Share

4

Author: Bhay Hamid
last update Last Updated: 2025-10-03 22:41:14

Aruna terbaring di ranjang kayu yang usang. Kulitnya pucat, urat-uratnya terlihat jelas. Ia diserang oleh penyakit aneh yang perlahan-lahan menggerogoti kekuatannya. Bukan demam biasa, melainkan racun yang bekerja lambat dan terencana.

Para tabib yang dikirim dari istana utama, yang sebenarnya diperintahkan untuk tidak berbuat banyak, hanya menggeleng putus asa.

“Denyut nadinya lemah, Tuan Muda. Ada semacam racun dingin yang menyelimuti seluruh organ. Kami tidak tahu penawarnya,” bisik salah satu tabib, matanya penuh rasa takut, takut ketahuan bahwa ia diperintahkan untuk membiarkan Aruna mati.

Torin tahu ini adalah intrik istana. Hanya anggota keluarga mendiang Kaisar yang memiliki akses dan kekejaman untuk melakukan hal serendah ini, memastikan Aruna tidak akan pernah menjadi ancaman politik bagi takhta Pangeran Dharma.

Adegan Haru dan Kekhawatiran Sang Ibu

Saat senja, Torin menyingkirkan para tabib. Ia duduk di sisi ibunya, menggenggam tangannya yang dingin dan kurus. Meskipun baru saja dihajar oleh pengawal Valari, Torin berusaha menyembunyikan rasa sakitnya.

ARUNA: (Suaranya sangat lemah, nyaris tak terdengar) Torin... anakku. Ibu... tidak akan lama di sini.

TORIN: (Menahan air mata, mencium tangan ibunya dengan lembut) Jangan bicara begitu, Ibu. Tabib akan menemukan obatnya. Ibu harus sembuh. Ibu adalah satu-satunya yang Torin miliki.

ARUNA: (Menggeleng pelan) Tidak, Nak. Ibu tahu. Ada yang menginginkan Ibu pergi agar mereka bisa... menyingkirkanmu tanpa rasa bersalah. Tapi bukan itu yang Ibu khawatirkan.

Aruna memutar kepalanya yang lemah, matanya tertuju pada leher dan rahang Torin yang sedikit membiru, dan kerah bajunya yang kotor menyembunyikan memar lain di bahunya.

ARUNA: (Air mata mengalir di sudut matanya) Nak, tunjukkan pada Ibu. Tubuhmu... ada luka dan memar baru lagi. Katakan dengan jujur, apakah ini ulah Valari? Apakah adik tirimu itu... mereka menyiksamu lagi?

Torin merasakan bara dendamnya membeku karena kesedihan. Ia tidak tega mengatakan yang sebenarnya. Ibunya sudah cukup menderita.

TORIN: (Memaksakan senyum, sambil meraba lukanya) Bukan, Bu. Jangan khawatirkan hal kecil ini. Saya... saya tergelincir ketika memandikan kuda istana. Kuda itu menendang sedikit. Tidak sakit sama sekali. Saya hanya bodoh dan kurang hati-hati.

ARUNA: (Menatap mata Torin dengan kepedihan yang menusuk. Ia tahu Torin berbohong.) Torin, Ibu yang melahirkanmu. Ibu tahu kapan kau berbohong untuk melindungi Ibu. Tapi Ibu mohon... jika Ibu sudah tiada, jangan biarkan kebencian itu menghancurkanmu. Jangan balas dendam. Tinggalkan saja Kekaisaran Azure ini.

TORIN: (Monolog Internal: Tidak, Ibu. Aku tidak bisa. Mereka membunuh Ayah. Mereka meracunimu. Mereka mengambil segalanya dariku. Kebencian ini adalah satu-satunya yang membuatku hidup.)

TORIN: (Mengepalkan tinju di bawah selimut, tetapi wajahnya terlihat tenang) Saya janji, Bu. Saya akan menjaga diri. Saya akan pergi ke tempat yang aman dan memulai hidup baru. Ibu akan bangga pada saya.

