Share

3

Author: Bhay Hamid
last update Last Updated: 2025-10-03 22:41:10

VALARI: (Berdiri beberapa langkah dari Torin, menyilangkan tangan, nada suaranya manis namun menusuk) Lihatlah, Tuan Pangeran. Masih saja betah dengan pekerjaan rendahan ini. Ayahku yang agung pasti menangis di alam sana melihat putranya—jika boleh kubilang putra—hidup seperti kasta terendah.

TORIN: (Tidak mendongak, terus menggosok dinding, suaranya pelan dan serak) Saya hanya melakukan pekerjaan yang diperintahkan, Putri. Jika Anda tidak ada urusan, tolong tinggalkan tempat ini.

VALARI: (Mendekat, mengendus jijik) Oh, 'tolong'? Kau masih berani memerintahku di tanah yang bahkan tidak layak kau pijak? Aku datang karena ada titah. Kau tahu, pengawal istana mengeluh. Katanya, kau terlalu lamban dan lemah untuk membersihkan kandang kuda.

TORIN: Saya akan menyelesaikannya. Beri saya waktu.

VALARI: (Tertawa kecil, sinis) Waktu? Waktu adalah kemewahan yang tidak kau miliki, Torin. Kau adalah aib yang harus segera diperbaiki. Pengawal... (Ia memberi isyarat kepada salah satu pengawal.)

(Pengawal itu segera mengeluarkan cambuk kecil dari sabuknya.)

VALARI: Ini bukan hukuman, bodoh. Ini adalah 'stimulasi'. Sebuah hadiah agar kau bergerak lebih cepat, lebih cekatan. Anggap saja ini pelatihan yang kuberi khusus, agar kau tidak selalu terlihat begitu menyedihkan.

TORIN: (Akhirnya mendongak, matanya memancarkan rasa sakit yang dalam, namun ia segera menundukkannya lagi. Monolog internal: Sabar. Tahan. Jangan biarkan bara ini terlihat.) Terima kasih atas 'hadiahnya', Putri. Saya akan mengingat kebaikan Anda.

VALARI: (Terkejut karena Torin tidak memohon, wajahnya sedikit mengeras. Ia mengambil cambuk itu dari tangan pengawal.) Tidak perlu berpura-pura pasrah, Torin. Aku tahu kau membenciku. Aku tahu kau ingin merobek gaun yang kupakai ini. Tapi lihatlah dirimu! Kau bahkan tak mampu melawan sehelai rumput pun.

(Valari tiba-tiba mengayunkan cambuk itu. Bukan ke punggung, melainkan tepat ke telapak tangan Torin yang sedang memegang sikat. Torin tersentak, sikatnya jatuh, telapak tangannya langsung memerah dan berdarah.)

TORIN: (Menggenggam tangannya erat-erat, menahan erangan. Napasnya memburu.)

VALARI: (Mengembalikan cambuk itu ke pengawal dengan wajah puas.) Itu hanya peringatan. Lain kali, jika kulihat lagi kau bermalas-malasan, aku sendiri yang akan memastikan ibumu mendapat jatah makanan yang jauh lebih sedikit dari yang ia dapatkan sekarang. Mengerti?

TORIN: (Menarik napas dalam, memejamkan mata sejenak, lalu membuka mata dan menatap Valari dengan tatapan kosong, seolah jiwanya telah mati.) Mengerti, Putri Valari.

VALARI: (Tersenyum dingin, puas dengan kepasrahan Torin.) Bagus. Sekarang, lanjutkan pekerjaan kotormu. Dan jangan lupa, di mata Kekaisaran Azure, kau adalah sampah yang bernapas. Jangan pernah lupakan tempatmu.

KARSA: (Dengan nada dingin dan meremehkan) Pangeran yang tercampakkan, tuanku Putri sudah memberimu 'stimulasi'. Jangan ulangi kesalahan yang sama.

TORIN: (Menghela napas. Ia menatap ke arah lumpur tebal yang seharusnya ia bersihkan dengan air yang sangat sedikit.) Saya tidak bisa membersihkan semua ini dengan air sesedikit ini. Lumutnya terlalu tebal. Butuh ember air penuh agar bisa bersih sempurna.

BIMA: (Tertawa kasar) Kau ini bodoh, atau pura-pura bodoh? Air adalah milik istana utama. Kau hanya sampah yang beruntung diizinkan mencicipi sisa-sisa. Gunakan air yang ada, atau kerok saja lumutnya dengan kuku kakimu.

TORIN: (Torin mengangkat kepalanya, menatap Bima dengan pandangan yang, walau meredup, tetap menunjukkan ketegasan yang berbahaya.) Membersihkan setengah-setengah hanya akan membuatnya kotor lagi besok. Jika ingin hasilnya sempurna, harus dilakukan dengan benar. Saya akan meminta tambahan air kepada petugas sumur.

KARSA: (Melangkah maju, wajahnya menegang karena kemarahan yang tersulut oleh 'pembangkangan' Torin.) Kau berani membantah? Kau berani meminta lebih dari yang diberikan Putri Valari?! Kau tahu siapa kami?! Kami adalah tangan kanan istana!

