Amara menggeliat lalu membuka mata dan menoleh ke samping ternyata lelaki sejak kemaren telah sah menjadi imamnya ikut berbaring diranjang yang sama. Ia melirik jam, ternyata waktu salat subuh telah tiba. Dia segera turun dari ranjang, melangkah ke bilik mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu. Selesai melakukan kewajiban lima waktu, ia segera merapikan mukena dan sajadah. "Untung lagi dulu aku beli dan kutaruh di sini," gumam perempuan tersebut. Lekas menaruh di lemari lalu mengambil kemeja putih milik sang suami dan memasang ke badan."Lumayanlah, bisa nutupin sampe atas lutut," ucap Amara pelan.Ia segera memakai pakaian tersebut di ruang ganti, setelahnya melangkah keluar menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Jangan harapkan mereka melakukan malam pertama, keduanya bahkan membuat batasan di ranjang. Dari pada memikirkan hal tersebut, Amara lebih memilih memasak. Tiga puluh empat menit berlalu, Kean terbangun dari tidur lelapnya. Ia memandang ke samping dan mengulas senyuman
"Gak tau nih, Bu. Apa aku harus cari yang baru ya," kekeh Selena. Dia menjawab ucapan Oma Ica sambil mengedikan bahu dan menatap suaminya lewat kaca, terlihat riak kesal di wajah lelaki tersebut. "Boleh tuh, Selena. Oma juga lagi pengen mantu baru nih," balas perempuan itu. Ia ikut mengerjai sang menantu, membuat Alex yang mendengar semakin kesal. Lelaki itu segera menghentikan laju kendaraan dan membuka pintu melangkah keluar. "Kalian ini menyebalkan banget sih, udahlah. Kamu yang bawa mobil aja, aku mau di rumah istirahat," sungut Alex.Selena sangat terkejut dengan respon sang suami, ia bergegas ikut keluar mobil dan mencekal lengan Alex. "Sayang, kami cuma bercanda. Kamu jangan gitu dong, kok cepet banget marah sih," ujar perempuan itu. Alex menatap sinis sang istri, bahkan ia menghempaskan tangan wanita itu. Lelaki tersebut melipatkan lengan di dada memandang kesal ke arah Selena. "Gimana gak marah coba, kalian bener-bener kompak mengerjaiku!" ketus Alex. "Ya maaf. Habisny
Mendengar ucapan lemah Amara, Selena dan Ibunya saling pandang. Lalu mertua wanita itu segera mengalihkan topik, berbicara semua hal. Sedangkan Alex diperintah Selena untuk mengajak Kean pergi ke minimarket untuk membeli bahan makanan. "Eh iya, Mama baru sadar. Kok kamu masih manggil Mama, Tante sih," gerutu Selena. Wanita itu mempautkan bibirnya membuat sang menantu merasa bersalah. "Eh, maaf Mah. Mara masih belum terbiasa," ungkap sang menantu. Dia menggaruk kepala yang tidak gatal, melihat hal itu Oma Ica segera menegur. "Udahlah, Selena. Jangan gitu segitunya juga, biar dia pelan-pelan mencerna semua kejadian yang masuk dalam kehidupannya. Karena ini semua terlalu mendadak."Selena akhirnya menganggukan kepala pasrah, lalu kala memandang sang menantu. Dia teringat akan sesuatu. "Oh iya, Mama tadi pas mau otw ke sini, mesen sesuatu di aplikasi belanja. Nanti kalau ada paket datang atas nama kamu terima aja. Hadiah dari Mama, awas aja kalau gak di pake," seru Selena. Amara men
Amara menatap sebuah lingerie merah yang berada di genggamannya, matanya berkedip-kedip tak percaya. Pipinya memanas, membayangkan bagaimana reaksi suaminya jika dia mengenakan pakaian dalam tersebut. Namun, pikiran itu segera dia tepis, mengingat kenyataan bahwa mereka tidur dengan sekat bantal di antara mereka."Mama ini, ngapain coba beli lingerie banyak banget. Aku aja sama Tuan tidur dihalangi bantal," gumam Amara. Dia segera memasukan lima lingerie berbeda model dan warna ke dalam lemari. "Hah ... aku buat bolu aja deh. Enak buat temen ngopi," gumam Amara. Dia segera melangkah keluar dari kamar dan bergegas menuju dapur untuk melakukan kegiatan mengadon lalu mengukus. Amara melakukan pekerjaan rumah tangga karena Kean memecat pembantu paruh waktu. Ya dulu lelaki itu memakai jasa pembantu, tetapi sejak dia menikah. Lelaki tersebut segera memberhentikan dengan alasan sudah ada Amara disini. Jadi gak perlu mengeluarkan uang untuk membayar pelayan. Jahat bukan? Tapi Amara tetap b
