumah ini yang berubah. Ayahnya pasti melakukan segala cara agar rumah tersebut tetap sama persis seperti saat masih ditinggali oleh ibunya terakhir kali. Gaara bisa melihatnya dari taman bunga dan juga gazebo tempat ibunya dulu selalu menghabiskan waktu bersama Gaara untuk membacakannya sebuah dongeng.Gaara tidak bisa membohongi dirinya. Rumah itu sangat mencerminkan kepribadian ibunya. Setiap sudutnya memaksa Gaara mengingat semua memori tentang wanita itu. Ketika Gaara pertama kali melewati pintu depan rumah tersebut, dia merasa seperti melihat hantu ibunya dari masa lalu.Dalam perjalannnya ke Australia, Gaara sebenarnya telah membayangkan ratusan skenario yang ingin dia lakukan pada rumah tersebut. Hal pertama yang mampir ke otaknya adalah membersihkan s