TORIN: (Torin tidak mundur. Dalam batinnya, Bara Dendamnya berteriak untuk memberontak.) Saya tidak membantah, saya hanya menyampaikan fakta. Jika pekerjaan saya besok dikeluhkan lagi karena tidak bersih, maka Anda yang akan bertanggung jawab karena tidak mengizinkan saya bekerja dengan benar. Saya hanya meminta air, bukan takhta.

BIMA: (Menggeram, matanya memerah.) Anak ini memang harus diajar! Kau pikir kami takut dipertanggungjawabkan? Yang mulia Pangeran Dharma sudah memberi izin penuh untuk mendisiplinkanmu jika kau berulah.

(Bima tidak banyak bicara lagi. Ia langsung melangkah cepat dan, tanpa peringatan, melayangkan tinjunya yang keras tepat ke tulang rahang Torin. Suara benturan itu memecah keheningan di Pondok Belukar.)

TORIN: (Torin terhuyung, tubuhnya terlempar ke dinding yang baru saja ia sikat. Kepalanya membentur batu, dan rasa sakit yang tajam menjalar dari rahang hingga tengkuknya. Darah segar menetes dari sudut bibirnya.)

KARSA: (Menarik kerah baju Torin, mengangkatnya sedikit agar bisa menatap mata Torin yang berair.) Dengar baik-baik, anak selir. Kami tidak peduli tentang 'fakta' atau 'pekerjaan sempurna'. Perintahmu adalah menggunakan apa yang ada. Jangan pernah, sekali lagi, membantah titah istana. Kau hanya punya dua pilihan: tutup mulut dan bekerja, atau tutup mulut selamanya di liang kubur.

TORIN: (Torin batuk darah. Ia merasakan sakit yang luar biasa, namun ia menahan erangan. Di matanya, Karsa dan Bima kini bukan hanya pengawal, mereka adalah simbol kekejaman yang harus ia lenyapkan. Monolog internal: Sakit ini... Aku terima. Darah ini... Aku akan mengumpulkannya. Kalian memberiku alasan baru untuk membalas dendam. Kalian mengira kehinaan ini akan membuatku hancur, tetapi setiap pukulan hanya membuat baraku semakin panas.)

TORIN: (Berusaha menelan ludah, suaranya parau dan terbata-bata.) Saya… mengerti.

BIMA: (Mendorong Torin hingga jatuh ke lumpur.) Bagus. Sekarang, lanjutkan! Dan jangan sampai kami melihatmu duduk sebelum matahari terbenam!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   7

    Selir Livia, dengan kecantikan dingin yang memukau dan senyum tipis penuh rahasia, memegang piala anggur perak.Gaun sutra hitamnya membalut tubuhnya yang ramping, memancarkan aura misteri dan bahaya. Di depannya, Pangeran Valari, setelah perebutan kekuasaan yang berdarah—tertawa puas, kesombongan terpancar dari setiap gerak-geriknya.Jubah kekaisaran yang ia kenakan terasa terlalu longgar, seolah ia belum sepenuhnya pantas memakainya, namun ia memanggulnya dengan angkuh."Anggur malam ini terasa lebih manis, Valari," Livia memulai, suaranya lembut namun memiliki ketajaman baja.Ia bukan hanya selir Kaisar Theorin, tetapi juga dalang di balik "kecelakaan" berburu itu, dan sekarang, permaisuri bayangan di sisi Raja Valeri. "Manisnya kemenangan, bukan?"Valari menyesap anggurnya rakus, matanya menyala dengan nafsu tak terpuaskan. "Tentu saja, bu. Semua berjalan sesuai rencana kita. Si Tikus Bodoh itu, Torin, kini mengurus kuda.Dan Aruna, mantan Permaisuri, meringkuk di kamarnya seperti

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   6

    Sejak kematian Kaisar Theorin, istana berubah menjadi neraka bagi Torin dan ibunya, Permaisuri Aruna. Takhta kini diduduki oleh pamannya, Raja Valeri, adik mendiang Kaisar, dan Torin, putra mahkota yang sah, dicap sebagai 'Pangeran Bodoh'—gelar yang sengaja disematkan untuk membenarkan penindasannya.Kekuasaan dan posisi mereka hanyalah debu. Torin, yang seharusnya berlatih strategi perang dan diplomasi, kini menghabiskan harinya di antara kotoran kuda dan tatapan merendahkan.Pangeran Valari adalah orang yang paling menikmati penyiksaan ini. Setiap hari, Valari akan datang, bukan untuk menginspeksi kuda, melainkan untuk melontarkan hinaan dan menumpuk pekerjaan rendahan pada Torin."Bersihkan pelana itu sampai mengkilap, Pangeran," ejek Valari tempo hari, menekan kata 'Pangeran' dengan nada menghina, "Atau kau akan tidur di kandang bersama kuda-kuda bau ini. Ingat, kau tidak lebih dari budak berkepala bangsawan sekarang."Penderitaan Torin bukan hanya fisik—membersihkan kandang, memb

