Share

Bab 4. Pesan Mesra di Ponsel Suamiku

Waktu itu, aku hanyalah pengagum rahasia yang bersembunyi di balik akun bernama 'Risa01'. Perpaduan antara nama dan bulan lahirku. Aku selalu mengirimkan emot bergambar jempol tangan bahkan sering juga yang gambar hati pada postingan-postingan yang dibagikan oleh Bang Ridwan di aplikasi berwarna biru itu. Termasuk waktu dia membagikan foto liburan bersama Gita, kekasihnya waktu itu.

Aku sering berkhayal, andai aku jadi Gita. Pasti akan sangat bahagia sekali. Berdampingan dengan pria setampan Bang Ridwan.

Tak hanya itu, aku juga sering berkomentar pada status-statusnya. Aku begitu memujanya dalam diam. Memimpikannya di setiap tidur malamku. Berharap akan dapat bertemu dan menjalin hubungan nyata bukan di dunia maya.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Entah kesambet atau bagaimana, Bang Ridwan yang sedang patah hati itu. mengirimkan sebuah pesan melalui masenger. Aku tau dia patah hati dari status yang ditulisnya sebulan terakhir.

[Lagi apa? Boleh kenalan?] tulisnya waktu itu.

Pesan itu kubaca berulang kali sembari mencubit pipi dengan keras. Takut kalau-kalau itu hanyalah mimpi.

Dengan tangan gemetaran dan suhu tubuh yang mendadak jadi panas dingin, aku membalas pesan itu.

[Lagi baca pesan dari Bang Ridwan] tulisku langsung sok akrab.

[Tinggal di mana, Dek?] tanyanya lagi, dan berhasil membuat jantung dag dig dug karena panggilan 'Adek' itu. Rasanya dunia ini dipenuhi dengan bunga-bunga yang indah. Senyum terus mengembang di bibirku yang tak begitu tipis, tapi sexi.

Kubalas setiap pesan dari Bang Ridwan sampai aku lupa waktu. Debaran-debaran di dada serasa tak menentu membaca setiap pesan yang masuk ke hapeku. Hampir setiap malam kami habiskan dengan berkirim pesan sampai tukar-tukaran nomor W*.

Hubungan kami terus berlanjut, sampai hari itu, hari yang tak dapat aku lupakan seumur hidupku. Bang Ridwan melamarku dan ingin segera menikahiku.

Bagaikan mimpi ketiban bulan, aku akan menikah dengan lelaki pujaanku. Aku meloncat kegirangan sampai terjatuh dari atas tempat tidur dan membuat kakiku terkilir. Sungguh tak disangka, lelaki yang selama ini aku kagumi akhirnya duduk bersanding denganku di pelaminan.

Sungguh waktu itu aku tak menaruh curiga sedikit pun. Aku yang dimabuk cinta tak pernah menanyakan kenapa dia, lelaki tampan dengan pekerjaan yang cukup mapan, mau memperistrikan aku, seorang gadis kampung, tak begitu cantik, tapi manis, menurut Emak. Bukan juga berasal dari keluarga kaya, namun tak juga fakir, cukup memadailah kalau hanya untuk ketersediaan makanan di rumah. Makanya aku tumbuh subur begini.

Pernikahan kami pun berlangsung ala pesta di kampungku. Tak begitu mewah namun sangat istimewa. Tanpa pesta pernikahan sekalipun, aku akan sangat merasa bahagia karena dapat menikah dengan Bang Ridwan.

"Mau di dalam mobil aja, Ris?" teguran Ibu mambuatku tersadar. Sepanjang jalan melamun, jadi tidak tahu kalau ternyata sudah sampai di rumah. Bang Ridwan sudah tidak ada di depan stir mobil.

Aku turun dari mobil lalu masuk ke dalam rumah, langsung menuju kamar. Rasanya baju ini membuatku susah bernapas, karena aku memakai korset agar perutku tak terlalu kelihatan buncit.

"Besok-besok kalau beli baju, pilih yang kekinian ya, Ris. Jangan yang jadul begitu. Pakai make up yang bagus, masak pergi kondangan kayak mau ke sawah, gak ada warnanya wajahmu itu. Datar, polos, gak ada yang wah." Tiba-tiba Bang Ridwan mulai memgomentari penampilanku. Apa dia mulai membandimg-bandingkan diriku dengan Gita, wanita yang pernah mengisi relung hatinya?

"Iya, Bang," sahutku singkat.

"Abang mau mandi, gerah," ucapnya lagi sembari beringsut dari tempat tidur lalu menuju kamar mandi.

"Bang!"

"Apa lagi?"

"Handuknya." Aku mengulurkan handuk padanya. Kebiasaan, kalau ke kamar mandi selalu lupa bawa handuk. Giliran di dalam nanti tetiak-teriak, minta diambilkan handuk.

Bang Ridwan mengambil handuk itu lalu menghilang di balik pintu kamar mandi.

Aku duduk di depan cermin seraya mematut wajahku di sana. Sebenarnya aku tak jelek-jelek amat. Kalau didandani seperti Gita tadi, wajahku juga tak kalah jauh dengannya. Hanya tubuhku saja yang tak selangsing Gita. Mungkin aku harus diet agar memiliki tubuh ideal seperti Gita.

Ting!

Sebuah notifikasi pesan berbunyi di hape Bang Ridwan, membuyarkan lamunanku. Hape itu tergeletak di atas ranjang. Tak hanya sekali, namun berkali-kali, membuat rasa penasaranku semakin tinggi.

Kuraih perlahan hape itu dan langsung membuka pesan yang baru masuk. Kebetulan hape Bang Ridwan memang tak pernah di kunci. Jadi aku leluasa membukanya.

[Udah sampai rumah, Bang?] tulis sebuah nomor yang diberi nama Gita. Idih, perhatian amat, ya.

[Jadi yang tadi itu istri Abang? Bude yang cerita setelah Abang pulang, tadi. Gita terkejut, gak menyangka, bisa-bisanya Abang menikahi perempuan model begitu. Wajahnya kucel, body bak tong bodol. Jelas bukan tipe Abang, kan?]

Eh...asem. Dia main fisik.

[Abang sih, terlalu cepat mengambil langkah. Padahal aku masih berjuang agar kita bisa bersama. Abang gak sabaran. Ya, mau gimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Abang udah nikah]

[Tapi, kalau Abang masih ada rasa pada Gita. Gita mau kok balikan sama Abang]

Deg!

Deretan pesan yang baru saja dikirim oleh Gita, membuat jantungku berdetak sangat kencang, dan lututku seperti lemas tak berdaya. Cobaan apa ini? Gita masih mencintai Bang Ridwan. Bagaimana kalau Bang Ridwan juga sama dan mereka balikan? Ya Tuhan, tak dapat kubayangkan jika itu terjadi. Bagaimana nasib rumah tanggaku? Semoga Bang Ridwan tak menyambut kembali cintanya si Gita itu.

Apa yang harus aku lakukan? Aku tak mau pernikahanku hanya seumur jagung. Aku akan berjuang untuk keutuhan rumah tangga ini.

Aku harus bisa seperti Gita. Aku harus tampil modis seperti dia, agar Bang Ridwan tak berpaling lagi padanya. Aku pasti bisa.

Kuhapus pesan-pesan yang baru saja kubaca, agar Bang Ridwan tak tahu, kalau aku sudah membaca pesan-pesan itu.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status