Share

Bab 2

Penulis: Author92
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-08 11:00:02

"Alhamdulillah," batinku ketika aku melihat Rania begitu senang memiliki sepeda baru. Aku telah menabung setiap hari, menyisihkan sisa uang belanja yang kehemat sedimikian rupa selama dua bulan untuk membelikan sepeda baru untuk Rania, dan sekarang aku bisa melihat dia begitu bahagia.

Tiba-tiba, mbak Lia, kakak sepupu suamiku, datang ke kontrakan ku. "Oh, jadi itu sepeda baru Rania ya Ris?" tanya mbak Lia dengan nada yang sedikit penasaran.

Aku tersenyum dan menjawab, "Iya, mbak. Tapi sepeda Rania harganya murah kok mbak, ga sebanding sama punya Dani."

Aku kemudian bertanya, "Dani baru beli sepeda juga ya mbak?"

Mbak Lia terdiam sejenak, lalu menjawab, "Iya, Ris. Itu juga murah karena beli dua. Kalau satu juga gak dapat harga segitu Ris."

Aku merasa sedikit penasaran, lalu bertanya, "Lah, mbak malah borong sepeda ternyata. Kalau gitu Dani sepedanya dua donk mbak?"

Mbak Lia menjawab tanpa sadar, "Bukan untuk Dani, sepedanya satu lagi titipan mama mertua mu untuk Melati." Terlihat raut bersalah diwajah Mbak Lia.

“Maaf Ya Ris, Bukan maksud mbak membuatmu sedih.”

Aku merasa sedikit terkejut dan sakit di hati, lalu bertanya, "Lah, kenapa mama membedakan antara Rania dan Melati? Rania juga cucunya, tapi kenapa selalu dikasih barang bekas?”

“Mbak juga enggak ngerti sama Bulek Salma, kenapa selalu membedakan antara anakmu dengan anaknya si Rini, padahal belum tentu anaknya si Rini itu anaknya Angga.” Keluh Mbak Lia yang turut merasakan perbedaan yang diberikan oleh Ibu mertuaku. Mbak Lia emang mencurigai jika Melati bukan anak kandung Angga sebab dua hari sebelum mereka menikah, Rini sudah terlebih dahulu melahirkan Melati. Walau Angga mengakui kalau Melati itu anaknya, tidak bisa mencegah kecurigaan orang – orang, apa lagi wajah Melati yang sedikitpun tidak mirip dengan Angga.

“Sebenarnya mama juga memberikan Rania sepeda bekasnya Nisa mbak." Aku berkata lesu, malas banget harus mengingat perkataan ibu mertuaku itu.

“Sepeda bekasnya Nisa?” mbak Lia melebarkan kedua bola matanya mendengar perkataanku. Aku hanya mengangguk membenarkan jika Mbak Lia tidak salah dengar.

“Apa enggak salah itu. Kelewatan emang Bulek ya, itu sepeda tukang rongsokan aja masih mikir mau belinya, kok malah tega – teganya dikasikan sama cucu sendiri.” Mbak Lia begitu geram sampai nada suaranya ikut meninggi ketika menjawab perkataanku.

"Kamu tau Bulek bilang apa ke mbak?” aku menggeleng pelan membalas pertanyaan Mbak Lia.

“Kata mama mu, Mbak uitu enggak usah bilang – bilang kalau mama mu itu menyuruh mbak untuk membelikan sepeda untuk Melati, takut kamu nanti iri. Tapi mbak sih tahu, mama mu memang tidak adil dalam memperlakukan Rania dan Melati."

Aku merasa air mata mulai menggenang di mataku, lalu menjawab, "Iya mbak, aku juga enggak paham kenapa mama bisa begitu pilih kasih antara anaknya Mas Haris dan Juga Angga. padahalkan Rania juga cucu kandungnya,bahkan terlahir dari hubungan yang sah, tapi kenapa selalu dikasih barang bekas?"