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   5

    Torin duduk di sisi ranjang ibunya, Aruna, di Pondok Belukar. Sambil membelai rambut putih ibunya.Meskipun Bara Dendam telah menyala, hati Torin saat ini dibanjiri oleh gelombang kesedihan dan rasa bersalah.Bau pengasingan dan penyakit di ruangan itu terasa memuakkan, mendorongnya untuk melarikan diri ke masa lalu, ke saat segalanya belum hancur.Pikirannya melayang jauh, kembali ke masa kecilnya yang penuh cahaya. Ia mengingat ayahnya, Kaisar Theorin seorang pemimpin yang dikagumi di seluruh Kekaisaran Azure.Kaisar Theorin adalah sosok yang gagah, namun hangat dan bijaksana. Ia terkenal karena tawa besarnya dan matanya yang selalu memancarkan kebanggaan saat menatap Torin dan Aruna.Mereka sedang berada dalam perjalanan berburu resmi ke Hutan Gorgo yang lebat dan curam. Saat itu, Torin masih berusia delapan tahun. Kaisar Theorin membawanya dan Aruna, menjauh dari intrik Istana Utama.Torin ingat ayahnya tertawa terbahak-bahak, menggendongnya di pundak sambil menunjuk seekor rusa.

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   4

    Aruna terbaring di ranjang kayu yang usang. Kulitnya pucat, urat-uratnya terlihat jelas. Ia diserang oleh penyakit aneh yang perlahan-lahan menggerogoti kekuatannya. Bukan demam biasa, melainkan racun yang bekerja lambat dan terencana.Para tabib yang dikirim dari istana utama, yang sebenarnya diperintahkan untuk tidak berbuat banyak, hanya menggeleng putus asa.“Denyut nadinya lemah, Tuan Muda. Ada semacam racun dingin yang menyelimuti seluruh organ. Kami tidak tahu penawarnya,” bisik salah satu tabib, matanya penuh rasa takut, takut ketahuan bahwa ia diperintahkan untuk membiarkan Aruna mati.Torin tahu ini adalah intrik istana. Hanya anggota keluarga mendiang Kaisar yang memiliki akses dan kekejaman untuk melakukan hal serendah ini, memastikan Aruna tidak akan pernah menjadi ancaman politik bagi takhta Pangeran Dharma.Adegan Haru dan Kekhawatiran Sang IbuSaat senja, Torin menyingkirkan para tabib. Ia duduk di sisi ibunya, menggenggam tangannya yang dingin dan kurus. Meskipun baru

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   3

    VALARI: (Berdiri beberapa langkah dari Torin, menyilangkan tangan, nada suaranya manis namun menusuk) Lihatlah, Tuan Pangeran. Masih saja betah dengan pekerjaan rendahan ini. Ayahku yang agung pasti menangis di alam sana melihat putranya—jika boleh kubilang putra—hidup seperti kasta terendah.TORIN: (Tidak mendongak, terus menggosok dinding, suaranya pelan dan serak) Saya hanya melakukan pekerjaan yang diperintahkan, Putri. Jika Anda tidak ada urusan, tolong tinggalkan tempat ini.VALARI: (Mendekat, mengendus jijik) Oh, 'tolong'? Kau masih berani memerintahku di tanah yang bahkan tidak layak kau pijak? Aku datang karena ada titah. Kau tahu, pengawal istana mengeluh. Katanya, kau terlalu lamban dan lemah untuk membersihkan kandang kuda.TORIN: Saya akan menyelesaikannya. Beri saya waktu.VALARI: (Tertawa kecil, sinis) Waktu? Waktu adalah kemewahan yang tidak kau miliki, Torin. Kau adalah aib yang harus segera diperbaiki. Pengawal... (Ia memberi isyarat kepada salah satu pengawal.)(Pen

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   2

    Setelah insiden di perpustakaan, Torin merasakan beban yang lebih berat di hatinya. Setiap langkahnya menuju kamar ibunya terasa seperti timah yang menyeret.Ia menemukan Permaisuri Elara terbaring lemah di ranjangnya yang mewah, dikelilingi oleh tabib-tabib istana yang tampak putus asa.Aroma obat-obatan pahit memenuhi ruangan, bercampur dengan bau bunga melati yang diletakkan di samping ranjang—sebuah ironi dari keindahan yang memudar."Yang Mulia Permaisuri, demamnya belum juga turun," bisik seorang tabib tua dengan jenggot perak, suaranya sarat kekhawatiran."Kami sudah mencoba segala ramuan, tapi... penyakit ini seperti tak memiliki akar."Torin mendekat, lututnya lemas. Wajah ibunya pucat pasi, bibirnya kering, dan matanya cekung, namun masih memancarkan kehangatan saat melihat putranya."Torin..." Suara Permaisuri Elara begitu lemah, hampir tak terdengar.Torin berlutut di sisi ranjang, menggenggam tangan ibunya yang dingin. "Ibu," bisiknya, menahan air mata. "Bagaimana perasaa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status