"Hehee ... maaf, kalian udah selesai masak belum," lontar Oma Ica. Mendengar pertanyaan itu Mawar mengiyakan sedangkan Amara hanya mengangguk kepala. "Udah, Oma."Oma Ica melirik hidangan yang berada di meja makan lalu kembali menatap mereka. "Baguslah kalau gitu, semua udah pada lapar. Oh iya, kalian mandi gih! Bau bawang tau," ujar perempuan paruh baya itu. Mereka segera mengiyakan perintah wanita itu baya itu lalu Oma Ica segera melangkah pergi. Sedangkan Mawar mencium pakaiannya yang memang tercium bau bawang. "Ihh ... bener kata Oma, kita bau banget," celetuk Mawar. Wanita itu mencium pakaiannya, sedangkan Selena hanya mengelengkan kepala melihat tingkah perempuan tersebut."Sekarang kita cus mandi, nanti kamu War Mbak kasih baju, soalnya Mbak juga pas ke sini baru selesai shopping," lontar Selena. Mawar langsung bersorak senang, sedangkan Selena tanpa aba-aba segera menarik lengan perempuan tersebut. "Kamu belum selesai, Mara? Kalau gitu kami pergi duluan ya," ujar Selena
Mawar, dengan nada tegas memerintahkan supirnya untuk mengantarkan mereka ke perusahaan Kean. Wajah wanita itu memerah menahan amarah, sedangkan Amara kini tengah gelisah. Setelah menempuh perjalanan lumayan jauh, satu jam empat puluh lima menit mereka tempuh. Kini lelaki yang melajukan kendaraan memarkirkan kendaraan roda empat tersebut. Mata istri Kean ini melebar, ia sangat syok melihat perusahaan yang dipimpin oleh sang suami. Gedung yang dilihat sangat menjulang tinggi dan sangat luas. Bangunan dihadapan Amara begitu megah dan mewah. Mencerminkan keberhasilan, kekuatan kantor Kean. Beruntung dia memakai pakaian yang dibelikan sang mertua, jadi tidak akan mempermalukan cucu Oma Ica. Tetapi keberanian menciut kala melihat beberapa orang keluar dari sana dengan pakaian sangat cantik, pas dengan status mereka. "Tan, Tante aja deh yang ke sana." Mendengar perkataan Amara, Mawar langsung menoleh. Ia mengerutkan kening menatap perempuan di sampingnya ini. "Kenapa Mara? Ini'kan kantor
Amara dan Tantenya hanya menoleh sebentar melirik ke belakang. Fadli dan mantan istri saling beradu pandang, wanita yang kini menjadi pasangan Kean itu segera membuang muka. Lalu melangkah mendekati Mawar yang tengah memilih pakaian, perempuan ini berbisik pada pasangan sang keponakan. "Mara! Belilah pakaian yang kamu suka, gak perlu lihat-lihat harga. Ambil aja yang banyak, buktiin ke mereka kalau kita kaya," tutur Mawar. Amara langsung menggelengkan kepala, mendapati gelengan istri keponakannya, ia memandang gemas perempuan tersebut."Enggak ah ... Tan. nanti kaau Tuan marah gimana," tolak Amar pelan. Mawar sangat gems mendapati jawaban Amara, ia ingiin sekali merauk wajah istri keponakannya.''"Kamu tenang aja, kalau cuma beli baju doang uang keponakanku gak bakal habis ini, bahkan dia bisa membeli mall ini dan isinya, jadi turutin ucapan Tante," tutur Mawar gemas.Ucapan tegas Tantenya yang terdengar tak mau dibantah, ia memilih mengangguk lemah membuat Mawar tersenyum senang.M
Kepala Amara langsung menunduk kala mendengar ucapan sinis sang suami. Riak perempuan tersebut menampilkan kesedihan mendapati perkataan begitu dari bibir suaminya."Aku istrimu, Tuan," kata Amara lemah.Lelaki itu tersenyum sinis mendengar perkataan wanita yang berada di hadapannya. Tatapan menusuk langsung ia lemparkan pada sang istri, tangan Kean terulur memegang dagu perempuan yang ia nikahi hasil pilihan Oma Ica."Cuma istri diatas kertas! udahlah, kamu gak perlu urusin urusanku, pergi sana jangan ganggu," ketus lelaki tersebut.Setelah berkata demikian, Kean melangkahkan kaki menuju bilik mandi dan meraih handuk. Meninggalkan Amara yang mematung, wanita itu menghela napas lalu lekas menyiapkan pakaian untuk sang suami. Selesai melakukan hal tersebut, dia pergi ke dapur buat menyeduhkan kopi. Karena setiap pulang kerja pasti lelaki tersebut meminta secangkir minuman yang berbahan serbuk ini. Perempuan yang ikut dengan Kean berteriak meminta sesuatu kala melihat Amara. "Heh, kamu!