Beberapa tahun telah berlalu tetapi semua masih sama saja seperti semua itu baru saja terjadi kemarin. Seperti itulah yang selalu Alexander rasakan setelah kepergiannya dari keluarga Libason. Ya … semua telah berubah tetapi tidak dengan dirinya. Mengurung diri dan terus merasa semua hanya mimpi buruk yang terjadi. Kejadian demi kejadian terus terputar dalam benak Alexander dan seolah menghantuinya. Tentang balas dendam yang ia rencanakan, tentang keluarga Libason yang menjadi target utamanya, lalu tentang kesalahpahaman yang terjadi selama itu dan akhirnya kembali pada kehidupan masing-masing. Semua masih teringat jelas dalam ingatan Alexander.“Al. kapan kau akan selesai?”Alexander menoleh. Menampakkan senyuman tipis pada seseorang yang juga telah kembali setelah beberapa saat meninggalkannya sendirian. Itu Velena, putri dari pamannya yang kini sudah kembali ke kehidupan semula seperti Alexander, hanya saja dengan status dan proporsi beberapa bagian yang berbeda.“Sebentar lagi. P
“Wow … keren sekali!”Kimbeerly tersenyum melihat putranya yang bersorak bahagia begitu mereka sampai di pantai. Sesuai janji Kimbeerly yang ia katakan sebelumnya bahwa ia akan mengajak Gabriel pergi bermain dan putranya itu yang begitu antusias menunggu sebab selama tiga bulan Kimbeerly terus sibuk dengan pekerjaan sampai tidak bisa meluangkan waktu untuk Gabriel.“Ibu … bolehkah aku ke sana?” tanya Gabriel kecil dengan wajah menunggu jawaban ibunya.Kimbeerly tersenyum sebelum akhirnya mengangguk menyetujui permintaan Gabriel. “Hati-hati, Gabriel. Aku akan mengikutimu dari belakang.”Gabriel tersenyum lebar dengan kedua tangan mengacungkan jempol untuk ibunya. “Tentu. Ayo kita pergi, ibu!”Gabriel sedikit berlari-lari menuju ke tepi laut dengan Kimbeerly yang terus mengikuti. Bibirnya tidak bisa berhenti menyuggingkan senyuman. Tidak menyangka dengan hal sederhana seperti ini bisa membuat Gabriel begitu bahagia.Waktu cepat sekali berlalu, batin Kimbeerly.Gabriel bermain-main denga
“Kau tidak kasihan melihat mereka?”Alexander menoleh begitu mendengar suara Velena. Ia menatap sepupunya itu dengan seksama lalu mengalihkan pandangan lagi. Velena yang melihat hal itu menghembuskan napas panjang. Alexander benar-benar egois dan mungkin masih memiliki banyak trauma.Ya … Velena sudah mengetahui semuanya. Semua yang dilakukan Alexander selama ini di belakangnya dan bahkan saat keduanya belum berpisah. Velena tidak bisa menyalahkan Alexander atas sakit hati dalam dirinya setelah kejadian belasan tahun lalu yang menimpa kedua orang tuanya, tetapi Velena juga tidak membenarkan cara yang digunakan oleh Alexander karena membuat banyak orang terluka bahkan bagi orang yang tidak melakukan kesalahan apapun padanya dan itu Kimbeerly.Velena tidak akan pernah tahu jika saja lima tahun yang lalu Alexander tidak tiba-tiba kembali ke rumah saat dirinya juga baru beberapa hari kembali ke rumah. Sebab saat Velena meminta Alexander kembali ke rumah pria itu akan mengatakan tidak bisa
“Sampai kapan kau akan terus bicara seperti itu, Velena? Kau tidak bosan?”Alexander mengeluh untuk kali pertama karena Velena bukannya berhenti setelah mendengar penjelasan Alexander kemarin, tetapi wanita itu semakin gila dan tidak pernah berhenti membicarakan tentang Kimbeerly dan anak lelaki yang digandeng oelh Kimbeerly. Velena terus saja mengatakan untuk Alexander kembali saja kepada Kimbeerly tanpa ingin tahu lebih dalam perasaan sakit dalam hati Alexander.“Sampai kau sadar bahwa harusnya kau mengambil kesempatan keduamu untuk menebus semua kesedihan masa kecilmu dengan kebahagiaan tanpa akhir bersama Kimbeerly. Aku tahu kau mencintainya, hanya saja rasa cintamu itu kau sembunyikan dengan dalih bahwa kau hany tidak bisa melupakan masa kelam itu. Ayolah, Al … kau tidak mau bahagia bersama dengan orang yang kau cinta?”Alexander menatap Velena dalam diam. Sepupunya itu begitu gigih membujuknya untuk kembali bersama Kimbeerly tanpa mengkhawatirkan apapun seolah memang inilah jala