ARUNA: (Menghembuskan napas lega. Ini adalah kebohongan terakhir yang ia butuhkan dari putranya.) Terima kasih, Nak. Janji itu... adalah damai terakhir Ibu. Sekarang, Ibu bisa tidur.

Setelah menyelesaikan hidangan roti kasarnya, Torin kembali ke kamar ibunya untuk memastikan ibunya diselimuti dengan baik. Di sudut kamar, tergantung sangkar kecil yang kotor. Di dalamnya, bertengger seekor Burung Beo Jambul Kuning tua bernama Kalam—saksi bisu pengasingan mereka. Kalam adalah hadiah mendiang Kaisar kepada Aruna, dan kini menjadi satu-satunya 'teman' bicara Torin.

Torin berdiri di dekat sangkar, mengamati Kalam yang sedang mematuk bulunya.

TORIN: (Suaranya pelan dan serak, berbicara pada dirinya sendiri) Sekarang tinggal kita berdua, Kalam. Ibu sudah tidur. Mereka kejam dan aku akan membalas mereka.

KALAM: (Menggoyangkan kepalanya, matanya yang hitam menatap Torin, suaranya terdengar jernih, mengulangi kata-kata yang sering didengar Aruna saat berdoa) "Kesabaran adalah pedang yang tak terlihat."

TORIN: (Torin tersentak. Ia duduk di lantai di depan sangkar.) Pedang tak terlihat? Apa gunanya pedang tanpa bilah, Kalam? Aku hanya punya kebencian, bukan kekuatan. Mereka meracuni ibuku. Mereka memukuliku seperti binatang.

KALAM: (Memiringkan kepala, mengucapkan kalimat yang pernah diucapkan salah satu tabib bijak kepada Aruna) "Racun yang lambat lebih mematikan daripada panah yang cepat." "Lihatlah dirimu, Torin."

TORIN: (Torin menunduk, menyentuh rahangnya yang sakit.) Aku hanyalah luka. Aku lumpur di Kekaisaran Azure.

KALAM: (Mengepakkan sayapnya sedikit, suaranya tenang, seperti guru yang mengajarkan muridnya) "Sayap yang patah akan tumbuh lebih kuat, jika ia tahu cara menunggu angin." "Bukan luka yang membunuhmu, melainkan ketergesaanmu."

TORIN: Aku harus segera membalasnya! Setiap hari aku hidup di bawah atap mereka, itu adalah penghinaan! Valari... dia akan merasakan apa yang dia perbuat!

KALAM: (Dengan nada yang lebih tegas, mengulang kutipan bijak dari para tetua istana yang ia dengar) "Pembalasan yang cepat adalah kegembiraan sesaat; Pembalasan yang dingin adalah takhta yang permanen." "Mereka melihat lumpur di dirimu, tetapi kau harus melihat cahaya di lumpur itu. Cahaya untuk mengamati."

TORIN: Mengamati?

KALAM: "Jadilah telinga, bukan lidah. Jadilah bayangan di balik pilar. Dengarkan rencana mereka, hitung kekuatan mereka, kenali kelemahan mereka." "Kau bodoh karena melawan pukulan mereka, Torin."

TORIN: (Torin tercengang. Ia mengingat perlawanannya terhadap pengawal Bima.) Jadi aku harus... bersujud? Membiarkan mereka menindasku?

KALAM: (Kalam mematuk jeruji sangkar perlahan, seolah memberi penekanan.) "Suara yang diam adalah jerat paling kuat. Biarkan mereka percaya bahwa Bara Dendammu telah mati bersama ibumu." "Hidupmu adalah rahasiamu yang paling berharga. Simpan ia, sampai kau siap terbang."

Torin menatap Kalam lama. Bukan sekadar burung beo yang menirukan suara, tetapi suara-suara bijak yang diserapnya selama bertahun-tahun telah menjadi nasihat strategi. Burung kecil ini, yang terperangkap dalam sangkar, mengajarkannya cara bertahan hidup dan merencanakan kehancuran.

