Share

Bab 5. Gara-Gara Diet

Gara-Gara Diet

Pagi-pagi sekali aku sudah selesai menyiapkan sarapan untuk kami bertiga. Kucoba melupakan kejadian semalam. Aku tak ingin mencari ribut. Ibu mertuaku baru saja keluar dari kamar dan langsung menghampiriku.

"Masak apa, Ris?" tanyanya sembari menilik ke atas meja makan.

"Nasi goreng kesukaan Bang Ridwan, Bu. Ada sambal udang juga, sesuai permintaan Ibu," ucapku semringah, mencoba bersikap biasa saja, seolah kemarin tak terjadi apa-apa.

"Ridwan belum bangun?" tanyanya lagi.

"Sudah, Bu. Lagi pakai sepatu. Tuh, dia!" Aku menunjuk ke arah Bang Ridwan. Bang Ridwan berjalan ke arah kami, sembari menenteng tas kerjanya

"Bang, bolehkan hari ini aku pergi ke salon?" tanyaku hati-hati di tengah-tengah kegiatan kami sarapan pagi ini.

"Mau ngapain ke salon, Ris?" tanya Ibu melotot.

"Mau perawatan lah, Bu. Biar cantik," jawabku jujur.

"Perawatan? Sayang duit nya, Ris. Kamu itu, mau dirawat kayak gimana pun, tetep aja begitu. Makanmu itu yang harus kamu kurangi porsinya, biar gak tambah melebar tuh badan. Untuk apa wajah dipoles, tapi badannya tetap bongsor begitu," ujar Ibu tanpa jeda dan tanpa merasa kalau kata-katanya menghujam ke ulu hati.

Aku mengerling ke arah Bang Ridwan, dia tampak santai saja, tak sedikit pun mau membelaku atau pun menyetujui keinginanku.

"Sudahlah, Abang pergi dulu. Bener tuh kata Ibu, badannya dulu yang diperbaiki." Bang Ridwan langsung ngeloyor meninggalkan ruang makan.

"Tapi, Bang!" seruku mencoba menahan langkah Bang Ridwan. Namun, dia tak menggubris sedikitpun.

Kutatap kepergian Bang Ridwan dengan nanar. Ada jejak peri yang ditinggalkannya di sini. Sejak kemarin Bang Ridwan mulai menampakkan keberatannya dengan kondisi tubuh dan penampilanku.

Aku bingung, tak tau harus bagaimana. Padahal porsi makanku tak begitu banyak. Tapi rasanya, setiap hari tubuhku semakin melar saja. Semua yang dimakan langsung diproses jadi lemak. Bahkan baru baca doa makan saja, bobotku sudah bertambah.

Gimana caranya coba. Sejak gadis aku sudah terbiasa makan apa yang ada tanpa khawatir akan jadi gemuk. Aku tak pernah mengikuti program diet, apalagi ikut senam-senam kecantikan seperti yang dilakukan gadis-gadis lain. Aku bingung, aku tak tau harus memulai dari mana.

"Beresi piring kotornya ya, Ris. Ibu mau keluar sebentar. Ada perlu ke rumah Bu Merry." Ibu segera berlalu meninggalkanku yang masih terpaku.

Setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Aku mulai mencoba berselancar di dunia maya, untuk mencari informasi tentang tata cara diet atau senam yang dapat membentuk tubuh menjadi ideal.

Satu per satu artikel tentang diet itu kubaca. Tak ada satu pun yang mengena di hati. Semua membutuhkan biaya yang tak sedikit. Sedangkan aku hanya memegang uang pas-pasan. Bang Ridwan hanya memberi uang yang cukup untuk membeli kebutuhan dapur dan kamar mandi saja.

*

"Dari kemarin masaknya kok sedikit, Ris. Uang belanjanya kurang? Kamu belikan apa? Biasanya kan cukup untuk sebulan. Atau jangan-jangan uangnya kamu irit-irit agar kamu bisa ngumpul uang, trus kamu kirim ke orang tuamu di kampung, iya?" Ibu memberondong dengan serentet pertanyaan. Dalam satu tarikan napas pula dia ngomel begitu.

"Nggak, Bu. Uangnya masih ada dan cukup untuk belanja bahan makanan setiap hari. Tapi, mulai kemarin Risa diet, Bu. Sayang kalau makanannya kebuang. Jadi, Risa masak sedikit saja. Cukuplah untuk Ibu dan Bang Ridwan."

"Yakin dietmu akan berhasil? Kalau Ibu sih gak yakin. Kamu kan gak bisa makan hanya sedikit." Ibu tertawa mengejek. Aku akan berusaha Bu. Demi Bang Ridwan dan demi keutuhan rumah tanggaku. Semangat, Risa!

Dari pagi, tak hentinya aku mengerjakan pekerjaan rumah. Belum ada sebutir nasi pun yang masuk ke lambungku. Baru saja aku selesai mengepel lantai. Jam di dinding sudah menunjuk di angka dua. Perut sudah sangat lapar. Namun, kutahan sebisanya agar tak makan apa pun. Sejak tadi aku mengisi lambungku hanya dengan air putih saja.

Aku berjalan menuju ke kamar, ingin tidur siang agar rasa lapar ini bisa hilang. Kalau tidur kan, gak lapar lagi. Pikirku. Namun, tiba-tiba kepalaku pusing. Tubuh rasanya gemetaran. Keringat mulai mengucur deras. Mataku mulai berkunang-kunang, dan akhirnya pandanganku menjadi gelap. Aku limbung.

Saat aku membuka mata, aku sudah tak berada di rumah. Ada selang infus yang terpasang di tangan sebelah kiri. Kuperhatikan sekelilingku, tak ada siapa pun di sini. Dimana ini? Apa aku masuk rumah sakit? Tanyaku dalam hati.

Tiba-tiba, pintu ruangan tempatku berbaring terbuka. Bang Ridwan dan Ibu masuk bersamaan.

"Apa-apaan sih kamu, Ris? Mau cari mati?" ucap Bang Ridwan tiba-tiba.

"Maksudnya apa, Bang?" tanyaku dengan raut wajah bingung.

"Maksudnya apa! Kamu gak makan dari kemarin, kan? Kenapa? Mau mati? Aku gak mau ya di tuduh penyebab kamu begini. Apa masih kurang uang belanja yang aku beri, sampai-sampai kamu gak makan begini?"

"Katanya dia mau diet, Wan," sambar Ibu.

"Apa? Diet!?" Bang Ridwan tertawa lebar.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status