Mbak Lia terdiam sesaat lalu menghembuskan napas berat "Mbak tahu, Ris. Mbak juga merasa sedih melihat Rania diperlakukan seperti ini. bagaimanapun juga Rania itu juga keponakan Mbak. Tapi Mbak tidak bisa berbuat apa-apa, karena setiap Mbak menasehati mama mu, dia tidak mau mendengarkan omongan Mbak."

"Iya mbak gak apa apa kok. Lah ini dimakan lo mbak rengginangnya kemaren mas Haris dapat oleh-oleh dari temennya". Ucapku segera mengalihkan pembicaraan. Kulihat raut wajah mbak Lia yang berubah muram karena merasa bersalah udah menceritakan semuanya.

Aku merasa sedikit lega karena kedatngan mbak Lia dikontrakanku, walau aku enggak bisa bohong jika sakit dihatiku belum hilang sepenuhnya, tapi setidaknya beban yang kutanggung sedikit berkurang karena bercerita dengan Mbak Lia, dia satu – satunya keluarga Mas Haris yang begitu dekat denganku.

Aku tidak habis pikir bagaimana bisa Ibu mertuaku melakukan hal ini pada kami. Apakah jangan - jangan Mas Haris bukan anak kandungnya? Atau karena aku yang terlahir sebagai orang miskin? Karena yang aku tahu sebenarnya keluarga Mas Haris adalah keluarga yang cukup terpandang dikampung karena kebun dan tanah luas yang mereka miliki, bahakan sebagai orang memanggil Almarhum Ayah Mas Haris sebagai juragan. Ntahlah aku juga tidak tahu alasannya. Yang pasti aku akan terus berusaha untuk membuat Rania bahagia.

Kamipun larut dalam obrolan sampai mas Haris pulang kerja dan mbak Lia buru buru pamit pulang karena belum masak untuk makan malam katanya.

"Setelah selesai makan malam, Rania segera beranjak dari meja menuju ruang menonton TV, dan mas Haris pun lanjut mengeluarkan sebatang rokok lalu menghisapnya perlahan. Sementara aku dengan cekatan membersihkan piring bekas makan.

"Oya dek, tadi mbak Lia kemari ada apa?" Tanya mas Haris tiba-tiba.

Aku berhenti sejenak dari aktivitasku membersihkan piring. "Ehmm, itu mas mbak Lia cuma main aja mau liat sepeda Rania katanya."

Mas Haris mengangguk. "Oh, mbak Lia mau belikan Dani sepeda juga ya? Kemaren dia sempat cerita sama mas kalau Dani sama kayak Rania merengek minta dibelikan sepeda."

"Iya mas, mbak Lia udah belikan Dani sepeda kok, justru bentuknya hampir sama, sama punyanya Rania. Katanya Dani suka model sepedanya Rania." Aku tersenyum samar membalas pertanyaan mas Haris.

Mas Haris mengangguk – anggukan kepalanya. "Syukurlah kalau begitu. Oh ya.. harga berapa dek katanya mbak Lia beli? Di toko Aseng kan belinya?"

Aku terdiam sesaat, ragu sebelum menjawab, "Murah kok mas, lebih murah dari punyanya Rania."

Mas Haris mengerutkan kedua alisnya penasaran. "Kok bisa harga murah dek, padahal mas kemaren nawar aja kurangnya cuma dua puluh ribu." Keluhnya sedikit kesal.

Aku buru – buru menyelesaikan cucian piringku, lalu mengambil lap untuk mengeringkan kedua tanganku yang basah, mengambil napas dalam-dalam sebelum memberitahukan mas Haris tentang sepeda itu. "Mbak Lia bilang kalau dia beli dua sepeda, jadi dapat harga murah." Kataku tersenyum masam.

Mas Haris terdiam sejenak, dia paham betul maksud ucapanku akan berakhir kemana. Itu sebabnya aku terburu – buru menyelesaikan pekerjaanku lalu menghampiri Mas Haris, karena yang aku lihat, ada raut wajah kecewa yang begitu ketara di wajahnya. "Ya sudah lo mas, gak usah dipikirin, toh sepeda Rania juga udah kita belikan dari hasil jerih payah kamu malah, Ranianya juga seneng banget main bareng teman – temannya." kataku tersenyum hangat,sambil menarik kursi dan duduk disebelah Mas Haris.