TORIN: (Mengangguk perlahan, bara di matanya kini bercampur dengan ketenangan yang menakutkan.) Aku mengerti, Kalam. Aku akan menjadi telinga. Aku akan menjadi bayangan. Aku akan menunggu angin. Biarkan mereka menertawakanku hari ini. Aku akan membiarkan mereka percaya bahwa aku sudah sepenuhnya patah.

KALAM: (Mengulang kata-kata Aruna untuk terakhir kali) "Jalani hari ini. Hari esok adalah misteri yang harus kau kuasai."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   16

    Torin menyadari bahwa gubuk yang ia tinggalkan setengah jadi adalah sebuah kelemahan fatal.Torin: (Berbicara pada dirinya sendiri, suaranya mantap dan berwibawa, sambil memilih kayu dengan akurat) "Pola serat ini... kekuatan tarik batang rotan ini 30% lebih tinggi jika diletakkan melintang. Aku terlalu ceroboh saat menyusun pondasi tadi. Sebuah benteng harus tahan tidak hanya dari cuaca, tapi dari mata-mata yang paling terlatih Valari."Lyra, si peri, melayang di dekatnya, mengamati dengan rasa ingin tahu.Lyra: "Anda bergerak dengan cepat, Pangeran. Bahkan seekor lebah pekerja pun tidak seteliti Anda. Apakah energi yang Anda rasakan sudah mereda?"Torin: (Menarik dua balok kayu bersamaan dengan kekuatan yang mengejutkan, tanpa perlu usaha keras) "Energi itu tidak mereda, Lyra. Ia terserap. Aku tidak hanya membangun gubuk ini, aku sedang memvisualisasikan setiap celah keamanannya sebelum celah itu ada. Aku membangunnya untuk melindungi ibuku dan kuda kami. Dan juga untuk melindungi r

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   15

    Wajah Torin memucat, tangannya mencengkeram erat batang Pohon Rot untuk menopang diri.Torin: (Suaranya serak, matanya memejam rapat) "Lyra! Apa yang terjadi?! Ini... ini lebih dari sekadar kekuatan fisik! Rasanya seperti ada listrik beku yang mengalir di setiap pembuluh darahku! Aku... aku merasakan semua denyutan di hutan ini!"Lyra: (Menatapnya, tatapannya dingin dan menembus) "Itulah harga dari kekuatan yang diperbarui, Pangeran. Anda menyerap esensi alam yang disucikan. Kekuatan itu harus menemukan jalannya di dalam wadah yang rapuh. Tubuh Anda adalah wadah yang rapuh."Tiba-tiba, rasa sakit yang luar biasa menghantam kepalanya. Rasanya seperti ribuan gulungan perkamen kuno Kekaisaran Azure dibuka paksa di dalam tengkoraknya. Torin berteriak singkat, dan tubuhnya ambruk, tidak sadarkan diri di atas tanah berlapis lumut di samping mata air.Lyra: (Mendekat, suaranya kini terdengar seperti mantera kuno) "Tidurlah, Torin dari Azure. Biarkan intrik dan pengkhianatan yang kau pelajari

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   14

    Torin menatap buah persik raksasa itu. Aromanya manis sekali, melayang bersama embusan angin. Aroma itu terasa seperti janji kekayaan dan kekuatan, bukan sekadar makanan.Torin: (Mendekati Pohon Rot, tangannya terulur secara naluriah) "Lyra, aku belum pernah melihat persik seperti ini. Warnanya... seperti emas yang dicampur dengan darah matahari terbit. Apakah ini buah dari Pohon Rot yang kau ceritakan? Bukankah seharusnya pohon itu tidak menghasilkan buah semanis ini?"Lyra: (Suaranya seperti lonceng angin, perlahan dan berirama) "Oh, Pangeran Kekaisaran Azure. Mata air suci ini... ia tidak hanya menyucikan air. Ia menyucikan segalanya di sekitarnya. Yang busuk menjadi mulia. Yang biasa menjadi... istimewa. Doronganmu itu, Yang Mulia, adalah bisikan alam yang telah diperbarui."Torin: "Bisikan alam atau godaan iblis? Sejak aku di sini, rasa lapar ini semakin menjadi-jadi. Aku merasa ini lebih dari sekadar rasa lapar biasa. Aku merasa... buah ini adalah kunci untuk sesuatu yang besar.

