Share

Ini untuk kakak

Selagi Nita mencoba baju-baju barunya, kulihat Nisa murung. Bukan tanpa alasan, Nisa sepertinya iri melihat adiknya mendapatkan banyak baju, sedangkan dia tidak.

Aku mencoba memberi pengertian pada sulungku itu.

"Kakak kenapa?" tanyaku.

"Nisa iri bu sama Nita, Nita dapat baju, sedangkan Nisa enggak." Ucapnya dengan sedih.

"Nisa kan sudah besar, harusnya seneng dong liat Nita seneng. Tadi yang nyuruh Ibu, punya anak perempuan. Kebetulan usianya beda 2 tahun dengan Nita. Selama ibu bekerja, Nita main dengan anaknya. Ibunya liat baju Nita sudah pada sobek, makanya Ibu itu ngasih baju buat Nita, kalaupun Nisa mau bajunya gak akan cukup buat Nisa, Nanti kalo Ibu kerja lagi ibu janji Ibu bakal beliin baju buat Nisa." jelasku panjang lebar sambil memberi penjelasan.

"Kakak mau bajunya? Sini! Kakak pilih aja, kalo Kakak mau buat Kakak aja" Ucap Nita seraya menghibur kakaknya.

Dengan tersenyum, sepertinya Nisa mengerti dengan penjelasanku. Aku bersyukur mempunyai dua anak yang baik dan pengertian.

"Ini Nita di kasih mainan, Kakak mau ga main sama aku?" ajak si bungsu pada kakaknya.

"Mainnya sudah dulu ya, Kakak udah makan belum? Ibu ada sesuatu buat Kakak" Ucapku masih mencoba menghibur.

Aku membuka empat bungkus nasi itu.

"Asyikk ayam goreng! Nisa makan ayam hari ini.. Ibu dapet uang banyak kah hari ini? Ibu bisa beliin ayam buat makan." Teriak si Sulung dengan wajah yang tak terbayangkan ekspresinya.

" Ibu tadi di kasih dari tempat Ibu kerja, orangnya baik banget. Sampai-sampai pas ibu mau pulang dia ngasih uang buat jajan Kakak sama adek." jawabku.

Ayam goreng adalah makanan mewah bagi kami, setiap hari biasanya kami makan dengan telur atau gorengan, bahkan tak jarang kami makan hanya dengan nasi di taburi garam saja. Tapi alhamdulillah mereka tak pernah marah ataupun mengeluh. Mereka selalu makan apapun yang ku sediakan. Sering, jika tak punya uang untuk membeli beras , aku hanya merebus ubi ataupun singkong pemberian tetangga yang mempunyai kebun.

Walaupun begitu aku sangat bersyukur karena masih ada yang bisa kami makan.

"Bu, baju  aku yang sobek biar buang aja, aku udah punya baju baru, banyak lagi!" ucap Nita

Memang baju mereka sudah sobek, bahkan lebih layak di sebut lap daripada baju. Baju mereka tak lebih dari empat setel saja, setiap habis mandi langsung cuci. Kalo sudah kering besok atau lusa di pakai lagi. Sering sekali waktu musim hujan kami tidak mengganti baju berhari-hari karena baju yang kemarin tak kunjung kering.

Musim hujan adalah hal yang sangat kami takutkan, karena saat musim hujan tiba, atap selalu bocor dimana-mana. Tempat tidur kami menjadi basah. Kami tidur di satu ruangan, hanya beralaskan papan kayu dan berselimutkan kain yang sudah menipis. Kami terbiasa tidur dalam satu ruangan berbagi tempat tidur dan selimut.

Meskipun begitu, aku merasa bahagia karena keluarga ku hangat akan kasih sayang.

Esok hari Nita bersemangat untuk bermain dengan temannya.

"Bu Nita mau main ya? Nita tidak sabar mau pake baju barunya. Nita sudah bosen di katain baju butut terus Bu, Nita mau tunjukkin baju baru Nita!" imbuh si kecil sembari berputar-putar sambil memegang ujung rok yang mekar.

"Kalau Nita mau main, main saja. Tapi ingat, Nita ga boleh ngomong begitu. Itu namanya sombong nak. Nita tidak lihat Kakak? Kasihan gak Nita sama Kakak?" ucapku sambil menasehati.

Kulihat Nisa tak bersemangat hari ini, dia lebih memilih diam di rumah menemani bapaknya. Sedih rasanya hati ini.

Keesokan harinya aku kembali ke rumah Bu Fika, karena dia memintaku untuk datang setelah 2 hari. Nita bersiap-siap karena dia ingin ikut.

"Bu Nita ikut lagi ya, kata Salsa kalau ibu ke rumahnya lagi, Nita harus ikut biar Salsa ada temen." katanya.

"Iya nak, boleh.. Kak, kakak di rumah ya, jagain bapak. Do'akan setelah ini, semoga ibu mendapat uang banyak. Supaya bisa beli baju untuk Kakak." hiburku pada si sulung. 

Dalam hati aku berniat sepulang dari rumah bu Fika aku akan membelikan Nisa baju baru.

"Assalamu'alaikum.." sapaku

"Wa'alikum salam.. Eh ada Nita. Sini masuk, nak! Dari kemarin Salsa nanyain Nita terus." sapa Bu Fika pada Nita sembari mengajak masuk Nita.

"Nita mau makan ayam lagi? Tante buatin ayam lagi loh buat Nita." ajak Bu Fika pada Nita.

Seperti biasa, selagi aku bekerja Nita dan Salsa bermain. Mereka saling bercerita. Entah apa yang diceritakan, deru mesin cuci menyamarkan pendengaranku.