Mas Haris mengangguk lega, tapi aku bisa melihat kesedihan di matanya. "Ya dek, mas tau, tapi kenapa kemaren mama malah ngasi Rania sepeda bekas bahkan gak layak untuk di pakai. Itu yang mas pikirkan, lagian bukan sekali ini Rania selalu dikasi barang bekas." Keluhnya dengan nada yang begitu pelan, sayarat akan kekecewaan yang mendalam.

Aku memeluk lengan mas Haris sambil menepuk – nepuk pundaknya. Memberikan suamiku itu sedikit kekuatan bahwa masih ada aku yang bersamanya. "Ikhlasin aja mas, yang sabar, mungkin ada hikmahnya dibalik semua ini. kita doa in aja, supaya mama sadar akan kesalahannya."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Baju Bekas Untuk Anakku    Ban 17

    Keesokan harinya, Salma mendatangi rumah Risa dan Haris. Ia berniat untuk memberikan pelajaran kepada Rania agar tidak memamerkan barang-barang yang membuat Melati menjadi iri.Salma mengetuk pintu rumah Risa dan Haris dengan sedikit keras. Risa yang sedang berada di dalam rumah, terkejut mendengar ketukan pintu yang begitu keras.Risa membuka pintu dan terkejut melihat Salma berdiri di depan rumahnya dengan wajah marah."Ada apa, Ma?" tanya Risa dengan nada khawatir."Mana Rania?" tanya Salma dengan nada ketus."Rania sedang bermain di luar, Ma. Ada apa memangnya?" jawab Risa dengan nada bingung."Panggil Rania sekarang juga!" perintah Salma dengan nada sedikit keras.Risa merasa takut dengan nada bicara Salma. Ia segera memanggil Rania yang sedang bermain di depan rumah.Rania datang menghampiri Risa dengan wajah bingung. Ia tidak tahu mengapa neneknya datang ke rumahnya dengan wajah marah."Ada apa, Nek?" tanya Rania dengan nada polos.Salma menatap Rania dengan tatapan tajam. "Ran

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Bab 16

    Malam itu, suasana rumah terasa lebih hangat dan menyenangkan. Haris berhasil mencairkan suasana yang tadinya suram. Setelah makan malam, Haris mengajak Rania bermain dan bercanda, membuat Rania tertawa riang. Risa tersenyum melihat kebahagiaan anaknya. Ia merasa beruntung memiliki Haris sebagai suami dan ayah bagi Rania.Namun, di balik senyumnya, Risa masih merasa khawatir. Ia tahu, Haris tidak mungkin bisa langsung membelikan Rania gaun baru. Penghasilan Haris sebagai karyawan swasta tidak terlalu besar, dan mereka memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi.Malam semakin larut, Rania sudah tertidur pulas di kamarnya. Risa dan Haris duduk berdua di ruang tamu, menikmati secangkir teh hangat."Mas, aku gak mau kamu terlalu memaksakan diri untuk belikan Rania gaun baru," ujar Risa dengan nada khawatir. "Kita lagi banyak kebutuhan, selain itu kit juga harus mempersiapkan biaya sekolah Rania."Haris menggenggam tangan Risa dengan lembut. "Mas tahu, Dek. Tapi mas gak tega lihat Rania

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Bab 15

    Setelah Risa dan Rania pergi, suasana kembali hening dan canggung. Mbak Lia menatap Bulek Salma dengan tatapan tidak setuju."Bulek, kenapa sih Bulek gak beliin aja Rania gaun yang sama kayak Melati? Kan Rania juga cucu Bulek, sama kayak Melati," ujar Mbak Lia dengan nada hati-hati, berusaha menegur Bulek Salma.Bulek Salma mendengus kesal dan memutar bola matanya. "Kamu ini kenapa sih, Lia? Ikut-ikutan Risa jadi Drama," balas Bulek Salma dengan nada yang meremehkan."Tapi kan kasihan, Bulek, sama Rania. Dia juga pengen punya gaun baru kayak Melati. Kenapa Bulek malah nawarin gaun bekas?" desak Mbak Lia, merasa iba pada keponakannya itu.Bulek Salma mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Anak-anak itu gak boleh selalu dimanja, Lia. Apa yang mereka mau gak harus selalu diturutin. Nanti jadi manja dan gak tahu diri," jawab Bulek Salma dengan nada yang meninggi."Tapi kan gak harus juga dikasih barang bekas, Bulek. Apalagi Rania itu masih kecil. Dia pasti