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   13

    "Aku melihatmu. Kau—dan seorang wanita tua yang mengenakan pakaian lusuh dan kau gendong menaiki pohon rot bersama kuda kecil mu, berdiri di bawah Pohon Rot Besar, di gerbang hutan. Dia... dia memelukmu. " jelas Lyra. "Aku tahu Pohon Rot Besar itu adalah perbatasan. Dan aku tahu wanita itu... dia bukan sembarang orang biasa. Matanya memancarkan rasa sakit dan kekejaman yang sama persis seperti Kaisar. Tapi di balik itu, ada cinta yang sangat besar untukmu."Torin mengepalkan tangannya. Lyra baru saja menyentuh inti dari semua masalah yang ia hadapi. Tidak banyak yang tahu bahwa Torin adalah putra permaisuri yang dicurigai oleh faksi kekaisaran lainnya."Itu ibuku," Torin mengakui, suaranya sekarang hanya berupa desahan. "Permaisuri Elara. Dia membantuku kabur. Dia mengorbankan segalanya untuk memberiku waktu.""Mengapa dia tidak ikut denganmu?" tanya Lyra polos.Pertanyaan sederhana itu menusuk Torin lebih dalam daripada pedang manapun. "Karena ibuku sudah sangat lemah sehingga aku me

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   12

    Mengikuti cahaya itu, Torin tiba di sebuah pemandangan yang tak masuk akal. Di tengah-tengah keheningan, berdiri tegak sebuah pohon raksasa yang batangnya bersinar lembut, seolah memancarkan cahaya bintang yang terperangkap. Di kakinya, mengalir mata air dengan air yang begitu jernih, ia bisa melihat kerikil di dasarnya seolah tak ada penghalang."Astaga, Pohon Aethel... Ini bukan sekadar legenda," Torin berlutut, menyentuh air yang dinginnya menusuk tulang namun terasa menghidupkan. "Sumber mata air para dewi. Bagaimana bisa ini tersembunyi sedekat ini dari perbatasan? Ini akan jadi masalah baru di istana jika ketahuan."Tiba-tiba, suara bernada tinggi dan tajam memecah kesunyian."Hei! Kau! Beraninya kau minum dari kolamku tanpa izin!"Torin terlonjak. Ia mengayunkan belatinya ke arah suara itu. Matanya menyipit, mencari-cari."Siapa di sana? Keluar! Aku bukan salah satu pengawal Azure yang bisa kau takut-takuti dengan ilusi."Di atas salah satu akar Pohon Aethel, tampaklah sosok mu

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   11

    Malam itu, Torin tidak berjalan, ia melarikan diri. Setiap ayunan langkahnya menjauhi hiruk-pikuk Istana Azure terasa seperti memutus rantai yang membelenggunya seumur hidup.Di punggungnya, Ibunya, Sang Permaisuri yang kini hanya seonggok tubuh ringkih, bergerak lemah. Di sisinya, seekor kuda poni kecil—satu-satunya sahabat sejatinya—berlari pelan, menyesuaikan diri dengan langkah Torin yang lelah.Mereka menuju ke arah yang ditunjuk oleh bisikan para pelayan istana: Hutan Rot, perbatasan kekaisaran yang dianggap 'terlarang' dan berbahaya."Kita sudah jauh, Bu," bisik Torin, suaranya serak. Mereka baru saja melewati pos penjagaan terakhir. Kegelapan hutan mulai menelan mereka.Ibunya hanya bisa merespons dengan erangan pelan."Jangan khawatir, Ibu," Torin mencoba meyakinkan, lebih kepada dirinya sendiri. "Mereka bilang hutan ini berbahaya, tempat para bandit dan binatang buas. Tapi bagi kita... ini adalah kebebasan. Setidaknya, di sini kita bebas dari jerat masalah dan tatapan mata y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status