"Bu Sari, saya pamit ke luar sebentar ya. Biar Nita saya ajak." tiba-tiba Bu Fika pamit untuk keluar.

Mau kemana mereka?

Menjelang sore semua pekerjaanku selesai, tapi bu Fika belum juga kembali.

Tak beberapa lama kudengan deru mesin kendaraan di depan rumah, setelah ku lihat ternyata itu Bu Fika.

"Sudah selesai bu? Kalo sudah ayok saya antar pulang!" ajak bu Fika.

"Tidak usah bu, rumah kami deket kok. Saya tidak mau merepotkan ibu." tolakku dengan lembut.

"Tidak apa-apa kok, saya tidak repot, ayok bu masuk!" ajaknya lagi memaksa.

Saat di dalam mobil kulihat banyak kantong belanjaan. Sepertinya Bu Fika habis belanja. Nita terlihat kegirangan. Dalam perjalanan dia tak henti mengoceh.

"Bu tadi Nita masuk ke toko gede banget, tangga nya bisa jalan loh bu! Nanti Nita mau ke sana lagi ya, sama kakak, bapak juga ajak ya bu!" celotehnya.

"Iya sayang.. Nanti ya.." aku hanya mengangguk pelan.

Tadinya sepulang dari rumah Bu Fika aku akan mampir ke toko baju. Tapi Bu Fika memaksaku untuk di antar. Biar besok saja aku pergi ke tokonya.

"Itu tante rumah Nita yang paling ujung!" ucap Nita sambil menunjukkan arah rumahnya..

"Oh yang itu, sebentar yaa tante parkir dulu." 

Setelah membuka pintu mobil Nita dan Salsa berlari menuju rumah.

Kukira bu Nita hanya mengantarku saja, tapi dia ingin mampir juga ke rumah bututku. Dia juga membawa kantong plastik besar. 

Malu rasanya, saat Bu Fika masuk ke dalam rumah. Rumah ku masih beralaskan tanah.

"Masuk bu, maaf ya rumah saya begini. Pakai saja sepatunya." kupersilahkan Bu Fika masuk, sambil membereskan tempat untuk duduk.

"Saya ambilkan air ya bu!"

"Tidak usah Bu Sari, saya sudah minum kok tadi. Ibu kan cape habis bekerja." imbuhnya.

"Bu ini, saya ada sedikit rezeqi untuk ibu dan keluarga, ada makanan juga. Ibu terima ya, saya tidak terima jawaban tidak!" katanya.

"Apa ini bu? Saya jadi tidak enak begini, ibu terlalu baik. Jangan buat saya merasa tak enak sama ibu." 

"Ini bukan apa-apa. Anggap saja ini rezeqi dari Allah, ini upah ibu hari ini." dia memberikan sebuah amplop padaku.

"Tak usah bu, ini sudah cukup kok. Ini saya kembalikan!" sambil mengembalikan amplop pemberian Bu Fika.

"Ini untuk ibu, tidak usah di kembalikan. Saya pulang ya bu, sebentar lagi suami saya pulang." sambil berjalan menuju keluar.

"Saya antar ya bu?" 

"Tidak usah, bu Sari istirahatlah.. Setelah dua hari datang lagi ya bu, sampaikan salam untuk suami ibu."

"Baiklah bu, nanti saya sampaikan."

Ku lihat Bu Fika keluar berjalan menuju mobil, sampai mobil itu melaju lalu hilang dari pandangan.

Kenapa Bu Fika sebaik ini pada keluargaku? 

Ya Allah terima kasih telah mempertemukanku dengan wanita yang baik ini..

Aku membuka kantong plastik itu, ternyata isinya baju untuk Nisa, ada sandal dan sepatu juga. Ada baju buat bapak dan juga aku. Tak terasa air mataku jatuh. Bahagia rasanya.

"Tadi aku main sama Salsa, terus bu Fika bertanya apa aku suka bajunya? Kubilang aku sangat suka, tapi aku kasihan sama kakak, karena kakak sedih melihatku dapet baju baru, banyak lagi! Mungkin kakak iri sama aku, saat ku suruh kakak memilih bajuku yang kakak suka kakak bilang buat aku saja, bajunya tidak muat untuk kakak." Nita bercerita padaku.

"Setelah itu kulihat mamanya Salsa menangis, aku ga tau kenapa. Lalu Mamanya Salsa mengajakku jalan-jalan. Seru banget. Aku diajak naik mainan, naik kuda bohongan yang bisa muter gitu, terus makan di tempat bagus. Terus mamanya Salsa nanya di rumah aku ada siapa aja, kubilang ada aku, ibu, kakak dan juga bapak. Kemuadian mamanya Salsa memesan empat bungkus makanan katanya buat aku bawa pulang. Setelah itu aku di ajak berkeliling. Tempatnya gedeee banget! Mamanya Salsa nanya emang kakaknya Nita kelas berapa, aku bilang gak tau kak Nisa udah gak sekolah. Terus mamanya Salsa memilih baju untuk kakak, ibu sama bapak. Tadinya aku juga mau di beliin tapi aku bilang buat kakak aja, aku udah dapet baju baru kemarin kataku." jelas Nita panjang lebar. Aku hanya bisa mendengarkan. Ternyata ini alasan Bu Fika memberikan ini semua.

Saat bapak bangun, ku ceritaka semua. Tangisan bapak pecah seketika.

"Maafkan bapak nak, bapak tidak bisa membelikan ini semua untuk kalian"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status