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Bab 14

    Di toko perhiasan, Risa menyerahkan cincin pernikahannya kepada seorang petugas. Hatinya terasa berat, namun ia berusaha meyakinkan diri bahwa ini adalah keputusan yang tepat. Ia harus membantu Mas Haris mewujudkan impiannya.Namun, di tengah transaksi jual beli itu, pikirannya terus melayang pada percakapannya dengan Mbak Lia pagi tadi. Kata-kata Mbak Lia tentang rahasia Haris terus terngiang di telinganya. Siapa sebenarnya Haris? Dan rahasia apa yang selama ini disembunyikan darinya?Risa merasa gelisah dan tidak tenang. Ia ingin segera mencari tahu kebenaran, namun ia juga takut dengan apa yang akan ia temukan. Ia takut jika rahasia itu akan mengubah pandangannya terhadap Haris, atau bahkan merusak hubungan mereka.Setelah menyelesaikan urusannya di toko perhiasan, Risa memutuskan untuk membeli beberapa kebutuhan dapur. Ia ingin mengalihkan pikirannya dan melakukan sesuatu yang produktif.Tanpa sadar, langkah kakinya membawanya ke sebuah toko sembako y

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Bab 13

    Lia berjalan cepat meninggalkan rumah Risa, jantungnya berdegup kencang seperti genderang yang ditabuh bertalu-talu. Hampir saja, pikirnya, hampir saja ia membocorkan rahasia yang telah ia jaga selama puluhan tahun. Rahasia yang bisa mengubah hidup Haris dan semua orang yang terlibat."Astaghfirullah," gumamnya lirih, mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tidak seharusnya membuka mulut tentang hal itu. Risa adalah orang yang baik, tapi ia tidak berhak tahu kebenaran yang pahit ini. Kebenaran yang lebih baik tetap terkubur dalam-dalam.Namun, semakin ia mencoba melupakan percakapannya dengan Risa, semakin kuat pula bayangan wajah Haris muncul di benaknya. Haris yang selalu ceria, Haris yang selalu berusaha membahagiakan ibunya, Haris yang tidak tahu apa-apa tentang asal-usulnya yang sebenarnya."Ya Allah, apa yang harus kulakukan?" bisiknya, air mata mulai mengalir di pipinya. Ia merasa bersalah karena telah menyembunyikan kebenaran dari Haris, tapi ia juga takut membayangkan apa yang aka

  • Baju Bekas Untuk Anakku   Bab 12

    Keesokan paginya, semangat membara dalam diri kami. Mas Haris sudah berangkat kerja, meninggalkan aroma kopi yang masih menguar di udara. Aku bergegas merapikan rumah, pikiran melayang pada toko perhiasan tempat cincin itu akan kujual. Cincin yang akan menjadi fondasi impian kami."Bunda, bunda..." suara Rania memecah lamunanku. Nada bicaranya riang, namun ada sedikit ketidaksabaran di sana."Iya sayang, ada apa?" sahutku dari dapur, tanganku masih sibuk menata piring-piring yang baru dicuci."Rania, boleh nggak main sepeda bareng Arin?"Jantungku berdegup sedikit lebih kencang. Membayangkan Rania bermain jauh dari pengawasanku selalu membuatku khawatir. Namun, mata Rania memancarkan permohonan yang sulit kutolak."Boleh, tapi jangan jauh-jauh ya. Sebentar lagi Rania ikut bunda pergi ada keperluan. Hati-hati main sepedanya, awas jatuh," pesanku dengan nada lembut namun tegas."Ok bunda!" jawabnya penuh semangat, lalu berlari keluar rumah, meninggalkan keheningan yang kembali menyelimu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status