Suara tangisan bocah mengusik pendengaran Kimbeerly yang baru saja selesai membereskan kamar. Ia segera berjalan keluar untuk melihat hal apa yang terjadi dengan putranya itu hingga menangis sangat kencang. Begitu keluar, Kimbeerly langsung menemukan Gabriel yang mungkin memang ingin menemuinya.“Apa yang terjadi denganmu, Gabriel?” tanya Kimbeerly dengan berjongkok untuk menyamakan tinggi anaknya yang baru saja menghentikan langkahnya.Gabriel mencoba menghentikan tangisannya untuk memulai bicaranya. Isakan tangis masih tersisa meski ia sudah berusaha mengendalikan diri agar tidak menampakkan kesedihan di depan ibunya. Ia menatap ibunya dengan mata sendu dan wajah memerah setelah menangis.“Apa benar kata mereka bahwa aku tidak memiliki ayah?” tanyanya dengan sendu dan rasa penasaran yang mendominasi.Kimbeerly terdiam mendengar pertanyaan Gabriel yang tiba-tiba. Kernyitan keningnya membuat Gabriel terus menatapnya seolah menuntut jawaban tetapi Kimbeerly justru diam saja. Kimbeerly
Berita itu menyebar luas setelah mendapatkan konfirmasi dari pihak resmi dan kesedihan tidak dapat ditahan. Kimbeerly, wanita itu yang saat ini sangat terpukul dengan kejadian yang menimpa kedua orang tuanya saat ini. Bagaimana tidak? Disaat dirinya sudah mulai tenang akan kehidupannya justru kedua orang yang selama ini memberikan banyak dukungan meninggalkannya sendirian untuk kehidupan selanjutnya. Kedua orang itu yang selalu berjanji akan terus bersamanya kini harus pergi tuk selamanya dan Kimbeerly yang kembali ditinggalkan oleh orang yang begitu ia cintai.Gabriel kecil yang sudah mengerti dengan keadaan terus mencoba menenangkan ibunya yang terus menangis setelah kehilangan kedua orang tuanya. Meski Gabriel tidak tahu bagaimana perasaan seperti kehilangan, tetapi melihat ibunya meneteskan air mata membuatnya ikut bersedih. Anak seusia dirinya yang seharusnya dimanjakan dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya, tetapi ia bahkan hanya bisa terus bersama dengan ibunya dan tidak
Saat beranjak ingin mengajak Gabriel pulang, sorot mata Kimbeerly tidak sengaja melihat sosok yang selama ini ia rindukan. Seseorang itu mengalihkan pandangan begitu melihat Kimbeerly menatapnya dan beranjak pergi dari tempatnya. Kimbeerly menatap putranya yang menampakkan senyuman lalu menarik Gabriel untuk segera pergi.“Ibu pelan-pelan. Kita bisa terjatuh jika kau berjalan secepat ini,” keluh Gabriel yang merasa ada yang aneh dengan ibunya yang tiba-tiba menariknya dan berjalan cepat keluar dari area pemakaman.Kimbeerly masih terus menyorot pada sosok di depan sana yang berjalan menghindar. Entah apa yang dilakukannya, Kimbeerly yakin sosok itu telah lama berada di sana dilihat dari gelagatnya yang seolah seperti maling ketahuan. Kimbeerly tidak mau membuang waktu lagi. Ia ingin Gabriel segera tahu siapa ayahnya dan meski itu akan menyakiti perasaan orang lain sebab mencoba mengambil lagi apa yang seharusnya bukan milik Kimbeerly.“Alexander!”Suara panggilan itu membuat Alexander
Setelah kejadian Alexander meninggalkan Kimbeerly dan Gabriel, Alexander tidak berhenti berpikir ulang tentang permintaan Kimbeerly untuk kembali hidup bersama wanita itu. Namun keraguan terus mengusik ketenangannya jika ia benar-benar akan kembali pada kehidupan bersama dengan Kimbeerly. Bagaimana tanggapan Kimbeerly tentang dirinya jika ia akan kembali? Bukankah kata brengsek tidak akan cukup karena perbuatannya yang tidak berpikir?Alexander lagi-lagi menghembuskan napas panjang. Hal itu telah terjadi berulang kali selama satu jam dengan pikiran yang masih belum menemukan titik terang tentang semua keraguannya.“Hal apa yang membuat orang ini hanya diam dan terus menghela napas, hm?”Suara Velena membuat Alexander menoleh, melihat wanita itu yang sibuk membersihkan meja dengan kain lap ditangannya. Alexander mengedikkan bahunya dengan senyuman tipis.“Aku bertemu dengan Kimbeerly saat melihat pemakaman Jeremy dan Victoria hari itu,” aku Alexander tanpa mau menutupi apapun lagi kepa